oleh

Pengertian Hukum Pidana, Privat dan Landasannya

Hukum – Cakranusantara.net | Pengertian Hukum Pidana dan Hukum Privat. Hukum Pidana adalah keseluruhan larangan atau perintah oleh negara diancam dengan pidana apabila tidak ditaati, dengan syarat-syarat tertentu dan memberikan dasar untuk penjatuhan dan penerapan pidana.

Hukum privat adalah hukum yang mengatur tentang hubungan antara warga negara yang memiliki kebebasan membuat kontrak. Dalam hukum privat, asas pokok otonomi warga negara adalah milik pribadi. Adapun dasar atau landasan hukumnya adalah;

Adapun dasar atau landasan hukumnya adalah;

KUHP merupakan sumber utama hukum pidana di Indonesia. KUHP yang dapat menjadi sumber lahirnya hukum pidana adalah KUHP yang mengenai ketentuan umum, KUHP tentang kejahatan dan KUHP tentang pelanggaran.

Undang-undang di luar KUHP adalah Undang-undang yang memuat aturan-aturan untuk tindakan pidana khusus seperti pemberantasan tindak pidana korupsi, kekerasan dalam rumah tangga, narkotika, dan lain sebagainya.

Hukum adat. Hukum adat banyak terdapat pada daerah-daerah tertentu dan untuk perbuatan-perbuatan yang tidak tercantum dalam peraturan tertulis seperti KUHP atau Undang-undang lainnya, keberadaan hukum adat berada di suatu daerah tertentu masih tetap berlaku hingga sekarang.

Hukum ini mengatur hubungan antar sesama manusia antara satu orang dengan orang lainnya dan menyangkut kepentingan perorangan.

Sementara hukum sendiri ada 2 (dua) yakni;

Hukum Formil adalah hukum yang mempertahankan atau menjalankan peraturan-peraturan dalam perselisihan, yang cara penyelesaiannya di muka hakim sebagai contoh hukum kebiasaan.

Sedangkan hukum materil adalah hukum yang perhatiannya ditujukan kepada isi peraturan. Dalam pengertian hukum materil yang perhatiannya ditujukan kepada isi peraturan.

Untuk Unsur-unsur Hukum ada dua Aliran yakni;

a. Aliran Monistis suatu pandangan yang menyatukan antara unsur perbuatan pidana dan unsur pertanggungjawaban pidana.

Pada aliran monistis ketika melihat apakah orang yang dapat melakukan perbuatan pidana perlu di lihat?

apakah orang tersebut dapat dipertanggung jawabkan atau tidak?.

Jika tidak dapat dipertanggungjawabkan maka tidak dapat di pidana.

Dalam hal ini, aliran monistis melihat keseluruhan syarat untuk adanya pidana merupakan sifat dari perbuatan.

Dalam hal ini memberikan prinsip-prinsip pemahaman, bahwa di dalam pengertian perbuatan/tindak pidana sudah tercakup didalamnya perbuatan yang di larang (tindakan pidana) dan pertanggungjawaban pidana/kesalahan (Criminal responsibility).

b. aliran dualistis adalah pandangan yang memisahkan perbuatan pidana dan unsur pertanggungjawaban pidana.

Dalam hal ini memisahkan antara unsur perbuatan pidana dan unsur pertanggung jawaban pidana. Di dalam perbuatan pidana harus terdiri dari unsur-unsur lahiriah (berdasarkan fakta) oleh perbuatan adanya kelakuan serta akibat yang ditimbulkan karenanya. Dua hal tersebut akan memunculkan kejadian dalam alam lahir (dunia).

Delik umum adalah suatu delik yang dapat dilakukan oleh setiap orang. Delik umum ini sering disebut gemene delicten atau algemene delicten.

Sementara delik khusus adalah suatu delik yang hanya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kualitas atau sifat-sifat tertentu, pegawai negeri atau anggota militer.

Asas legalitas adalah suatu jaminan dasar bagi kebebasan individu dengan memberi batas aktivitas apa yang dilarang secara tepat dan jelas. Asas ini juga melindungi dari penyalahgunaan wewenang hakim, menjamin keamanan individu dengan informasi yang boleh dan dilarang.

Hukum pidana juga berlaku asas Retroaktif suatu kebijakan yang diambil oleh Pemerintah untuk ikut memelihara perdamaian dunia dan menjamin pelaksanaan hak asasi manusia memberi perlindungan, kepastiaan, keadilan perasaan aman kepada orang perorangan ataupun masyarakat.

contohnya: ketentuan-ketentuan Pasal 1 ayat (2) KUHP dan pasal 43 ayat (1) UU Pengadilan HAM.

Vicarious liability dalam sistem hukum Indonesia yang lebih dikenal sebagai pertanggungjawaban pengganti atau dikenal juga dengan pertanggungjawaban korporasi.

Dalam perjalanan Konsep KUHP, vicarious liability merupakan pengecualian dari asas tindak pidana tanda kesalahan.

strict liability adalah unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi”.

Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya.

Percobaan tindak pidana (poging) merupakan perbuatan yang dari awal sudah ada niat, adanya pelaksanaan untuk melakukan tindak pidana akan tetapi tindak pidana tersebut tidak sampai selesai bukan semata-mata karena kehendak dari pelaku sendiri.

Pelaku (Pleger) merupakan orang yang melakukan perbuatannya sendiri yang mana perbuatan tersebut memenuhi perumusan delik, baik;

Secara formil pembuat pelaksananya adalah siapa orang yang melakukan dan menyelesaikan perbuatan terlarang. Maupun;

Secara materiil pelakunya merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang dapat menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang-undang.

Sedangkan Medepleger merupakan orang yang dengan sengaja ikut serta melakukan suatu perbuatan.

Adapun Syarat medepleger yaitu :Secara sadar melakukan kerjasama melakukan tindak pidana, kerjasama dalam perbuatannya untuk melakukan hal yang dilarang oleh undnag-undang. Pelaksanaan perbuatan yang dilakukan secara bersama-sama yang menimbulkan delik pada yang bersangkutan.

Doenpleger adalah orang yang melakukan perbuatan dengan perantara orang lain, yang dimaksud adalah dengan menyuruh melakukan perbuatan pada seseorang yang berkehendak untuk melakukan suatu kejahatan yang tidak dilakukan sendiri, akan tetapi menyuruh orang lain untuk melakukannya.

Sementara, Uitlokker adalah orang yang menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu perbuatan. Dalam praktiknya penganjur berbeda dengan yang menyuruh melakukan.

Penganjur menggerakan orang lain menggunakan sarana yang ditentukan oleh undang-undang secara limitatif sedangkan menyuruh melakukan menggerakan orang lain menggunakan sarana yang tidak ditentukan.

Padahal penganjuran yang menjadi pembuat materiel dapat dimintai pertanggungjawaban sedangkan yang menyuruh melakukan tidak dapat dimintai pertanggungjawaban.

Contoh doenpleger :
a. menyuruh melakukan pemerasan
b. menyuruh melakukan pengerusakan
c. menyuruh melakukan pencurian

Contoh uitlokker :
a. tindak pidana pembunuhan
b. tindak pidana pencurian
c. tindak pidana penculikan.

Unggahan Ini di ambil dari jawaban UTS (Ujian Test Semester) Genap salah satu Mahasiswa pada mei 2022.

(CN)

Komentar

Tinggalkan Balasan