Yogyakarta – Cakranusantara.net | Ahmad Syafii Maarif atau yang lebih dikenal dengan sebutan Buya Syafii Maarif berpulang ke Rahmatullah pada Jumat (27/5/2022) di Yogyakarta.
Kepergian mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu merupakan kehilangan besar tak hanya bagi umat Islam, tetapi juga bagi bangsa Indonesia.
Ucapan belasungkawa pun mengalir deras, termasuk di media sosial disertai kenangan dari orang-orang yang pernah bertemu secara langsung maupun yang “mengikuti dari jauh” saat mencermati pernyataan hingga petuah bijak yang beliau sampaikan semasa hidupnya.
Presiden Jokowi juga begitu kehilangan dengan kepergian Buya Syafii untuk selamanya. Terasa pahit, tetapi takdir ilahi tetap harus diterima oleh manusia yang memang tidak akan selamanya hidup di dunia yang fana ini.
“Beliau adalah kader terbaik Muhammadiyah yang selalu menyuarakan tentang keberagaman dan selalu menyuarakan tentang toleransi umat beragama dan beliau juga selalu menyampaikan pentingnya Pancasila bagi perekat bangsa,” ucap Presiden Jokowi saat melayat di Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta pada Jumat (27/5/2022) seperti bisa kita simak dari siaran pers Sekretariat Presiden.
Pengakuan yang rasanya tidak berlebihan karena sosok Buya Syafii memang seperti yang diungkapkan oleh Jokowi: kader terbaik Muhammadiyah dan konsisten mendukung keberagaman, toleransi, dan sepakat bahwa Pancasila sangatlah penting bagi negeri ini sebagai perekat bangsa.
Jika boleh menyebut sebagai suatu warisan, apa yang dijalani oleh Buya Syafii semasa hidupnya sungguh menjadi peninggalan yang sangat berharga dan perlu untuk dijaga oleh generasi masa kini, demi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara yang lebih baik.
Kesederhanaan juga menjadi warna khas dari sosok Buya Syafii yang patut diteladani oleh siapa pun, terutama mereka yang menyebut diri mereka (atay dianggap) sebagai ulama atau pemuka agama.
Melalui gambaran yang disampaikan Presiden RI tadi, kita bisa memahami bahwa sosok almarhum Buya akan berada dalam barisan kelompok nasionalis, yang akan berjuang dan menyuarakan agar negara ini tetap mampu memelihara semangat dalam kehidupan yang toleran di tengah keberagaman, juga agar tetap menjadikan Pancasila sebagai perekat bangsa, bukan paham, ideologi, atau keyakinan lain yang berada di luar kesepakatan para founding fathers negeri ini mengenai Pancasila sebagai Dasar Negara.
Mengingat sosok Buya Syafii Maarif, saya teringat dengan ajaran dalam Alkitab mengenai nasihat untuk memperhatikan para pemimpin, juga mencermati akhir hidup mereka, yang mana kalimatnya berbunyi seperti ini:
“Ingatlah akan pemimpin-pemimpin kamu, yang menyampaikan firman Allah kepadamu. Perhatikanlah akhir hidup mereka dan contohlah iman mereka.”
Nasihat itu memang disampaikan “untuk kalangan sendiri”, dari para rasul Kristus kepada pengikut Kristus yang lantas dimuat dalam Alkitab, tetapi tak ada salahnya kita menjadikan ayat Alkitab ini sebagai bahan perenungan mengenai bagaimana kita dapat mencermati kehidupan dari siapa saja yang menyebut dirinya atau dianggap sebagai pemimpin.
Tentu saja kalau sosok yang seharusnya diteladani tetapi malah gagal menjadi teladan hidup, ya tidak perlu ditiru atau dibanggakan.
Namun, jika ada sosok pemimpin yang di tengah keterbatasannya sebagai manusia tetapi berupaya menampilkan kehidupan yang baik dan layak diteladani, mengapa tidak diteladani? Buya Syafii Maarif terbukti “menempati ruang yang cukup lega” dalam diri orang-orang yang merasa bahwa kehidupan beliau menjadi berkat dan layak untuk dijadikan panutan.
Memiliki ilmu agama yang mumpuni, tetapi beliau jauh dari kesombongan diri, bahkan mengabdikan diri untuk mengajarkan segala hal yang dianggapnya baik bagi negeri ini, tak hanya bagi umat Islam.
Terhadap sosok Ahok yang dikenal jujur dan tanpa ragu melawan siapa saja orang yang tidak berdiri teguh di atas kebenaran, Buya Syafii Maarif juga tak luput memperhatiikan, bahkan sempat berkomentar di tengah polemik soal isu bahwa Ahok akan dipilih memimpin salah satu perusahaan BUMN:
“Memimpin sebagai gubernur saja bisa baik apalagi cuma mimpin BUMN, ya jelas dia bisalah. Yang jelas Ahok itu pekerja keras dan lurus orangnya.”
Mungkin para musuh Ahok tak setuju dengan ucapan Buya, tetapi isinya tak bisa dibantah bahwa memang itulah fakta sosok Ahok bagi seorang Buya Syafii Maarif. Siapa saja yang berdiri di atas kebenaran lalu berjuang demi bangsanya, niscaya akan mendapat dukungan positif dari Buya.
Akhirnya, izinkan saya menutup tulisan ini dengan mengucapkan: “Selamat jalan, Buya Syafii Maarif. Sungguh bangsa ini merasakan kehilangan besar atas kepergian Bapak. Semoga diampuni segala dosa dan kesalahan, serta Tuhan memberi tempat yang layak di alam baka, sesuai dengan amal ibadah yang Bapak jalankan di dunia ini.” Tutupnya.
(Jr-CN)
Komentar