Sejarah – Cakranusantara.net | Setelah Perdana Menteri (PM) Sutan Syahrir mengundurkan diri dari kabinet parlementer pada 23 Februari 1946. Bung Karno kembali menunjuk Sutan Syahrir sebagai PM kedua kali pada 2 Maret 1946.
Namun kelompok Tan Malaka dengan kelompok Persatuan Perjuangan (PP) tetap berupaya menyingkirkan Sutan Syahrir.
Maka Tan Malaka menyelenggarakan
rapat umum terbuka di Madiun pada 15 Maret 1946, dengan tujuan menggulingkan kabinet Sutan Syahrir, kemudian memaksa Soekarno-Hatta menyerahkan kekuasaannya.
Akan tetapi maksud Tan Malaka tidak berhasil, malah sebaliknya Tan Malaka dan beberapa orang kawannya ditangkap oleh kelompok Pemuda Sosialis Indonesia (Pesinda) pimpinan Sutan Syahrir dibantu polisi militer pada 17 Maret 1946, kemudian di kenakan tahanan di Tawangmangu.
Akibatnya kelompok PP yang sangat kuat, pada 27-28 Juni 1946 berhasil menculik perdana menteri Sutan Syahrir di Solo.
Kekuatan Pesindo tidak mampu menyelamatkan Sutan Syahrir dari kekuatan kelompok PP, Tan Malaka.
Sehingga Bung Karno melalui pidato lewat RRI pada 28 Juni 1946 menghimbau masyarakat Solo supaya Sutan segera dibebaskan.
Setelah Sutan bebas, pihak Tan Malaka dengan perkiraan mendapat dukungan militer dan Hasbullah, Moh. Yamin dan Subardjo.
Pada 3 Juli 1946 mereka menginap di Asrama Resimen Suharto dan malamnya menyiapkan empat buah maklumat yang akan dipaksakan untuk di tanda tangani oleh Soekarno tidak mengetahui
rentetan peristiwa ini dan kelicikan Tan Malaka.
Rombongan Wiyoro atau (Markas Resimen
Suharto terdiri Moh. Yamin dan Subardjo). Akhirnya berangkat pukul 06.30 pada 3 Juli 1946 untuk menghadap Presiden Soekarno di Yogyakarta bersama Panglima Militer Yogyakarta Sudarsono sebagai konfrontasi dengan presiden yang kemudian peristiwa ini disebut peristiwa 3 Juli 1946.
Sesampainya di halaman istana presiden, mereka di lucuti pasukan persenjataan istana presiden selanjutnya Moh. Yamin menyerahkan “maklumat” yang sudah diketik malam itu yang isinya antara lain:
“Maka kami presiden Republik
Indonesia pada hari ini memberhentikan selruh kementrian negara Sutan Syahrir dari PSI dan Amir Syarifuddin dari PKI, Yogyakarta 3 Juli 1946”.
(Red)
Komentar