
Pati – Cakranusantara.net | Kasus dugaan intimidasi dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di Desa Karangwotan, Kecamatan Pucakwangi, Kabupaten Pati terus menuai dukungan dari seluruh lapisan masyarakat, setelah salah satu awak media yang juga aktivis sosial yang tinggal di desa setempat.
Kasus yang menimpa Wage (70) dan mengalami depresi, serta kepikunannya kini menuai polemik. Pasalnya, sejumlah warga yang tinggal di lingkungannya, menolak keberadaannya karena dianggap telah mengganggu dan meresahkan lingkungan sekitar.
Sehingga masyarakat yang tingal di sekitar rumahnya (mbah wage) sepakat memindahkannya di tengah sawah yang saat ini tidak ada aliran listrik, air, serta jamban sebagai pokok kehidupan sehari-hari. Ditambah rumahnya yang tak layak huni (RTLH).
Melihat kondisi itu, yang seakan ia dikucilkan oleh lingkungannya, karna diduga telah mengalami gangguan depresi. Sehingga, membuat salah satu awak media dan penggiat sosial (warga desa setempat) terketuk hatinya untuk membantu mbah wage untuk mendapatkan haknya sebagai warga negara.
“Tidak sepantasnya mbah wage di diskriminasi oleh lingkungannya, apalagi oleh pemerintah desa setempat. Ironisnya, niat membantu berbalik 160 drajat, sejumlah pejabat desa pada 10 mei 2023 melaporkan ke polisi,” ungkap pria yang akrab disapa Bagus dengan nama lengkap Bambang Eko Supriantono.
Ia mengaku, telah dilaporkan oleh oknum Kepala Desa (Kades) dan Ketua Rt setempat, terkait video yang telah di unggah pada salah satu akun media sosial (Tiktok) dan viral, serta mendapat tanggapan positif dari netizen setelah melihatnya.
“Jujur saya prihatin melihat mbah wage, yang saat ini mengalami depresi dan kepikunan itu, namun bisa-bisanya diperlakukan seperti itu. Apalagi setelah saya melihat tempat tinggalnya yang di pindahkan ketengah sawah, dengan kondisi yang tidak layak huni,” sambungnya.
Ditambah fasilitas yang belum memadai, biar bagaimanapun ia adalah manusia yang sepatutnya kita perlakukan sebagai mana mestinya, tak seharusnya mbah wage diusir dan dikucilkan di tengah sawah, apalagi tempat tinggalnya itu tanah warisan dari orang tuanya sendiri.
“Awalnya, sejumlah warga tidak menyukai kondisinya, ia mengaku prihatin sejak mbah wage dibawa kerumah sakit selama 12 hari. Dan setibanya dirumah, mendapati rumahnya telah di pindah tanpa sepengetahuannya, hanya karna mereka takut dengan prilakunya,” jelasnya.
Jono, adik ipar mbah Wage juga mengungkapkan, dari awal ia tidak setuju jika Wage di pindah, itukan tanahnya sendiri. Kenapa harus di pindah wong dia mengalami gangguan mental, dia memang tidak meminta, tapi seharusnya di obatkan kerumah sakit dulu, sambil menunggu keputusan medis bagaimana, kalau ternyata sakit dan harus di rawat saya juga tidak keberatan.
“Lha ini, ia belum pulang dari rumah sakit, saya di datangi RT terus menerus, dan istri juga di datangi di rumah dengan nada kasar. Sehingga Jono kawatir dan berinisiatif datang ketempat Kepala Desa, sesampai disana di kasih dua pilihan, pindah atau dirumah singgah selamanya sampai mati,” terang Bagus menirukan perkataan Jono.
Kalau kangen silahkan tengok saja kesana, karna ia ketakutan dan terpaksa saya harus menyetujui perintah RT, untuk memindahkan kakaknya dengan berat hati. Kemudian RT dan sejumlah warga mulai membongkar rumahnya tanpa adanya penggawalan petugas dan perwakilan dari Desa.
“Selesai membongkarnya, cuma di antar ke sawah dan dibiarkan begitu saja, tidak mendirikannya lagi seperti semula. Jadi kalau Kepala Desa (Kades) bilang gak tau itu bohong, karena ia sempat mengantar batu dan pasir satu mobil kecil, setelah itu di gletakin begitu saja,” paparnya.
Hingga berita ini diterbitkan, tim awak media belum konfirmasi ke Kades dan RT setempat, karena sebelumnya sempat hendak dikonfirmasi media lain dihalangi oleh pendukungnya (diduga centengnya Kades) inisial SKD.
(Rmn)
Komentar
1 komentar