Jakarta – Cakranusantara.net | Bersihkan tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dari para oknum panerima suap agar bisa banyak melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap para maling uang Rakyat. Karena data sudah ada dikantongnya dibandingkan dengan APH lainnya, bukannya di uangkan atau istilahnya 86.
Hal itu diungkapkan oleh Dr Kurnia Zakaria, selaku pakar hukum dan Dosen pada sebuah Universitas Indonesia (UI), masih lanjutnya, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAPidana) bahwa proses penangkapan itu ada di tangkap, Operasi Tertangkap Tangan (OTT), menyerahkan diri dan buronan atau kabur yang kemudian menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO).
“Tindak pidana umum memang ditangkap, tangkap tangan atau menyerahkan diri, tapi dalam tindak pidana khusus efektif dengan OTT atau DPO. Kasus BLBI, bank cwntury, Baligate, para teesangka terdakwa yang tidak ditangkap dan ditahan kabur semua, bukan masalah investor takut investasi daripada jadi sarang persembunyian koruptor walaupun alasan berinvestasi seperti di Swiss, Kepulauan Bahama , Cayman Island dan Singapura,” terangnya, Sabtu (22/7/2023).
Namun, pengusaha lebih takut Pajak resmi daripada Pungli atau Suap. Ukurannya, bisnis lebih menguntungkan memberi suap, terima beres dan lancar, daripada bayar pajak macam-macam tapi keuntungan usaha tidak jelas. Karena peraturan saling tumpang tindih dan birokrat administrasi.
“Disinilah KPK punya data BB cukup untuk OTT dibandingkan dengan Aparat Penegak Hukum (APH) lainnya. Hanya tinggal membersihkan oknum anggota KPK yang tidak bersih, atau bermain kasus, hingga pungli (wani piro?). Selain punya data pelaporan dari para informan maupun whistle blower juga punya alat penyadap dan menggunakan laporan BPK, BPKP maupun PPATK sebagai BB awal,” lanjutnya.
Selain itu, KPK pegang data LHKPN, semua pejabat negara dari pusat hingga daerah tingkat paling bawah yakni Kades /Lurah dan PPK proyek. Dalam dunia bisnis kejahatan korupsi tidak terorganisir tapi bersifat temporer atau sewaktu-waktu saat ada kesempatan bersifat rahasia dan jamaah (bersama sama). Kejahatan dilakukan bersifat timbal balik dan dilakukan oleh penentu regulasi dan kebijakan yang berjalan.
“Pejabat berwenang jelas terlibat, tinggal Inisiator dari swasta atau dari aparat. Kasus OTT lebih bagus tapi pembuktian dipertajam jangan dibuat sembarangan, tergantung niat baik dan kejujuran APH. Mereka bisa tafsirkan norma hukum sesuai kepentingannya diperlambat atau dipercepat atau dipetieskan. Gratifikasi jangan diukur materi saja tapi fasilitas serta hutang budi juga berpengaruh,” tutupnya.
(Rmn)
Komentar
1 komentar