oleh

Otoritas Hukum Tipikor TNI Aktif, Dr Kurnia Zakaria : Terima Fee 10 Persen

Jakarta – Cakranusantara.net | Dasar hukum pemeriksaan perkara Pidana Koneksitas diatur dalam pasal 89 ayat (1) UU No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) juncto pasal 198 UU No.31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer juncto pasal 16 UU No.48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan pasal 42 ayat (2) UU No.34 tahun 2004 tentang TNI agar ada keragaman dan harmonisasi ketentuan acara pemeriksaan koneksitas.

Menurut Dr Kurnia Zakaria, alumni UI dan dosen pascasarjana Universitas Ibnu Chaldun Jakarta dan juga advokat senior menambahkan, bahwa dalam pemeriksaan perlu adanya penyidikan gabungan dalam Operasi Tertangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tiga Proyek Badan Search And Rescue Nasional Basarnas atau Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan tahun 2021-2023.

Pelaku sipil diajukan ke Peradilan Umum (Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri), sedangkan pelaku anggota TNI aktif diajukan ke Peradilan Militer (Mahkamah Militer dan Sidang Kehormatan Militer).

Memang Penyidik KPK ataupun Kejaksaan maupun Kepolisian dalam kasus Tipikor harus mengingat kegagalan penuntutan dalam beberapa perkara koneksitas karena kesalahan Penyelidikan dan Penyidikan serta Penuntutan kurang koordinasi atau tidak melibatkan Oditur Militer (Puspom TNI) antara lain :

1.  Kasus Tipikor PERTAMINA Kilang Minyak Balongan, Indramayu, Jawa Barat saat itu era tahun 2000 menyangkut Mantan Menteri Pertambangan dan Energi Marsekal Madya TNI Prof. Dr. Ir. H. Ginandjar Kartasasmita , M.Eng. Bebas karena tidak sahnya penyelidikan dan penyidikan sesuai Putusan Peradilan PN Jakarta Selatan No.11/Pid.Prap/2001/PN.Jak.Sel tertanggal 2 Mei 2001 jo Putusan Kasasi MA Np.35.K/Pid/2002 tanggal 6 Maret 2002 dimana dalam pasal 26 jo pasal 27 UU Np.3 Tahun 1971 adalah Tipikor yang dilakukan anggota TNI AU aktif berpangkat Marsekal Madya, karena Dwifungsi ABRI masih berlaku bersama-sama dengan Pejabat Sipil, maka tugas Penyidik harus Koneksitas yang terdiri dari Penyidik Militer (Puspom/Polisi Militer sebagai Oditur Militer) dan Penyidik Sipil (Polisi/ Kejaksaan) yang dipimpin dan dikoordinir Jaksa Agung.

2. OTT KPK 14 Desember 2016 Tipikor proyek Pengadaan Satelit Monitor dan Drone Bakamla Tahun anggaran 2016 yang didanai APBN menyangkut dugaan Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya Arie Soedowo tidak terbukti terlibat karena sudah memberikan arahan yang benar dan sempat dihubungi pelaku Tipikor Sipil Anggota DPR Komisi I Fayakhun Andriadi (fraksi Partai Golkar) tetapi terbukti Deputi Informasi, Hukum dan Kerjasama Bakamla Eko Susilo Hadi, Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Novel Hasan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Direktur Data dan Informasi Bakamla Laksamana Pertama Bambang Udoyo Bakamla bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi.

3. Proyek Pengadaan 4 unit Helikopter MI.17 TNI Angkatan Darat buatan Rusia tahun anggaran 2005 oleh terdakwa Brigjen (Purn) Prihandono Direktur Pelaksana Anggaran Ditjen Perencanaan Sistem Petrtahanan Departemen Pertahanan divonis bersalah oleh Pengadilan Koneksitas PN Jakarta Pusat 11/10/2007 yang dianggap terbukti melanggar pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 yang diubah UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor dan Keppres No.18 Tahun 2000 tentang Pengadaan Barang dan jasa.

4. Kasus Tipikor yang menjadi Kontroversial adalah Kasus OTT KPK 3 proyek yang melibatkan Kepala BASARNAS Marsekal Madya Henri Alfianto yang diduga menerima suap dan gratifikasi (DANA KOMANDO BASARNAS) sebesar 88,3 miliar rupiah dan Koordinator Administrasi Kabasarnas Letkol Adm. Afri Budi Cahyanto dalam pengaturan tender proyek dan merekayasa proses e-lelang (e-procurement) dimana ada fee 10% sebagai dana komando.

-Proyek pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan pagu proyek 9,9 miliar rupiah,

-Proyek pengadaan public safety diving equiment pagu proyek 17,4 miliar rupiah

-Proyek pengadan kendaraan kendali jarak jauh (remote operated vehicle (ROV) untuk Kapal negara (KN) SAR Ganesha tahun anggaran 2023-2024 dengan pagu proyek 89.9 miliar rupiah.

Para tersangka lain yang tertangkap adalah pemenang proyek, pertama Direktur Utama PT. Intertekno Grafika Sejati Marilya, Komisaris Utama PT. Multi Grafika Sejati Mulsunadi Gunawan pemenang proyek pertama dan Dirut PT. Kindah Abadi Utama Roni Aidil pemenang proyek kedua dan ketiga.

Dalam Teori Donald Cressey tahun 1956 FRAUD TRIANGLE tiga alasan orang melakukan kecurangan bisnis seperti persekongkolan lelang proyek karena alasan (1) Tekanan, (2) Kesempatan (3) Justifikasi atau pembenaran. Dalam melakukan kecurangan saling berhubungan dalam segitiga koruptor dimana proyek harus ngijon/ bayar didepan seperti gratifikasi bonus, fasilitas maupun hadiah yang harus diberikan sejak awal pertemanan bisnis kepada para pemimpin instansi/lntitusi.

Sedangkan Pejabat memanfaatkan kekuasaan dan wewenang yang dimiliki dan penentu pengguna anggaran APBN maupun APBD. Dengan dalih, kepantasan pejabat mendapatkan fasilitas, jatah dan prioritas sejak awal agar semua urusan dan proyek berjalan lancar. Dan para Pengusaha harus mendekat kepada para pejabat bila ingin usahanya berkembang, jadi proyek sudah bermasalah sejak awal perencanaan.

Vonis putusan bagi koruptor sangat rendah, dan ada kemungkinan bila mengajukan upaya hukum vonis menjadi berkurang karena kurang cukup bukti (alat bukti lemah) dan kemampuan Aparat Penegak Hukum (APH) kurang mumpuni dalam mengolah pemeriksaan peradilan pidana Tipikor secara terpadu. Persaingan antar APH (Polisi, Kejaksaan, KPK maupun Oditur Militer) kental sekali kurang Koordinasi namun saling bersaing.

Dalam teori FRAUD HEXAGON yang dikemukakan Greorgios L. Vousinas tahun 2016 :

1. STIMULUS (Pressure) pelaku melakukan kejahatan karena didorong tekanan target dan kebutuhan yang mendesak sedangkan kewajiban pengusaha mendesak dan pinjaman atau kredit harus dilunasi.

2. CAPABILITY (Kapasitas) adalah kemampuan pelaku usaha melakukan kecurangan dipengaruhi conflict interest.

3. OPPURTUNITY (Peluang) dimana ada kelemahan pengawasan dan merekaya perencanaan.

4. RATIONALIZATION (Pembenaran) dimana pengusaha sudah memberikan jasa dan materui berhak juga memperoleh pembagian keuntungan yang lebih besar daripada yang lain

5. EGO (Arrogance) dimana kerakusan dan ketamakan seseorang yang tidak pernah puas dan cukup.

6. COLLUSION kolusi merujuk kepada perjanjian kedua belah pihak dengan tujuan mencari keuntungan dan kerakusan yang sangat merugikan pihak ketiga dan masyarakat.

Sudah jelas kasus OTT Basarnas harus ada Penyidikan maupun Penuntutan Gabungan KPK dan Oditur Militer serta Pengadilan Tipikor juga harus bersifat Koneksitas seperti dalam kasus diatas. Artinya kemampuan antar APH harus bersifat Koordinasi dan menghilangkan Superioritas yang tidak perlu membuat Rakyat bingung, karena untuk mencukupi hidup layak sangat sulit.

Nilai Uang Rupiah semakin tak bernilai harganya, sehingga Pemerintah sendiri buat isu meresahkan dengan adanya REDOMINASI MATA UANG dimana uang seribu rupiah cukup ditulis 1K hampir mirip dengan Devaluasi (penurunan mata uang rupiah dengan mata uang asing seperti dengan Dollar Amerika dan Uero) padahal K menunjukkan Kilo artinya Berat Satuan bukan Besarsn atau Nilai Barang. Inflasi seakan-akan didepan mata padahal kita baru pulih dari Pandemi Covid 19 tahun 2020-2022 dan Krisis Moneter 1998 dan 2008.

Polemik Pimpinan Komisioner meminta maaf dan menyatakan para Penyidik Khilaf ke PUSPOM TNI sebetulnya pengalihan Isu, dimana Proses Tipikor Basarnas apakah Pejabat Instansi/ Institusi Pemerintahan lainnya maupun Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak tahu atau memang pura-pura tidak tahu.

Dimana perencanaan Anggaran pasti sudah sejak awal. Ataukah KPK takut karena Kepala Basarnas “dilindungi oleh institusi militer karena sebagai Perwira Tinggi Aktif”. Hanya waktu yang membuktikan apakah janji Danpuspom TNI dan Ketua KPK terbukti atau tidak,” tanya Dr Kurnia Zakaria mengakhiri perbincangannya.

(Rmn)

Komentar

Tinggalkan Balasan