oleh

Pengoplosan BBM Bersubsidi dan Tambang BBM Liar di Jatim, Dr Kurnia Zakaria : Ini Ancamannya

Jakarta – Cakranusantara.net | Ketidakjelasan proses pelaporan Operasi Tertangkap Tangan (OTT) di Polres Gresik, Polda Jawa Timur dua Truk Tangki BBM Illegal diduga milik PT Berkah Inti Mulia Abadi (BIMA) dengan nopol L 8110 USK dan L 8048 USK yang dikendarai inisial J mengaku mengangkut BBM Illegal itu dari tambang minyak tua dan liar, daerah Bojonegoro dan lapak-lapak liar tanpa surat ijin yang akan dikirim ke Pelabuhan resmi Gresik.

“Dengan cara truk tangki yang berangkat dari pool BIMA Desa Wonocolo, Kabupaten Bojonegaro ke Desa Kedewan, Senori dan Desa Bulu, Kabupaten Tuban yang telah mengambil minyak di tandon-tandon IBC berisi penampungan Minyak Gunung dicampur dari tukang ronjot sepeda motor menggunakan jerigen biru isi solar subsidi untuk para petani dan para nelayan yang seharusnya disalurkan oleh SPBU Pertamina ke Koperasi atau BUMDes resmi dan berijin Pertamina untuk kebutuhan nelayan dan petani,” papar Dr Kurnia Zakaria yang merupakan pakar hukum dan juga Dosen di sejumlah Universitas di Jakarta, Kamis (5/10/2023).

Dalam pasal 53 hingga pasal 58 UU No.22 Tahun 2001 tentang Minyak BBM dan Gas bumi (Migas) para pelaku diancam pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak 60 miliar rupiah, ditambah pencabutan hak dan/ atau perampasan barang yang digunakan atau yang diperoleh dari tindak pidana Migas.

“UU ini masih mempunyai kelemahan ketentuan batas maksimun, penyalahgunaan BBM Bersubsidi yang dijual secara bebas dan tidak ada ketentaun mengenai draft minimum khusus dalam tindak pidana Illegal Oil & Gass,” paparnya.

Kegiatan usaha hulu Migas dari Eksplorasi hingga Ekploitasi dan kegiatan usaha hilir pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan Niaga. Dalam UU No 22 Tahun 2001 tentang Pengolahan tanpa ijin Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Gas Bumi sesuai pasal 23 dan pasal 53 akan diancam pidana penjara paling lama 5 tahun penjara dan denda paling banyak 50 miliar rupiah.

“Pasal 23, 53 dan 55 UU No 22 Tahun 2001 tentang pengangkutan BBM tanpa ijin akan diancam pidana penjara paling lama 4 tahun penjara dan denda paling banyak 40 miliar rupiah. Pasal 23 jo pasal 53 UU No 22 Tahun 2001 tentang penyimpanan Illegal BBM akan diancam pidana penjara paling lama 3 tahun penjara dan denda paling banyak 30 miliar rupiah. Sedangkan melakukan jual beli BBM Illegal (Niaga) akan dipidana penjara paling lama 3 tahun penjara dan denda paling banyak 30 miliar rupiah. Pemalsuan BBM akan dikenakan pasal 28 ayat (1) jo pasal 54 UU No.22 Tahun 2001 akan dikenakan pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak 60 miliar rupiah,” tegas Dr Kurnia Zakaria.

Sementara, perniagaan BBM Illegal dan usaha Niaga pengomplosan BBM Bersubsidi ke BBM Industri termasuk pelanggaran UU No 10 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah UU No 17 Tahun 2016 tentang Kepabeanan. Selain itu, juga melanggar Permendag No.03/M-DAG/PER/I/2005 tentang Ketentuan Ekspor Impor Migas dan Bahan Bakar lain. Juga melanggar Inpres No 5 Tahun 2000 tentang koordinasi penanggulangan masalah penyalahgunaan pada penyediaan dan pelayanan BBM.

“Tertuang dalam peraturan Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) No 7 Tahun 2015. Selain itu, UU No 25 Tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan Nasional dan UU No 32 Tahun 2014 tentang Kelautan serta Perpres No 178 Tahun 2014 tentang Bakamla,” lanjutnya.

Seharusnya Aparat Penegak Hukum (APH) Polres Gresik hingga Polda Jawa Timur (Jatim) tidak membiarkan proses pelaporan media dan masyarakat Gresik-Pasuruan-Bojonegoro-Tuban Provinsi Jatim dibiarkan berlalu begitu saja atau “dikondisikan”. Pihak Pertamina Jatim juga seakan diam saja melihat kasus tersebut, yang mungkin merugikan kapal-kapal pembeli BBM Oplosan ini lebih murah dari BBM Industri yang tentu saja tidak perlu Pajak dan retribusi dan jangan sampai dugaan masyarakat banyak pihak ikut serta “menikmati bagian dari kejahatan para mafia BBM Subsidi” di Jatim. Bila sampai terjadi Hukum dan Keadilan niscaya hanya ada bagi masyarakat kecil, petani dan nelayan serta para pengusaha pemilik kapal niaga yang mesinnya cepat rusak menggunakan BBM oplosan.

“Terdapat hubungan yang kuat antara lingkungan hidup, struktur ekonomi dan pilihan perilaku yang mereka perbuat selanjutnya. Richard Cloward dan Lloyd E, Ohlin dalam Teori Kesempatan (Opputunity Theory) berpendapat bahwa munculnya kejahatan dan perilaku menyimpang norma hukum karena kesempatan untuk patuh dan tidak patuh. Bilamana patuh karena petugas APH dan Pertamina sera Birokrasi Aparat Pemerintah Daerah (Pemda) tegas dan terus mengawasi setiap celah penyalahgunaan jabatan dan penyelewengan pemasaran dari pengolahan hingga lenjualan secaara terus menerus dan terorganisir tiap wilayah, tentu masyarakat akan terima harga BBM yang berlaku berapapun dan tidak merasa dirugikan sesuai harga yang terjangkau. BBM mudah didapatkan dan konsumen mempunyai pilihan dan terjamin Kualitasnya. Pertamina harus berperan aktif, jangan sibuk dengan Bisnis lain diluar lenyaluran BBM dan Gas Bumi, tidak usah Komisaris dan Direksi Pertamina hiraukan lagi sebagai “alat Politis dan ATM Aparat Birokrasi dan APH” dan buka usaha bidang diluar rel bisnisnya, sehingga ada Mafia SKK Migas Jilid II lagi,” keluhnya.

Bima, saya yakin tidak akan berani bermain sendiri tanpa pelindung (backing) dan pasti jelas para pengusaha hitam dan oknum APH yang bermain mata. Tapi apa berani APH menegakkan hukum atau nanti hanya pelaku kelas teri (lapangan) saja yang kena pidana. Keadilan akan dirasakan bila terjaminnya Hak Hidup dan Hak Ekonomi rakyat banyak, Keadilan Represif dimana pelaku kejahatan akan ditindak secara tegas dan APH bertindak sesuai Prosedur tanpa pandang bulu. Keadilan Responsif akan bersikap Adil dan APH bertindak Profesional dan Independen.

“Selain aturan perundang-undangan diatas para Mafia Migas telah melanggar ayat 27 ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 dan UU Tipikor bisa dikenakan, jo Putusan Mahkamah Konstitusi No 25 PUU-XIV/2016 tentang perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara. Sesuaai pasal 2 ayat (1) UU No 31 Tahun 1999, Suap melanggar Pasal 3 UU No 20 Tahun 2001 dan penggelapan jabatan melanggar Pasal 8 UU No 20 Tahun 2001,” tandas Dr Kurnia Zakaria.

(Rmn UBK)