Jakarta – Cakranusantara.net | Kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dipengaruhi denganĀ keserakahan dalam berkuasa dan juga untuk berburu kenikmatan duniawi serta buas memangsa yang lemah (napsu hewani).
Dr. Kurnia Zakaria mengungkapkan, bahwa dengan itu tidak lagi sanggup hidup dalam kemiskinan dan ketidakmampuan dalam berpikir kritis. Mereka berpikir korupsi sudah bukan lagi dosa serta wajar bertindak melanggar karena ada dispensasi dan kekebalan hukum.
“Manusia hidup ditentukan kekuasaan materi dunia. Orang yang banyak shadaqoh atau menyumbang tentunya orang yang punya uang lebih (orang kaya). Akhiratpun bisa tercapai jika materi dunia berkecukupan,” terangnya, Sabtu (30/12/2023).
Kasus Tipikor di Indonesia tahun 2023 meroket naik, berhasil menduduki peringkat 110 dunia, yang sebelumnya dalam Nomor urutan ke 96, seperti terpidana Lukas Enembe, kasus Tipikor APBN dan APBD provinsi Papua dan dana penyelenggaraan PON Papua terbukti bersalah kemudian divonis 5 tahun penjara.
“Terdakwa Johnny G Plate mantan Menkominfo kasus Tipikor tower BTS kemenkominfo serta terdakwa Syahril Yasin Limpo mantan Mentan kasus jual beli jabatan di Kementan dan mantan Ketua KPK Firli Bahuri kasus gratifikasi, mantan Wamemkumham perkara gratifikasi pengesahan PT dalam sistem sisminbakum Dirjen AHU,” lanjutnya.
Susah semakin jelas, makin mempunyai jabatan tinggi, peluang penyalahgunaan wewenang dan penyelewengan membuka ribuan kesempatan. Godaan materi mengusik idealisme dan intelektual. Harta dan Tahta lebih kuat dari idealisme dan religius. Rongrongan keluarga tambah dekat, dan gaya hidup membuat gelap mata.
“APH yang berhasil mencapai jabatan tertinggi perlu logistik yang cukup, agar karir meningkat, orang jujur dan beruntung saja yang mungkin berhasil, tapi itu satu orang dari 1 juta orang. Masyarakat juga melihat keluarga koruptor masih eksis dan tetap kaya, sukses dalam karir maupun sosial, cuma sesaat saja dijauhi, ketika susah. Dan mungkin mendekat lagi bila masih berpengaruh,” ujarnya. (Rmn)
Komentar