Jakarta – Cakranusantara.net | Dugaan Korupsi Pengadaan Tower Transmisi PT. PLN Tbk. Persero Tahun 2016 sebanyak 9.085 set dengan anggaran Rp.2.251.592.767.354,00 (2,2 triliun rupiah) dimana sudah diusut oleh pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) sejak 14 Juli 2022 diduga ada penyelewengan pengadaan.
Hal itu diungkapkan oleh Dr. Kurnia Zakaria, mahih lanjutnya, sejak awal diatur oleh Ketua Aspantindo (Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia) sekaligus Direktur Operasional PT. Bukaka bersama 13 perusahaan anggota Spento lainnya dengan cara menambah anggaran. Dimana tower yang akan dibuat sebanyak 12.085 tower (3000 tower tambahan).
“Dalam Perjanjian Pekerjaan Proyek akan selesai pada Oktober 2017, akan tetapi baru terealiasasi hanya 30% dan memaksa PT PLN membuat addendum (2 kali) hingga Maret 2019 terbangun 10.000 set tower, sehingga ada pembengkakkan anggaran dan ada 3000 set tower diluar lokasi yang telah ditentukan dalam proyek awal. Ironisnya, pihak Jampidsus Kejagung belum menetapkan Tersangka satu orangpun,” ujarnya, Minggu (5/5/2024).
Dalam kasus lain KPK telah mengusut dugaan korupsi PT. PLN Unit Induk Pembangkit Sumatera Bagian Selatan tahun 2017-2022, terkait pekerjaan retrofit sistem soortblowing (pergantian suku cadang) PLTU Bukit Asam. Dimana nilai kerugiannya mencapai puluhan milyar rupiah. KPK telah menetapkan 2 orang tersangka, yakni pimpinan PT PLN dan satu orang tersangka swasta.
“Perlu disadari bahwa kejahatan yang dilakukan dengan berkolusi (an agreement between two or more persons to defraud a persons of his rights by the forms of law, or to obtain an object forbidden by law), memakai modus operandi yang sangat rapi dan sulit diketahui, para pelaku adalah orang-orang yang mempunyai jabatan/ kedudukan tinggi, pengambil kebijakan, mempuyai kekuasaan (baik uang maupun peranannya), mempunyai koneksitas yang luas dan kuat mampu mempengaruhi kekuasaan dan aparat penegak hukum (APH),” lanjutnya.
Kolusi terjadi antar pengusaha (korporasi) dengan penguasa/ pejabat (birokrat), maupun dengan sesama pengusaha, kalangan profesi termasuk APH. Para pelaku juga menggunakan fasilitas hukum seperti rahasia perusahaan, rahasia bank, rahasia medis, rahasia klien. Maka aparat terkadang kesulitan dan ragu mencari bukti-bukti kejahatan.
“Selain modus operandi yang rapi, rahasia sulit ditembus (backing) baik ekonomis maupun politis. Dari segi kerugian bagi korban bukan individu/ personal tapi negara dan masyarakat luas. Kerugian negara bukan saja materi maupun proyek negara yang gagal dan tidak bermanfaat juga merusak sendi sendi kehidupan masyarakat. Ambruknya moralitas dan etika, serta menimbulkan ketidakpercayaan terhadap Pemerintahan. Yang memprihatinkan kejahatan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) ini diketahui setelah bertahun-tahun terjadi tanpa adanya proses hukum. Serta pihak Negara dan Masyarakat luas tidak merasa adanya kerugian,” keluhnya.
“Sedangkan pemulihan kerugian negara membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang tidak kecil. Masyarakat sendiri yang menerima akibatnya, semakin banyak masyarakat miskin dan semakin mahal harga, sedangkan nilai Rupiah semakin turun drastis dengan mata uang asing, nilai emas semakin mahal,” imbuhnya.
Kurnia Zakaria mendesak APH segera diajukan Proses Penuntutan dan Pemeriksaan di Pengadilan kasus Penyelidikan dan Penyidikan Dugaan Korupsi proyek-proyek PT. PLN (Persero) baik yang disidik KPK, terkait kasus dugaan proyek pergantian suku cadang PLTU Bukit Asam, maupun kasus dugaan korupsi pengadaan 9.085 tower PLN. Agar segera terciptakan kepercayaan Masyarakat terhadap APH dan Pemerintah.
“Tidak mungkin korupsi hanya dilakukan oleh pihak yang terlibat, akan tetapi juga pihak pengambil kebijakan. Bersihkan PT PLN dari KKN. Memang dalam Penindakan Kasus Korupsi di Indonesia pihak APH masih terkesan tebang pilih, tergantung Intervensi Kekuasaan. Pemilihan Komisioner KPK bukan lagi ditentukan oleh KPK maupun Presiden karena Faktor Politis dan deal-deal politik sangat berpengaruh pada kekuatan Partai Politik (Parpol) Parlemen dan Kolusi Nepotisme APH sendiri. Pemilihan Kepala Kepolisian dan Jaksa Agung harusnya Pejabat Karir Aktif yang dikenal Bersih dan Jujur . Bukan usulan dari Parpol maupun restu koalisi pendukung Presiden,” tandas Dr. Kurnia Zakaria yang merupakan salah satu pakar hukum di Indonesia. (Rohman)
Komentar