oleh

Terdakwa Anifah Hadirkan Saksi Ahli Pidana Dari Universitas Undip

Cakranusantara.net, Pati || Dugaan Penipuan Rp. 3,1 Milyar untuk sidang kesepuluh dengan agenda pemeriksaan keterangan Saksi-saksi A de charge yakni saksi Ahli Pidana yang dihadirkan oleh Terdakwa dalam perkara nomor : 113/Pid.B/2025/PN.pti.

Perkara Tindak Pidana Penipuan dan/atau Penggelapan yang menimpa korban Wiwit warga Desa Bumirejo, Kecamatan Margorejo, Kabupaten Pati Jawa Tengah dengan terdakwa Anifah berdomisili di jl. mojopitu, no. 16, Kelurahan Pati Kidul, Kecamatan/ Kabupaten Pati.

Kuasa hukum korban Dr. Teguh Hartono, S.H. M.H., menerangkan, bahwa sidang ke-Sepuluh ini dengan agenda pemeriksaan saksi a de charge dari pihak Terdakwa yaitu saksi Ahli yang bernama Mujiono Hafidh Prasetyo dari Universitas Diponegoro (Undip) yang pada intinya menjelaskan perbedaan antara tindak pidana penipuan dan/atau penggelapan dengan wanprestasi.

“Diketahui fakta-fakta dimuka persidangan sebelumnya, terungkap bagaimana cara Anifah melakukan penipuan dan atau penggelapan bermula pada 27 Maret 2023 meyakinkan korban di rumahnya, bahwa Terdakwa memiliki usaha ternak ayam, jual beli ayam, pakan ayam dan kerjasama dengan pihak RPA serta menjanjikan bagi hasil antara 5 sampai 7 persen,” terangnya.

Dengan berbagai tipu muslihat Anifah, lalu Korban selama kurun waktu bulan Maret 2023 hingga Maret 2024 mengalami kerugian sebesar Rp 3,1 Milyar rupiah. Dalam persidangan didapati fakta bahwa uang bagi hasil yang pernah diberikan kepada Korban ternyata uang dari Korban itu sendiri. Ironisnya, ternyata Uang Korban tidak dipergunakan untuk usaha yang maksudkan. Bahkan didapati ternyata perusahaan Anifah itu fiktif.

“PT PUAS sudah tidak beroperasi sejak Tahun 2021. PT. Mustika Jaya Abadi Kudus tidak terdaftar di Ditjen AHU Kemenkumham. Tragisnya, keterangan saksi Ahli Pidana dalam persidangan menyampaikan pendapat bahwa dalam hal ini diutamakan Perdata dahulu daripada Pidana berdasarkan Pasal 80 KUHP. Ini tentunya bertentangan dengan Pasal 29 Algemeine Bepalingen Van Wetgeving Voor Indonesia, dalam Pasal ini mengatur tuntutan pidana harus didahulukan daripada perdata. Kalo Pasal 80 KUHP yang disampaikan oleh Ahli tadi setahu saya terkait daluwarsa penuntutan pidana,” sambung Kuasa Hukum Wiwit.

Teguh Hartono berharap kepada Majelis Hakim agar mengabaikan keterangan atau pendapat Ahli yang dihadirkan kali ini karena dinilai keterangannya tidak konsisten dalam memberikan pendapat. Dari Satu sisi Ahli sependapat, apabila perikatan terdapat tipu muslihat maka itu termasuk penipuan, tapi di sisi lain Ahli mengatakan wanprestasi.

“Ketika diminta pendapat, kenapa wanprestasi, saksi ahli menyatakan tidak bisa menjawab karena bukan Ahli Hukum Perdata tapi Ahli Hukum Pidana. Selanjutnya, Ahli juga menerangkan bahwa jaminan yang bukan miliknya tidak bisa kategorikan sebagai itikad baik. Kemudian Ahli juga berpendapat jika ada pemberian ganti kerugian setelah proses berlangsung, maka tidak dapat menghapus pidananya”. tandas Dr. Teguh Hartono. Rohman

Komentar

Tinggalkan Balasan