Jakarta, Cakranusantara.net | Kepolisian Republik Indonesia (Polri) didesak agar memeriksa mantan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait kasus gagal ginjal akut yang saat ini naik ke tahap penyidikan. Ironisnya, belum ditetapkan sebagai tersangka.
Diketahui, Polisi telah menaikan status kasusnya ke tahap penyidikan, sebab ada dugaan keterlibatan BPOM. Berdasarkan hasil pengembangan kasus GGAPA sebelumnya yang menewaskan anak-anak tak berdosa.
“Meski Eks Kepala BPOM, Penny K. Lukito tidak lagi menjabat, tapi peristiwa hukumnya saat ia menjabat, maka Polri harus tetap memeriksanya, untuk kepentingan penyidikan. Jangan lari dari tanggung jawab,” cecar pakar hukum Universitas Indonesia (UI) Kurnia Zakaria kepada cakranusantara.net, Sabtu (30/12/2023) malam.
Kurnia juga menilai, Eks Kepala BPOM telah gagal melakukan pengawasan dalam peredaran obat-obatan di kalangan masyarakat. Sehingga ratusan anak-anak menjadi korban meninggal.
“Bareskrim Polri meningkatkan kasus Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) yang diduga melibatkan BPOM itu. Peningkatan status menjadi penyidikan setelah penyidik menemukan unsur pidana.
“Sudah naik penyidikan, tapi belum penetapan tersangka. Polisi telah memeriksa sejumlah saksi dari pihak BPOM hingga perusahaan produsen obat jenis sirup penyebab gagal ginjal, dan memastikan penyidik akan bersikap profesional dan tidak akan diintervensi oleh siapapun,” jelasnya menirukan Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Nunung Saifuddin belum lama ini.
Polri sudah memeriksa 11 saksi saksi bukan hanya dari BPOM saja, ada saksi ahli, juga dari PT Afi Farma. Dalam perkara ini, Bareskrim telah menetapkan 5 perusahaan sebagai tersangka korporasi, yakni PT Afi Pharma, PT Tirta Buana Kemindo, PT Fari Jaya, CV Anugrah Perdana Gemilang dan CV Samudra Chemical.
“Bareskrim Polri telah menetapkan dua orang petinggi CV Samudra Chemical sebagai tersangka. Mereka berinisial E yang merupakan pemilik perusahaan sekaligus Direktur Utama (Dirut) dan AR (Direktur),” paparnya.
Atas perbuatannya, seluruh tersangka dijerat pasal berlapis yakni Pasal 196 jo Pasal 98 ayat (2) dan (3) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Subsider, Pasal 60 Angka 10 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Perubahan Atas Pasal 197 Jo Pasal 106 Jo Pasal 201 ayat (1) dan/ atau ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Selain itu, mereka juga dijerat Pasal 62 Ayat 1 Juncto Pasal 8 Ayat 3 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Juncto Pasal 56 Ayat 2 KUHP. (Mi/ Rmn)
Komentar