oleh

Yudha Arfandi Diduga Tenggelamkan Dante di Kolam Renang, Begini Kronologinya

Jakarta – Cakranusantara.net | Kasus terbunuhnya Almarhum Raden Andante Khalif Pramudityo alias Dante umur 6 tahun di kolam renang “Taman Air Tirtamas” Taman Palem, Pondok Kelapa Duren Sawit, Jakarta Timur pada  Sabtu (27/01/2024) diduga dilakukan Yudha Arfandi (YA).

“Pacar Ibunya yang bernama Tamara Tyasmara artis kelahiran 23/01/1995 (29) yang telah menikah dengan DJ Angger Dimas tahun 2017 dan bercerai tahun 2021. YA telah ditangkap di rumah kontrakan mewah berlantai dua di Pondok Kelapa Duren Sawit, Jakarta Timur pada Jumat (9/2/24) oleh Unit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya,” hal itu diungkapkan oleh Dr. Kurnia Zakaria, pakar hukum dan juga Pengacara di Jakarta, Sabtu (10/2/2024).

Ayah dan ibunya pertama kali lapor ke Unit SKPT Polsek Duren Sawit, Polres Metro Jakarta Timur pada akhir bulan Januari. Setelah beberapa hari lalu jadi pusat pemberitaan kasus kematian tidak wajar Dante diambil alih oleh Ditreskrimum Unit Jatanras, Polda Metro Jaya.

“Laporan kedua orangtuanya ‘saksi Tamara’ yakin anaknya bisa berenang dan tidak mungkin tenggelam saat berenang. Saksi kedua Angger Dimas mengatakan korban (anaknya) sempat chat dengan dirinya menyatakan tidak mau diajak berenang bersama “OM” dan sempat meminta ayahnya agar bantu ‘bilang sama Mama’,” paparnya.

Hasil penyelidikan dan penyidikan unit Jatanras, Polda Metro Jaya dan hasil Ekshumasi pada Selasa (6/2/2024) di TPU Jeruk Purut Jakarta Selatan jam 10.00-11.18 WIB oleh Tim Bidokkes Mabes Polri adalah proses forensik setelah korban dikuburkan secara layak ataupun korban dikubur sebagai korban pembunuhan/ penganiyaan yang mengakibatkan kematian dalam upaya mencari bukti adanya kejahatan maupun tidak.

“Sedangkan forensik adalah proses pemeriksaan medis penyebab kematian korban, dan waktu korban meninggal dunia akibat kejahatan. Beda Forensik dengan Visum et Repertum yang dilakukan oleh Dokter Spesialis Forensik dan Spesialis lain yang berkaitan bilamana Forensik dilakukan pada korban meninggal dunia (mayat) dan visum et repertum bila korban masih hidup,” jelasnya.

Kurnia berpendapat, bila hasil penyelidikan Polisi berdasarkan keterangan 16-20 orang saksi lalu hasil rekaman CCTV pihak pengelola Tirtamas berdurasi 121 menit saat kejadian, bukti media elektronik (jejak digital), dan hasil forensik Ekshumasi akhirnya Penyelidik membuat gelar perkara dan menyimpulkan :

1. Bukti Rekaman CCTV, ternyata diduga saat korban menepi di kolam air dewasa ditarik pelaku YA untuk ke tengah kolam dan dibenamkan/ menekan-nekan kepala korban 12 kali ke dalam kolam (usaha menenggelamkan Dante).

2. Bukti rekaman CCTV, YA sebelum berusaha menenggelamkan korban saat menepi dipinggir kolam sempat lihat kanan-kiri dan yakin anak yang sebelahnya tak peduli apa yang dilakukan pada korban karena sedang berusaha naik ke atas kolam sendiri. Lalu YA menarik korban ke tengah kolam tenggelam, dan menekan kepalanya agar korban tenggelam tetapi gagal malah korban berhasil menyelamatkan diri naik keatas kolam lalu korban muntah-muntah, YA pun turut membantu saat diberikan pertolongan pertama pada kecelakaan pada korban tetapi malah korban pingsan, seakan-akan tidak merasa bersalah telah melakukan upaya pembunuhan.

3. Setelah itu korban dibawa pelaku ke IGD RS Islam Pondok Kopi dan pelaku mengabarkan pada Tamara (ibu korban/ pacarnya) korban kecelakaan saat berenang.

4. Saat ibu korban menemui anaknya di IGD RS Islam Pondok Kopi melihat anaknya yang tak sadar (koma) dan sudah membiru. Hasil Forensik Ekshumasi diduga korban meninggal karena kehabisan nafas paru-parunya basah dan ada luka gigitan serta memar-memar luka sekujur tubuhnya.

5. Pengakuan saksi Tamara bahwa luka-luka gigitan dan memar cubitan pada korban dilakukan Tamara saat di IGD RS Islam Pondok Kopi agar korban respon bangun sadar diri karena tetap koma tak sadar. Ada hal yang tidak wajar dilakukan seorang ibu yang mencoba menyadarkan anaknya.

6. Korban waktu itu menurut ibunya Tamara, Dante jago berenang dan ingin berenang maka dititipkan pada pacarnya (diakui temannya) di kolam renang Taman Air Tirtamas dan saat di lokasi langsung berenang. Sedang saksi Tamara berangkat ke tempat shooting film FTV (sinetron) setelah mengantarkan anaknya ke pacarnya di kolam renang Tirtamas. Saat shooting diberitahu pacarnya/ pelaku, anaknya dibawa ke RS Islam Pondok Kopi.

7. Saat pemakaman pada Minggu (28/1/2024) tidak dilakukan autopsi forensik karena korban sudah dimandikan dan siap dikafani, juga merasa tidak perlu autopsi lagi. Tetapi ibu korban Tamara setelah korban dimakamkan di TPU Jeruk Purut Jakarta Selatan merasa perlu lapor ke polisi karena menduga anaknya meninggal tidak wajar.

8. Saat Pelaku YA ditangkap unit Jatanras Polda Metro Jaya begitu tenang saat sedang tidur di kamarnya lantai dua dikontrakan rumah mewah kosong di Jl. Kelapa Kopyor VII Blok A.6 No.5 Pondok Kelapa bersama Jakarta Timur Jumat (9/2/2024) dini hari.

9. Jejak digital YA di akun instagramnya tidak aktif @arfandimou dan akun twitter@yudha_arfandi yang sudah berganti nama status akunnya adalah anak pengusaha Budi Ahmad dan pernah menikah secara mewah dengan Vanesia Anastya Pricilia (VAP) pada 8 April 2019 dengan mas kawin emas 22 gram. Belum ada kejelasan apakah sudah bercerai atau belum?

10. Yudha Arfandi diduga melanggar pasal 76C jo pasal 80 UU No.35 Tahun 2014 tentang UU Perubahan UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dan juga Penyidik mengenakan YA pelanggaran pasal 340 KUHP (Pembunuhan Berencana) dan/ atau pasal 338 KUHP (Pembunuhan) dan/ atau pasal 359 KUHP (Kelalaian mengakibatkan kematian korban).

Penyebab kematiannya jika melihat potongan rekaman CCTV yang viral diduga korban meninggal karena paru-parunya penuh, air dan lambungnya kemasukan air serta asam tinggi karena kehabisan oksigen, urat syaraf tidak bereaksi karena rusaknya jantung kemasukan air dan tekanan pada kembung penuh air kolam renang yang diduga bercampur kaporin. Sehingga korban mual dan muntah-muntah.

“Detak jantung rendah dibawah 60 detak. Kesadaran hilang karena tensi rendah dan detak nadi lambat sehingga syaraf terganggu mengakibatkan tak sadar diri. Sulit bernafas karena sesak didada dan tidak mengalirnya oksigen ke otak, secara kodrat seorang anak kecil suka bermain air dan berenang, jadi wajar Dante yang tadinya malas berenang bersama YA mau dititipkan berenang bersama pelaku tanpa pengawasan orang tuanya,” lanjutnya.

Niat Pelaku diduga ingin hidup bersama pacarnya ‘Tamara’ tidak ingin diganggu adanya korban (korban dianggap beban). Pelaku mempunyai latar belakang traumatis, akibat perkawinan sebelumnya bersama VAP ataupun karena pengalaman masa lalu. Sehingga dirinya yang hidup penuh kemewahan dan fasilitas yang diberikan orangtuanya maupun lingkungan sosialita.

“Rekam jejak digital, sempat foto satu meja bersama Raffi Ahmad dan rekan bisnisnya. Kurnia Zakaria menduga YA adalah anak “manja’’ yang tak pernah merasakan ‘susahnya mencari uang’. Sehingga merasa dengan  adanya korban adalah sebagai beban ‘korban tidak bisa dikendalikan’. Pelaku punya berbagai rencana agar korban menyingkir dari hidupnya. Artinya emosinya kemungkinan bersifat tempramental dan egois, serta tidak suka anak kecil,” ujarnya.

Rasa diri tidak mau ada saingan sangat tinggi. Anak kecil dianggap saingan dan penghalang untuk mendapatkan kasih sayang kekasih sepenuhnya, pelaku juga berperilaku pendendam dan mudah tersinggung, tetapi bisa “melakoni’ prilaku, menutupi perbuatannya dari orang lain (bersandiwara). Dalam kesaksian sahabat ibunya, YA tidak pernah kelihatan setelah kejadian, juga tidak hadir saat pemakaman serta Tahlilan hingga 7 hari.

“Tamara menyatakan putus komunikasi dengan  YA sejak di IGD. Kurnia menduga masa kecil ataupun dewasa,  pelaku penuh kenakalan remaja (delinkuensi) artinya merasa kebal hukum, hidup berkecukupan dan bebas bergaul di kalangan atas, penuh gengsi (sosialita) dan hedonisme (suka kemewahan), mudah lepas dari tanggungjawab, tidak mau terbebani hidupnya,” terangnya.

YA condong tidak merasa bersalah, dan selalu merasa dibela oleh keluarganya bila bermasalah dengan orang lain. Selalu mendapatkan pembenaran dan perlindungan dari keluarganya. Dimana video viral saat penangkapannya dikamar begitu tenang, dan tidak panik tetapi bukan pasrah dan bersalah. Aura muka saat ditampilkan dengan tangan diborgol hanya menunduk malu, sebab ketahuan perbuatan dan kebohongannya. Akan tetapi, ini hanya dugaan dari sudut Kriminolog dan Praktisi hukum Kurnia Zakaria yang juga akademisi. YA seperti pepatah “senang melihat orang susah, susah melihat orang senang”.

“Dari luka-luka yang ada pada korban, Kurnia menduga alasan Tamara tidak mau tindakan otopsi saat itu (27/1/2024) karena menyadari akibat gigitan dan cubitan pada korban saat di IGD RS akan bermasalah dikemudian hari. Tamara juga diduga berbohong, jika pelaku diakui hanya temannya bukan pacarnya. Menurut Kurnia seharusnya penyidik mendalami alasan Tamara luka-luka pada korban akibat gigitan dan cubitan menimbulkan memar luka di korban yang masih berbekas saat di ekshumasi setelah 9 hari lebih dikuburkan secara wajar dan layak. Wajarkah alasan Tamara mengakui bekas luka gigitan dan memar cubitan timbul sebagai upaya dirinya membangunkan korban yang koma dan sudah membiru berbaring terbujur kaku di IGD. Artinya Tamara bila shock berat, itu tidak wajar. Tamara mengigit dan mencubit korban yang diduga sudah meninggal dunia walaupun tidak menerima merasa kehilangan Dante anak tunggal dan kesayangan,” tuturnya.

Oleh sebab itu, bila menikah kita harus tahu “BOBOT BIBIT BEBET” calon pasangan, dan ada Hadist Nabi Muhammad SAW yang menyatakan memilih pasangan hidup harus dilihat hartanya, keturunannya, kecantikan (rupa) dan agamanya. Artinya harta suami harus lebih banyak daripada istrinya (minimal setara penghasilan), karena bila ada ketimpangan bisa menimbulkan perceraian dan konflik keluarga. Juga melihat perilaku agamisnya (ketaatan pada ajaran agamanya) pasangan hidup.

“Melihat agama, itu paling utama, walaupun banyak kasus perceraian karena alasan ekonomi, sehingga menimbulkan percekcokan terus menerus antara suami istri. Keturunan dimaksudkan lebih mengenal, dan memahami keluarga besarnya karena harus menyesuaikan perbedaan latar belakang sosial, status, pendidikan, dan kultur antara pasangan hidup masing-masing,” tutupnya. (Rohman)

Komentar

Tinggalkan Balasan