oleh

Hukum Pajak : Cara Penagihan Pajak, STP, SKPKB, SKPBT dan Penagihan Seketika dan Sekaligus

Jakarta – Cakranusantara.net | Penagihan Pajak dilakukan dengan cara menerbitkan Surat Tagihan hutang pajak, sekaligus menagih denda dan bunga 2% dari pokok pajak terhutang karena keterlambatan, maksimal 24 bulan terlambat atau 48% dari pajak terhutang.

Alat Penagihan Pajak meliputi :

1. Surat Tagihan Pajak (STP)
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ( SKPKBT )
4. Pengihan hutang pajak seketika dan sekaligus.

Penagihan pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti menyampaikan Surat Teguran dan/ Surat Peringatan, melaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, melaksanakan Penyitaan, mengusulkan Pencegahan, melaksanakan Penyanderaan, hingga melakukan penjualan Barang Sitaan.

Penagihan pajak ditujukan kepada Wajib Pajak yang pajaknya masih terutang dan belum dibayarkan. Langkah tersebut menjadi salah satu langkah optimalisasi penerimaan pajak melalui skema intensifikasi.

Penagihan pajak dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk dan dilaksanakan berdasarkan tata cara penagihan yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Ketentuan tata cara penagihan pajak terbaru yang berlaku saat ini adalah PMK Nomor 61 Tahun 2023.

PMK Nomor 61 Tahun 2023 disahkan dengan maksud untuk memberikan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan terhadap pelaksanaan tindakan penagihan pajak dan peraturan perundang-undangan di bidang penagihan pajak.

Sebelumnya, tata cara penagihan diatur dalam PMK Nomor 189/PMK.03/2020. Namun, PMK Nomor 189/PMK.03/2020 dinilai memerlukan penyempurnaan, mengingat adanya penyesuaian ketentuan mengenai bantuan penagihan pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Dengan demikian, pemerintah mengatur kembali ketentuan tata cara penagihan pajak dalam PMK Nomor 61 Tahun 2023 dan mencabut 3 aturan yang berlaku sebelumnya, yaitu :
1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 85/KMK.03/2002;
2. PMK Nomor 23/PMK.03/2006; dan
3. PMK Nomor 189/PMK.03/2020.

Ketentuan Baru Tata Cara Penagihan Pajak Sesuai dengan poin menimbang, salah satu ketentuan baru dalam PMK Nomor 61 Tahun 2023 mengatur tentang bantuan penagihan pajak dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra. Ketentuan diatur dalam Bab VIII dan merupakan aturan turunan dari Pasal 20A Undang-Undang KUP dan Pasal 48 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022.

Tata cara bantuan penagihan pajak dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra diatur pada Pasal 78 sampai dengan Pasal 127, Pasal 131, Pasal 132 ayat (2), Pasal 133 sampai dengan Pasal 135, Pasal 138, serta Pasal 145 PMK Nomor 61 Tahun 2023. Selain itu, pemerintah juga menambah ketentuan dukungan pelaksanaan tindakan penagihan pajak pada Pasal 146 PMK Nomor 61 Tahun 2023. Sebelumnya, ketentuan bantuan penagihan pajak dengan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 79 PMK Nomor 189/PMK.

Ketentuan baru tata cara penagihan yang ditambahkan dalam PMK Nomor 61 Tahun 2023 diantaranya :

a. Menambah wewenang Menteri Keuangan dalam menunjuk pejabat lain untuk penagihan pajak pusat. Hal ini diatur dalam Pasal 2 Ayat (2) huruf d PMK Nomor 61 Tahun 2023;

b. Menambah wewenang pejabat untuk mengajukan kembali permintaan pemberitahuan saldo harta kekayaan yang tersimpan pada nomor Rekening Keuangan Penanggung Pajak dalam hal diketahui bahwa saldo harta kekayaan Penanggung Pajak kurang dari Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak. Hal ini diatur dalam Pasal 30 Ayat (5) PMK Nomor 61 Tahun 2023;

c. Menambahkan ketentuan bahwa jurusita dapat meminta bantuan penilaian kepada Penilai Pajak dalam memperkirakan nilai pajak yang disita. Hal ini diatur dalam Pasal 24 Ayat (5) PMK Nomor 61 Tahun 2023;

d. Menambah pajak karbon sebagai jenis pajak yang atas utang pajaknya wajib dibayar dan dapat dilakukan tindak penagihan pajak yang diatur dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf g PMK Nomor 61 Tahun 2023;

Barang bergerak dapat disita sebelum penyitaan barang bergerak, dapat dibatalkan yaitu apabila barang bergerak tidak ditemukan atau barang bergerak yang ditemui tidak memiliki nilai atau harganya tidak memadai dibandingkan dengan utang pajaknya. Hal ini diatur dalam Pasal 24 Ayat (2) PMK Nomor 61 Tahun 2023 ;
Menambah tempat lain penyimpanan barang sitaan dalam hal menurut juru sita barang sitaan tersebut harus disimpan di kantor Pejabat atau tempat lain, yaitu kantor aparat Pemerintah Daerah setempat yang menjadi saksi dalam pelaksanaan sita dalam hal Penyitaan tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara. Hal ini diatur dalam Pasal 25 Ayat (3) huruf d dan e PMK Nomor 61 Tahun 2023;

Menambah dua kondisi tertentu pencabutan sita, yaitu dalam hal:

a. Barang sitaan yang dijual secara lelang maupun tidak secara lelang tidak terjual dan Pejabat mendapatkan Barang lain dengan nilai paling sedikit sama dengan Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak; dan/atau

b. Wajib Pajak telah mendapatkan keputusan persetujuan pengangsuran pembayaran Pajak atas Utang Pajak yang menjadi dasar dilakukan Penyitaan.
Hal ini diatur dalam Pasal 26 Ayat (2) PMK Nomor 61 Tahun 2023;

Menambah dua kondisi tertentu pencabutan blokir, yaitu dalam hal:

a. Wajib Pajak telah mendapatkan keputusan persetujuan pengangsuran pembayaran Pajak atas Utang Pajak yang menjadi dasar dilakukan Pemblokiran;, dan/ atau

b. Telah dilakukan Pemblokiran yang melebihi jumlah Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak. Hal ini diatur dalam Pasal 33 Ayat (1) huruf h dan i PMK Nomor 61 Tahun 2023;
1. Menambah ketentuan tata cara pemblokiran dalam rangka melaksanakan penyitaan terhadap surat berharga yang diatur dalam Pasal 43, 44, dan 45 PMK Nomor 61 Tahun 2023;
2. Menambah ketentuan tata cara penyitaan surat berharga yang tidak diperdagangkan di Pasar Modal, Piutang, dan Penyertaan Modal, yang diatur dalam Pasal 48 dan 49 PMK Nomor 61 Tahun 2023;
3. Menambah ketentuan tata cara pelaksanaan penjualan baik secara lelang maupun penjualan yang tidak dilakukan dengan cara lelang, yang diatur dalam Pasal 51, 52, dan 53 PMK Nomor 61 Tahun 2023;
4. Menambah ketentuan tata cara penyampaian dokumen terkait penagihan pajak, yang diatur dalam Pasal 133 sampai dengan Pasal 138 PMK Nomor 61 Tahun 2023.

Selain itu, PMK Nomor 61 Tahun 2023 juga memperjelas beberapa ketentuan yang sebelumnya telah diatur. Terkait ketentuan jangka waktu yang sebelumnya beredaksikan “mendekati daluwarsa penagihan”, aturan ini mengatur jangka waktu lebih jelas menjadi “daluwarsa dalam jangka waktu kurang dari 2 (dua) tahun” dalam Pasal 6 Ayat (8) huruf b, Pasal 6 Ayat (10) huruf a, dan Pasal 9 Ayat (10) huruf d PMK Nomor 61 Tahun 2023. Aturan ini juga memperjelas kriteria pegawai yang dapat menerima pemberitahuan surat paksa atas Wajib Pajak Badan, yaitu pegawai tetap yang meliputi pegawai perusahaan yang membidangi keuangan, pembukuan, perpajakan, personalia, hubungan masyarakat, atau bagian umum dan bukan pegawai harian yang diatur dalam Pasal 15 Ayat (4) huruf b PMK Nomor 61 Tahun 2023.

Ketentuan yang lebih spesifik juga diatur dalam kaitannya dengan kriteria pemerintah daerah sebagai pihak yang menerima surat paksa dalam hal pemberitahuan surat paksa tidak dapat dilaksanakan. Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud yaitu sekurang-kurangnya setingkat Sekretaris Kelurahan atau Sekretaris Desa yang diatur dalam Pasal 18 Ayat (1) PMK Nomor 61 Tahun 2023. Selain itu, dalam Pasal 18 Ayat (3) PMK Nomor 61 Tahun 2023, pemerintah juga mengatur adanya cara lain mengumumkan surat paksa yaitu melalui situs resmi Direktorat Jenderal Pajak atau situs lain yang ditunjuk oleh Pejabat. Dosen : Houtlan Napitupulu. Editor : Rohman

Komentar

Tinggalkan Balasan