Kudus – Cakranusantara.net | Sepanjang jalan Mayor Basuno-Ploso Pasar Bitingan, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah memasuki sekitar pukul 00:00 WIB, pengguna jalan disuguhi pertujukan sulap. Pasalnya, pinggiran jalan tersebut dipadati pedagang sayur tengah malam, kamis (30/11/2023).
Maraknya pedagang sayur tengah malam disekitaran pasar Bitingan disinyalir berjalan secara ilegal dan dijadikan lahan basah oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dan dinas terkait.
Berdasarkan amatan Media, selama ini dinas terkait terkesan tutup mata, seakan tidak mengindahkan pengguna jalan yang lalu lalang. Hal itu diperkuat dengan keterangan pedagang yang tidak perlu disebut namanya, guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
“Sebenarnya kami (pedagang) sudah berniat untuk pindah, kami sudah pernah menyampaikan kepada Pemkab. Namun tidak diindahkan”, tuturnya singkat.
Saat disinggung terkait retribusi, ditambahkan pedagang lain menjawab, setiap malam mereka membayar sebesar 5 ribu rupiah untuk lapak besar, dan 2 ribu rupiah lapak Kecil. Namun kami tidak pernah menerima karcis,” tambahnya.
Menanggapi hal itu, Arya aktivis pemerhati pelayanan publik dan supremasi hukum provinsi Jawa Tengah, akan mendesak satuan polisi pamong praja (Satpol PP) selaku penegak perda agar menertibkan pedagang yang menggelar dagangannya sepanjang jalan tersebut. Namun harus dibuatkan tempat untuk berdagang.
“Kita khawatir, di samping membahayakan pengendara yang lalu lalang, sampah-sampah sisa jualan juga menumpuk, sehingga menggangu kebersihan dan keindahan kota,” jelas Arya.
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) dikenal istilah penutupan jalan. Yakni, penutupan jalan akibat penggunaan jalan untuk penyelenggaraan kegiatan di luar fungsinya, yang dapat dilakukan pada jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten/kota, dan jalan desa (Pasal 128 ayat (1) jo. Pasal 127 ayat (1).
Sesuai penjelasan Pasal 127 ayat (1), penyelenggaraan kegiatan di luar fungsinya, antara lain untuk kegiatan keagamaan, kenegaraan, olahraga dan/atau budaya. Artinya, kegiatan perdagangan atau kegiatan berjualan tidak termasuk “penyelenggaraan kegiatan diluar fungsi jalan” yang diatur menurut UU LLAJ.
Walau tak diatur mengenai penutupan jalan untuk berdagang/berjualan, akan tetapi UU LLAJ mengatur mengenai sanksi pidana jika terjadi gangguan fungsi jalan dan fasilitas pejalan kaki (trotoar).
Diantaranya diatur dalam Pasal 28 ayat (1), Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan.”
Kemudian, Pasal 274 ayat (1), “Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta.”
Lalu, Pasal 25 ayat (1) huruf g, “Setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan, salah satunya berupa fasilitas untuk pejalan kaki.
Selanjutnya, Pasal 28 ayat (2) jo. Pasal 25 ayat (1), ”Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan Jalan, dalam konteks ini yang dimaksud adalah trotoar sebagai fasilitas untuk pejalan kaki yang terganggu fungsinya menjadi tempat berdagang.”
Dan, Pasal 275 ayat (1) jo. Pasal 28 ayat (2), “Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi fasilitas Pejalan Kaki dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250 ribu.”
Menurut UU Jalan Selain UU LLAJ, dasar hukum lain yang mengatur mengenai penggunaan jalan untuk kegiatan di luar fungsi jalan, yaitu UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (UU Jalan).
Dalam UU Jalan diatur beberapa sanksi pidana sehubungan dengan ‘melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan’.
Diantaranya seperti diatur dalam Pasal 63 ayat (1), “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 (delapan belas) bulan atau denda paling banyak 1,5 satu miliar lima ratus juta rupiah.”
Kemudian, Pasal 274 ayat (1), “Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta.”
Lalu, Pasal 25 ayat (1) huruf g, “Setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan, salah satunya berupa fasilitas untuk pejalan kaki.
Selanjutnya, Pasal 28 ayat (2) jo. Pasal 25 ayat (1), ”Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan Jalan, dalam konteks ini yang dimaksud adalah trotoar sebagai fasilitas untuk pejalan kaki yang terganggu fungsinya menjadi tempat berdagang.”
Dan, Pasal 275 ayat (1) jo. Pasal 28 ayat (2), “Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi fasilitas Pejalan Kaki dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu.”
Kemudian, Pasal 63 ayat (1), “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang milik jalan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan atau denda paling banyak 5 lima ratus juta rupiah.”
Lalu, Pasal 63 ayat (3), “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang pengawasan jalan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak 2 dua ratus juta rupiah,” pungkasnya.
(Hingga berita ini diterbitkan, tim awak media belum Konfirmasi ke sejumlah dinas terkait guna mendapatkan informasi lebih lanjut).
(Bi/ Rmn)
Komentar