oleh

Kasus Mirna Menyimpan Misteri, Kriminolog Dorong Pemeriksaan Terhadap Hani

Jakarta, Cakranusantara.net | Kasus kematian Wayan Mirna Salihin yang menyeret Jessica Kumala Wongso masih menyimpan misteri. Kuasa Hukum Otto Habisbuan dengan bantuan aparat penegak hukum (APH) bisa menggali siapa sebenarnya yang sudah merencanakan kasus tersebut.

“Baru-baru ini Otto Hasibuan mengungkap fakta, bahwa yang mengajak ngopi di kafe olivier tidak direncanakan oleh Jessica, namun Hani. Dan adakah pengakuan Hani terkait hal itu,” kata kriminolog Universitas Indonesia (UI) Dr. Kurnia Zakaria, Sabtu (30/12/2023).

“Maka itu mesti diperiksa, jika saat di persidangan dia memberikan keterangan palsu. Dan harus laporkan dulu, kalau seandainya Jessica punya opsi bahwa Hani yang mengusulkan untuk ke cafe itu. Bukan hanya semata-mata pengakuan dari Jessica atau klaim dari pengacaranya,” sambungnya.

Namun, hal ini akan sulit dalam mencari novum (bukti baru yang belum terungkap dalam persidangan). Selain itu, Kurnia juga menyoroti laporan terhadap ayah Mirna, Edi Darmawan Salihin ke Mabes Polri pada Jumat (1/12) lalu.

“Laporan itu dilayangkan oleh Tim Aliansi Advokat Pembela Jessica Wongso. Selain Edi, salah satu hakim juga dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA). Kalau ada sangkaan terlibat dalam kasus ini, belum bisa dikatakan oknum, kan baru sangkaan,” katanya.

Laporan-laporan itu juga dapat disebut sebagai novum, jika ada pengakuan Jessica. Disisi lain, Kurnia mendorong agar ada pemeriksaan ulang terhadap saksi-saksi.

“Kalaupun umpanya belum diperiksa dan dijadikan tersangka oleh polisi, itu harus ditanya ulang sama hakim, termasuk pegawai di kafe olivier itu,” tukasnya.

Sebelumnya, Otto Hasibuan membeberkan, bukan Jessica yang pertama kali mengajak untuk bertemu di Kafe Olivier. Namun yang merekomendasikan adalah Hani.

“Yang menentukan tempat itu bukan dia (Jessica Wongso), dia chatting dengan Hani ‘Hani kita mau minum di mana?’ mereka mengatakan minumnya cari aja public market atau di Olivier,” lanjut Kurnia menirukan Otto Hasibuan.

Setelah Hani merekomendasikan Kafe Olivier baru Jessica mencari tahu dan memberikan pendapatnya, ia baru datang dari Sydney, dilihatl dari internet ‘Oh Olivier bagus di Olivier aja yah gitu’ dari sini saja bisa dilihat tidak ada perencanaan.

“Jadi kalau perencanaan itu ada, tentunya dia yang mencari tempat. Namun, yang menawarkan itu adalah Hani. Atas dasar tersebut, menurut Otto Hasibuan tidak ada unsur perencanaan pembunuhan kepada Mirna,” terangnya.

Terkait dengan peninjauan kembali (PK) yang baru, Otto Hasibuan akan mendaftarkannya lagi pada awal tahun depan. Pada bulan Januari atau Februari pihaknya akan memasukkan-nya.

“Rekayasa CCTV, tim pengacara Jessica sedang mengumpulkan sejumlah bukti baru, dengan melakukan beberapa langkah upaya hukum. Antara lain, mencari bukti pelanggaran prosedur,” jawabnnya saat disinggung adanya dugaan rekayasa CCTV.

Menurutnya, dugaan rekayasa itu merupakan hal krusial. Salah satu pertimbangan hakim dalam memutus Jessica bersalah berdasarkan hasil rekaman CCTV di hari Mirna terbunuh.

“Hakim juga memberikan putusan berdasarkan tayangan CCTV, padahal bukti-bukti yang kita peroleh ada dugaan manipulasi. Itu pintu pertamanya,” lanjutnya.

Hakim tak bisa tafsirkan kematian Mirna tanpa Autopsi, jadi Otto berharap Mahkamah Agung (MA) menyoroti tidak adanya hasil autopsi jenazah Mirna yang menjadi rujukan putusan hakim. Hasibuan menilai hakim tidak bisa menafsirkan penyebab kematian korban tanpa autopsi.

“MA harus concern, karena kalau sampai ada seseorang mati tanpa di autopsi tapi hakim menafsirkan sendiri sebab kematiannya tanpa autopsi ini akan cacat dalam peradilan itu,” ujarnya.

Mahkamah Agung harus memperbaiki putusan ini, karena prosedur ini akan cacat dan secara ilmu pengetahuan pun akan cacat juga. Bukti-bukti tengah dikumpulkan oleh tim pengacara Jessica. Dan menargetkan awal tahun sudah terkumpul.

“Mudah-mudahan dalam waktu singkat kami dapatkan semua bukti, dan kami ajukan PK kedua.  Sebagaimana informasi yang beredar, kasus bermula saat Mirna tewas setelah ngopi bareng Jessica di Kafe Olivier, Jakarta Pusat, pada 6 Januari 2016,” katanya.

Kemudian Jessica ditetapkan sebagai tersangka, hingga menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Setelah sidang berjalan, hakim menjatuhkan vonis hukuman 20 tahun penjara, karena dinyatakan telah terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana dengan cara memberi racun sianida ke kopi yang diminum Mirna.

“Hakim menyatakan Jessica terbukti melakukan tindak pidana Pasal 340 KUHP. Tidak terima dengan vonis itu, kemudian mengajukan permohonan banding di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, kemudian menguatkan putusan PN Jakpus Nomor 777/Pid.B/2016/PN.Jkt.Pst pada 27 Oktober 2016,” terangnya.

Jessica terus melawan dengan mengajukan upaya kasasi pada 21 Juni 2017. Ironisnya, MA menolaknya, perkara tersebut diketok oleh ketua majelis kasasi dengan hakim agung Artidjo Alkotsar yang dibantu oleh 2 anggota hakim agung Salman Luthan dan Sumardijatmo.

“Atas vonis kasasi itu, dilanjutkan mengajukan PK. Tragisnya, MA pun menolaknya pada 31 Desember 2018. Jessica saat ini sedang menjalani hukuman di Lapas Pondok Bambu.

“Kejagung menyatakan siap menghadapi PK kedua dari Jessica lantaran seluruh dakwaan telah terbukti dan hukuman Jessica tak berubah mulai tingkat PN hingga MA,” tandasnya. (Rmn)

Komentar

Tinggalkan Balasan