oleh

Peran Serta Masyarakat Dalam Pengawasan Birokrasi Pemerintah Yang Rawan Tipikor Sangat Diperlukan

Maula F Andhi - Tipikor
Maula F Andhi (tengah) Konsultan Bidang Tata Pemerintahan dan Regulasi Kebijakan Publik RI

Cakranusantara.net, Demak || Masyarakat perlu mengawasi beberapa area utama dalam birokrasi yang rawan terjadi korupsi, terutama yang berkaitan langsung dengan pelayanan publik dan pengelolaan keuangan negara.

Berikut adalah hal-hal spesifik yang perlu diawasi :

1. Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (PBJ) Area ini sangat rawan karena melibatkan jumlah uang yang besar. Hal yang perlu diawasi meliputi :

_ Proses Tender : Adanya indikasi rekayasa atau pengaturan pemenang tender tertentu (kolusi).

_ Spesifikasi dan Harga : Kenaikan harga yang tidak wajar (mark-up), atau spesifikasi barang/jasa yang tidak sesuai dengan kebutuhan atau yang tercantum dalam kontrak.

_ Konflik Kepentingan : Pihak yang terlibat dalam perencanaan atau pengawasan proyek juga bertindak sebagai pelaksana.

_ Kualitas Hasil : Hasil pekerjaan (misalnya, pembangunan infrastruktur) yang tidak berkualitas atau mangkrak.

2. Pelayanan Publik

Korupsi dalam pelayanan publik sering kali berbentuk pungutan liar (pungli) dan gratifikasi skala kecil (petty corruption). Yang harus diawasi :

_ Prosedur yang Berbelit-belit : Prosedur yang sengaja dibuat rumit untuk memaksa masyarakat menggunakan “jasa” perantara atau memberikan uang pelicin agar proses cepat selesai.

_ Transparansi Biaya : Ketidakjelasan biaya atau adanya biaya tambahan yang tidak tercantum dalam standar pelayanan resmi.

_ Waktu Pelayanan : Proses yang memakan waktu sangat lama tanpa alasan jelas, kecuali jika diberikan uang tambahan.

_ Persyaratan : Persyaratan yang berubah-ubah atau tidak konsisten.

3. Pengelolaan Anggaran dan Dana

Masyarakat perlu memantau bagaimana dana publik dialokasikan dan digunakan.

_ Transparansi Anggaran : Akses informasi mengenai rincian anggaran dan realisasinya, termasuk dana desa, pendidikan, dan kesehatan.

_ Prioritas Proyek : Penggunaan dana untuk proyek-proyek yang tidak prioritas atau tidak memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.

_ Dana Bantuan Sosial : Penyelewengan atau pemotongan dana bantuan yang seharusnya diterima penuh oleh masyarakat miskin.

4. Rekrutmen dan Mutasi Jabatan

Proses kepegawaian di birokrasi juga rentan terhadap praktik korupsi.

_ Nepotisme : Pengangkatan atau promosi jabatan yang didasari oleh hubungan kekerabatan atau kedekatan, bukan kompetensi.

_ Jual Beli Jabatan : Adanya permintaan imbalan dalam bentuk uang atau barang untuk mendapatkan posisi tertentu.

Peran serta Masyarakat dalam Pengawasan dapat berperan aktif dengan cara :

_ Meminta Transparansi : Secara aktif menanyakan dan meminta akses terhadap informasi publik yang wajib diumumkan oleh instansi pemerintah.

_ Melaporkan Dugaan Korupsi : Memberikan informasi yang disertai fakta atau kejadian yang sebenarnya kepada aparat penegak hukum (KPK, Kejaksaan, Kepolisian) atau Ombudsman.

_ Menggunakan Saluran Resmi : Memanfaatkan layanan aspirasi dan pengaduan online rakyat (LAPOR!) atau saluran pengaduan resmi instansi terkait.

_ Mengorganisir Diri : Bergabung dengan organisasi non-pemerintah atau komunitas anti-korupsi untuk pengawasan kolektif.

Pemerintah menjamin perlindungan bagi pelapor tindak pidana korupsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Peran serta aktivis dan pergerakan anti korupsi di Indonesia dilindungi dan diatur dalam Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta diperkuat oleh Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 2018.

Dasar Hukum

Undang-undang tersebut memberikan landasan hukum bagi partisipasi masyarakat, termasuk aktivis dan organisasi non-pemerintah (LSM) seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), untuk terlibat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Peran dan Hak Aktivis Anti Korupsi

Sesuai dengan UU dan PP terkait, peran serta masyarakat (aktivis) meliputi :

1. Hak Mencari, Memperoleh, dan Memberikan Informasi: Masyarakat berhak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan tindak pidana korupsi.

2. Hak Memperoleh Pelayanan : Masyarakat berhak memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi terkait tindak pidana korupsi kepada penegak hukum atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

3. Penyampaian Pengaduan (Whistleblowing System) : Pengaduan masyarakat telah memberikan kontribusi besar dalam pemberantasan korupsi dan berfungsi sebagai sistem peringatan dini (early warning system).

4. Hak Jaminan Perlindungan : Aparat penegak hukum wajib memberikan perlindungan kepada pelapor, saksi, dan pihak terkait lainnya dari ancaman atau tindakan balas dendam.

5. Hak Memperoleh Penghargaan : Pemerintah dapat memberikan penghargaan berupa piagam dan/atau premi kepada masyarakat yang berjasa dalam pencegahan, pemberantasan, atau pengungkapan tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dalam PP No. 43 Tahun 2018.

6. Peran Edukasi dan Pengawasan : Aktivis dan LSM anti korupsi juga berperan aktif dalam memberikan edukasi kepada masyarakat tentang dampak korupsi serta memantau praktik korupsi di lapangan.

Kewajiban Masyarakat/Aktivis

Di samping hak, partisipasi masyarakat juga disertai kewajiban, antara lain :

1. Memberikan informasi atau laporan dengan itikad baik dan didasari bukti permulaan yang cukup.

2. Menjaga kerahasiaan informasi tertentu yang berkaitan dengan proses penyelidikan atau penyidikan jika diminta oleh aparat penegak hukum. Secara keseluruhan, undang-undang di Indonesia mengamanatkan peran aktif masyarakat dan aktivis sebagai pilar penting dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih dari korupsi.

Komentar

Tinggalkan Balasan