
Kudus – Cakranusantara.net| Noor Aziz (47) dan seluruh keluarganya, warga Desa Gondosari RT 3/RW 2, kecamatan Gebog, kabupaten Kudus, Jawa Tengah terkena Demam Berdarah Dengue (DBD) Namun Penanganan nya terkesan lambat dan saling lempar tanggung jawab.
Sangat disayangkan keberadaan Pemdes itu, yang tidak peka terhadap lingkungan dan warganya, apalagi ini permasalahan klasik setiap tahunnya, jangan bilang anggaran tidak ada. Pasalnya dari pemerintah pusat sudah menganggarkan untuk penanggulangan Bencana yang di anggarkan dari Dana Desa (DD).
“Jangan beralasan bukan wewenang Desa karena masalah kesehatan adalah masalah kita bersama bagaimana kita meresponsif kondisi dilapangan, seperti dikutip dari muria.tribunnews.com.
Ia menjelaskan, demam berdarah awalnya menjangkiti istrinya Nafidotul Annisa (37) dan anaknya berusia tiga bulan yakni Ginong Pratisehsesami pada 15 Maret 2022.
Noor Aziz juga mengeluhkan lambatnya layanan foging di desanya, ketahuan setelah istri cek laboratorium ternyata positif DB, gejalanya sama dengan anak saya yang paling kecil,” ujar dia.
Setelah itu, dia menghubungi perangkat desa agar dapat segera melakukan foging mencegah korban selanjutnya.
“Saya kabari ke desa sejak tanggal 17 maret untuk foging, tapi alasannya bukan kewenangannya,” ucapnya.
Dia menilai pemerintah desa yang tidak peka menanggapi keluhannya tersebut.
Seminggu kemudian, sekitar 24 Maret 2022 anaknya ke dua Nuril Azkya (4) mengalami demam hingga masuk ke Instalasi Gawat Darutat (IGD).
“Anak kedua sampai shock, muntah darah. Sampai dirawat di ICU selama empat hari,” jelasnya.
Nuril Azkya (4) anak kedua dari Anak Noor Azis (47) warga Desa Gondosari, Kudus, terbaring di ranjang perawatan rumah sakit di Kota Kretek, lantaran demam tinggi setelah terserang DBD.
Anak pertamanya, Sholahudin Ahmad Adly (13) mengalami Demam dan dilarikan ke RS Mardi Rahayu Kudus pada Senin (4/4/2022).
“Sampai saat ini masih dirawat di rumah sakit,” ujar dia.
Dia menyayangkan lambannya pemerintah Desa yang sudah menerima laporan warganya terkena DBD.
Karena tidak ada respons dari pihak Desa untuk melakukan foging tersebut, korban bertambah lagi.
Pasalnya, nyamuk DB itu juga dikhawatirkan merebak di lingkungan wilayah sekitar.
“Ini soal kemanusiaan, seharusnya bisa lebih peka ketika ada laporan.”
“Malah bilangnya nggak mau ngurusi tetangga, karena perangkat yang saya lapori rumahnya dekat,” ujarnya.
Dia mendapatkan informasi ada rencana untuk foging pada Rabu (hari ini), namun dinilai sudah terlambat.
Adanya foging itu juga dilakukan setelah pihaknya melakukan protes keras terhadap pihak desa.
“Keluarga saya sudah kena DBD semua, yang belum cuma saya. Kalau difoging besok ya percuma,” jelasnya.
Kepala Desa (Kades) Gondosari Alia Himawati membantah lamban dalam menangani kasus DBD di wilayahnya.
Menurutnya, sejak kejadian itu sudah melaporkan ke bidan desa, dilanjutkan ke Puskesmas untuk diteruskan ke Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Kudus.
“Kami tidak punya kewenangan untuk foging, itu kewenangannya DKK. Dan kami sudah laporkan kejadian itu,” jelasnya.
Kendati demikian, pihaknya juga sudah mengajak warganya untuk menerapkan gerakan 3M untuk mencegah demam berdarah.
Termasuk membagikan abate gratis kepada warganya untuk membunuh jentik nyamuk pada air tergenang.
“Kami sudah memberikan sosialisasi kepada warga untuk memperhatikan kebersihan lingkungan dan membagikan abate,” jelas dia.
(raf/Red)
Komentar