Jakarta – Cakranusantara.net | PT. Summarecon Agung (SA) Tbk. berdiri sejak tahun 1975 oleh Soetjipto Nagaria dan kawan-kawannya dan Go Public tahun 1990. Mulai 7 Mei 1990 Saham PT Summarecon Agung Tbk. ditawarkan sahamnya perlembar Rp. 6.800,- di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang menyatu menjadi Bursa Efek Indonesia) dimana sekarang tercatat di BEI hanya seharga Rp 585,-/saham.
PT SA adalah developer property yang membuka lahan rawa di Jakarta Utara menjadi perumahan elit Kelapa Gading Permai dan membangun Mall Kelapa Gading (MKG 1-3), gedung perkantoran Menara Satu, dan membangun juga Hotel Harris, Hotel Pop dan Sekolah Islam Al Azhar Kelapa Gading dan Bandung, Sekolah BPK Penabur Bekasi, dan membangun Pergurua Tinggi juga, Universitas Pradipta dan Universitas Bina Nusantara Bekasi, serta RS Santa Carolus Summarecon Serpong.
Sekarang PT SA dengan 60 anak perusahaan sudah mengembangkan sayap membangun kota mandiri Gading Serpong, Summarecon di Serpong, Bekasi, Kelapa Gading, Bandung, Bogor dan Makassar Sukawesi Selatan.
Mengutip data di Bursa Efek nilai PT SA ditaksir tahun 2020 bernilai (MRQ) 18.288 trilyun rupiah. Pendapatan Perseroan per 10 hari tercatat 26.399 milyar rupiah dengan omset penjualan property tahun 2020 saja 3,3 trilyun rupiah dari penjualan rumah 70%, ruko 16%, apartemen 9%, dan kavling tanah 5%. Pendapatan tahun 2020 berkisar 5 trilyun rupiah dengan rasio utang terhadap ekuitas Perseroan 1,04. Dalam tahun 2015-2018 deviden saham stagnan diangka 72 milyar rupiah dengan pembagian deviden Rp5,-/saham.
Dalam Laporan Tata Kelola Perusahaan PT SA dengan 60 anak perusahaannya Tahun 2020 tertulis audit terakhir dilakukan Tahun 2019 oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Purwantoro, Sungkono & Surja (afiliasi Ernst & Young) dengan biaya audit sebesar 6 milyar rupiah dimana dilaporkan Dewan Direksi pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RPUST) tanggal 12 Agustus 2020.
Putusan RUPST 2020 diangkat Komite Audit Perusahaan yang diketuai Lexy Arie Tumiwa merangkap Komisaris Independen PT SA. Dalam Laporan Tata kelola Perusahaan Tahun 2020 belum tercantum anak perusahaan PT. Java Orient Property dan tidak tercantum PT SA akam membangun apartemen di Yogyakarta.
Dalam struktur organisasi Perusahaan juga tidak terdapat posisi Vice Presiden PT SA yang dijabat Oon Nusihono.
VP PT SA Oon Nusihono pernah tercatat dalam Berita Acara Pemeriksaan Saksi kasus OTT Tipikor Walikota Bekasi Rahmat Effendi (Pepen) sebesar 1 milyar rupiah dalam dua kali transfer ke Rekening Yayasan Pendidikan milik keluarga Pepen yang kemungkinan besar fee mempelancar proses periinan pembangunan kota Mandiri Summarecon Bekasi.
Fee kepada Kepala Daerah sudah menjadi modus operandi dalam mempermudah keluarnya surat ijin pembangunan property di wilayah kerja Kepala Daerah yang diminta melalui Kepala Dinas terkait. Dan pemberian pihak swasta kepada pihak Eksekutif biasanya melalui ajudan ataupun transfer ke rekening badan usaha atau yayasan sosial milik keluarga Kepala Daerah atau orang kepercayaan (asisten pribadi) Kepala Daerah yang biasanya lebih berkuasa mengatur proyek daripada Kepala Dinas terkait.
Dewan Direksi kemungkinan besar menyetujui pemberian fee apalagi Tahun 2020 saja PT SA yang mempunyai anak perusahaan 60 PT lebih melebarkan sayap pengembangan property Summarecon di Yogya dengan membangun Apartemen di lokasi strategis Malioboro walaupun daerah tersebut daerah cagar budaya, perlu ijin khusus Kepala Daerah.
PT SA perlu meningkatkan omset Penjualan property di lokasi baru. Dan posisi VP PT SA yang bukan termasuk Dewan Direksi ini saya duga yang bertugas membantu memperlancar proses pengembangan property anak perusahaan PT SA yang lebih dari 60 PT.
Dalam laporan Audit Tahunan yang dilakukan KAP terpublikasi saya ketahui terakhir tahun 2019 dimana PT SA menunjukkan penjualan harga saham yang tidak menguntungkan terhitung 7 Mei 1990 ditawarkan Rp6.800,-/saham tetapi tercatat 24 Juni 2022 hanya bernilai Rp 585,-/saham dimana deviden dibagikan tahun 2019 hanya Rp5,-/saham.
Jika saya pemegang saham PT SA minoritas meminta Audit Tahun 2022 pertriwulan dipublikasi dimana dilaporkan nilai pendapatan penjualan property sudah 1,4 rilyun rupiah dimana tahun 2021 hanya dibawah 1 trilyun rupiah. Jika saya sebagai pemilik saham PT SA tidaj berharap harga saham terus turun tetapi harus naik supaya saya mendapatkan keuntungan dari bisnis investasi saham PT SA, tidak terlalu berharap dengan deviden saham yang belum tentu ada tiap tahun.
Apabila saya sebagai pemilik saham minoritas PT SA berharap dan memaksa pihak Direktorat Jampidsus Kejagung RI lebih mendalami hasil proses pemeriksaan Dewan Direksi PT SA dan juga memeriksa Dewan Komisaris PT SA. Seharusnya Komite audit perusahaan harus bisa mencegah hal ini terjadi berulang-ulang atau memang tidak bisa dicegah demi kepentingan proyek property PT SA sendiri.
(Rn-Red)
Komentar