Pati – Cakranusantara.net | Penegakan Hukum terhadap penambang liar/ ilegal seharusnya Polisi menerapkan UU No.4 Tahun 2009, tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pasal 158, pidana bagi orang yang menambang tanpa IUP atau IUPK, sesuai aturan dalam PP No.55 Tahun 2010, dan pasal 98 UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup jo Pasal 55 KUHP.
“Bukan justru sebaliknya, malah turut serta sebagai Backing Pertambangan Illegal. Dalam Peraturan Gubernur Kalimantan Timur No.4 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Izin Usaha Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan Provinsi Kalimantan Timur,” hal itu diungkapkan oleh Dr. Kurnia Zakaria. Kamis (1/12/2022).
Peraturan Daerah (Perda) Kota Samarinda No.12 Tahun 2013 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Kota Samarinda, pasal 90 ayat (2) dan ayat (3) mencantumkan sanksi pidana. Adanya pertambangan batubara ilegal, maka Kota Samarinda tidak mendapatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Justru yang terjadi Kerusakan Lingkungan dan Bencana Alam, dimana Pertambangan Batubara dibuka tanpa adanya Amdal.
Dalam persepektif Kriminologis pendorong timbulnya Mafia Hukum di Kepolisian adanya perubahan hubungan antara aparat penegak hukum (APH) dengan pihak bermasalah hukum, yang tadinya bersifat profesional, menjadi hubungan transaksional, sehingga tumbuh rasa ketidakpercayaan publik terhadap hukum (eigen richting). Hasil penelitian mahasiswa PTIK angkatan 39A Tahun 2004 tentang korupsi:
1. Korupsi internal yang terjadi dalam institusi Polri seperti jual beli jabatan, proses perekrutan calon anggota polri maupun penempatan anggota polisi, pendistribusian logistik dan pemberian fasilitas, serta penyaluran anggaran kepolisian dan transparansi anggaran belanja Polri.
2. Korupsi eksternal yang langsung melibatkan masyarakat terjadi dalam tugas polisi dalam penegakan hukum, pelayanan masyarakat, dan penyalahgunaan wewenang.
Tahun 2001 ICW mengadalan penelitian korupsi di korps Bhayangkara biasanya terjadi saat melaksanakan tugas penerimaan laporan, penyelidikan dan penyidikan, permintaan uang jasa, pengelapan manipulasi perkara, negosiasi dan rekayasa kasus, dan pemerasan.
Munculnya korupsi di kepolisian karena kesejahteraan tidak memadai, anggaran operasioal minim, lemahnya pengawasan dan tidak efektifnya hukuman atasan (ankum).
Dalam persoalan Struktural Kepolisian provost/propam atau inspektorat kepolisian/irwasum ketika berhadapan dengan oknum polisi yang berpangkat jabatan tinggi menjadi Pelindung. Malah seringkali dicari polisi yang memeriksa lebih rendah pangkat dan jabatannya dengan sengaja.
Dalam persoalan Kultural, sesama polisi ada rasa enggan (espirit de corps), apabila diketahui masyarakat menjadi aib bagi polisi itu sendiri, dan sebaiknya dibantah cukup dengan pernyataan belaka tanpa perlu pembuktian terbalik.
Direktur Dittipidter Bareskrim Polri Brigjen Pipit Rismanto mengatakan bahwa keluarga Ismail Bolong diperiksa polisi pada Kamis (1/12/2022) sedangkan terlapor tidak datang karena sakit.
Mantan Wakapolri Komjen Oegroseno mengatakan, pemilik bisnis tambang ilegal memanfaatkan aparat keamanan polisi maupun TNI sebagai pelindung bisnis ilegalnya dan dapat menakuti orang yang menghalangi usahanya dengan kriminalisasi orang tersebut dan mengintimidasi keluarganya.
Aiptu Ismail Bolong anggota Satintelkam Polresta Samarinda Polda Kalimantan Timur kelahiran Tahun 1976 lulusan Pendidikan Polri tahun 1996/1997, disebut Leting 15 adalah koordinator para penambang ilegal, yang berjumlah 15 pengusaha tambang batubara liar.
Tiap bulannya, para pemilik tambang batubara liar/ ilegal mengutip Rp.30.000,- sampai Rp.80.000,- per mentrik ton batubara. Ismail Bolong tiap bulannya bisa menerima minimal 600 juta rupiah.
Dalam Laporan Divisi Propam Polri Hasil Penyelidikan No.R/ND-137/III/WAS.2.4/2022/Ropaminal pada 18 Maret 2022, meng-indikasi Kepala Bareskrim Polri Komjen Agus Andrianto telah menerima uang sebesar Enam (6) miliar rupiah dari Ismail dalam 3 kali setoran (uang jasa koordinasi).
Laporan LHKPN Komjen Agus Andrianto Kabareskrim Polri lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) Tahun 1989 per tanggal 19 Desember 2011 hanya mengisi harta kekayaan Rp. 1.203.400.000,- dan 1 unit mobil Toyota Vios tahun 2003, sedangkan LHKPN pertanggal 12 Desember 2008 tercatat hartanya Rp. 2.797.350.000,- dan punya I unit mobil Toyota Corolla tahun 1999.
Tuduhan Aiptu Ismail Bolong oleh Komjen Agus Andrianto dibantah dan berbalik menuduh justru Brigjen Hendra dan Irjen Sambo yang telah menerima uang gratifikasi dari Ismail, dimana Ismail sendiri dalam keterangan video media sosialnya telah memperbaiki pernyataan awalnya bahwa Kabareskrim Polri tidak menerima 6 miliar rupiah dan minta maaf terhadap Komjen Agus Andrianto.
Dalam mengembalikan citra kepolisian yang selalu tercoreng maka diperlukan :
1. Perlu Pemimpin yang memiliki kemauan kuat dan tekad serius Bersih-bersih di Institusi Polri.
2. Memberikan Sanksi yang keras terhadap Polisi korup, dengan diproses hukum perkara pidana dan/ atau dijatuhi hukuman skorsing atau demosi penurunan pangkat, mutasi ke non job (yanma), penundaan kenaikan pangkat berkala dan kenaikan gaji dan potongan tunjangan, dan pecat tidak dengan hormat (PTDH) dari anggota polisi.
3. Rubah tentang posisi Komisioner dan struktur organisasi Kompolnas, dan rubah sistem rekruitment dan tumbuhkan Kemandirian, Independen, dan Profesionalitas Kompolnas.
4. Tingkatkan kerjasama dengan sesama aparat penegak hukum lainnya terutama dengan Advokat dan KPK.
5. Laksanakan dengan sungguh-sungguh fungsi Promoter Presisi Polri. Hal itu diungkapkan oleh Dr. Kurnia Zakaria., SH., MH., selaku Pakar Hukum dan juga Dosen di UI dan UBK.
(Rohman)
Komentar