REMBANG – Sidang limbah padat Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) kembali di gelar meskipun sempat di tunda sepekan dengan alasan tertentu di Pengadilan Negeri (PN) Rembang, Jawa Tengah berupa Spent Bleaching Earth (SBE) B413 memasuki tahap pemeriksaan saksi.
Sidang digelar di ruang sidang PN Rembang bersama saksi dan juga digelar secara virtual dengan 6 terdakwa, Rabu (22/12/2021) sekira pukul 10;00 WIB.
Saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) adalah M Daud Dasoka ST, dulunya saat limbah ini dikeluarkan di tahun 2020 ia sebagai Environment Health Safety (EHS) dari PT Multimas Nabati Asahan (PT MNA). PT ini merupakan Perusahaan minyak konsumsi penghasil limbah B3.
Environment Health Safety atau disingkat HSE merupakan bagian dari perusahaan yang bertanggung jawab terhadapĀ keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup.
HSE memiliki tujuan untuk mencegah insiden yang mungkin terjadi selama operasional kerja dan mengurangi efek samping yang dihasilkan oleh operasional perusahaan.
Selain Daud Dasoka, saksi kedua ialah Khamdani yang merupakan pemilik lahan 1,5 hektar yang telah dipakai tempat pembuangan limbah B3 di desa Jatisari Kecamatan Sluke Kabupaten Rembang.
Saksi satu M Daud Dasoka dicecar oleh Hakim ketua Anteng Supriyo, bahwasanya Perusahaan penghasil limbah beserta Pengirim tidak bisa lepas dari kasus ini apabila tercecer di Rembang oleh karena tidak sesuai dengan kontrak.
“Limbah tercecer sampai di Kabupaten Rembang, semua pihak terkait mempunyai tanggung jawab,”tegas Hakim ketua Anteng Supriyo.
Saksi satu M Daud Dasoka, menjelaskan, bahwasanya PT MNA setiap hari dengan produksinya mampu menghasilkan limbah B3 sekira 50 ton per hari,”jelasnya.
Sekira bulan Januari 2020, M Daud Dasoka mengatakan telah keluarkan limbah SBE B3 melalui PT Bintang Muda Trans dengan nama direktur yang saat ini sebagai terdakwa Indra Lukito sebanyak 10.000 Ton kepada PT Semen Indonesia,”imbuhnya.
Kemudian pada bulan April 2020 telah dikeluarkan 11.000 Ton melalui PT Banteng Muda Trans kepada PT Paras dengan direktur bernama Supriyadi dengan biaya yang dikeluarkan PT MNA Rp 650 perkilo,”pungkas Daud.
(Han-Mds)
Komentar