Cakranusantara.net, Jakarta | PT Asuransi Bangun Askrida (ABA) yang didirikan sejak 2 Desember 1989 dari semangat patungan beberapa Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Dana Pensiunan BPD, menyetor modal dasar sebesar 60,61 Persen (%) saham, dan beberapa Pemerintahan Daerah (Pemda) Provinsi menyetor modal dasar sebesar 39,39 % saham dengan modal dasar PT sebesar 400 miliar rupiah.
Mendirikan perusahaan jasa asuransi kontruksi untuk tujuan memberikan perlindungan asuransi terhadap risiko dan kerugian yang diperuntukkan bagi bangunan/ gedung dari properti Pemda. Mendapatkan ijin usaha berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI No. JEP.192/KM.13/1990 tertanggal 14 Maret 1990. Tahun 1996 Askrida memperluas saham perusahaan untuk 27 Pemda Provinsi. Tahun 2007 Askrida memperluas usaha asuransi bangunan syariah dan asuransi kendaraan bermotor dinas Pemda syariah.
Tahun 2011-2012 memperluas bidang usaha asuransi kesehatan, asuransi kredit BPD, dan asuransi oil dan gas, berkantor pusat di Jalan Pramuka Kav 151 Pulogadung Jakarta Timur. Pemegang saham terbesar mayoritas Askrida adalah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Barat (Sumbar) sebesar 16,31 % saham, Dana Pensiun PT BPD Jawa Barat (Jabar) dan Banten (Dapen Bank BJB) sebesar 12,76 %) dan PT. BPD Jawa Barat & Banten (BANK BJB) (9,45 %). Dan saham terkecil minoritas Pemerintahan Provinsi Papua (0,01%).
Dewan Komisaris Askrida Tahun 2018-2022 adalah Komisaris Utama Efa Yonnedi (Jopang 2 Mei 1972) lulusan Universitas Andalas (1985), Magister Monash University Australia (2002) dan Doctoral University of Manchester United Kingdom (2007) sejak RUPS Askrida Tahun 2018. Mantan Dewan Komisaris BANK NAGARI atau BPD Sumatera Barat (2011-2018) dan dosen, Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Padang (1996-2017). Komisaris Independen Askrida sejak RUPS Tahun 2019 Muchlis Hasyim Yahya (Surabaya 25 Mei 1964) lulusan BBA New York Institute of Technology Amerika Serikat (1999) sebelumnya Komisaris Utama PT Praba Arta Buana Utama (sejak 2018), wirausaha humas/ motivator (1999-2015) dan Komisaris PT Interlink Nusa Niaga (sejak 2015).
Selain itu, Komisaris Independen Askrida sejak 21 Juni 2022 Hadi Susanto (Banda Aceh, 29 Juli 1958) lulusan Universitas Sumatera Utara (1988) mantan staf karyawan hingga Direktur Utama Dana Pensiunan Pegawai BANK SUMUT atau BPD Sumatera Utara (1982-2021). Komisaris Independen Askrida lainnya Didik Supriyanto (Tuban, 8 Juli 1966) sejak RPUS tahun 2018. Lulusan Universitas Gajah Mada Yogya (1986) dan Magister dari FISIP UI (2007). Mantan Dirut PT Sarana GSS Trembul (2016-2017), Pimpred PT Kapan Lagi.Networks (2011-2016), Direktur PT Detik Koran Cepat (2002-2005), Wapimpred PT Agranet Multicitra Siberkom (2000-2011), Redaktur Pelaksana Tabloid ADIL PT. Abdi Bangsa Group (1997-1999). Dewan Komisaris dibantu Komite Audit dan Komite Pemantau Risiko.
“Dewan Direksi terdiri dari Direktur Utama (Dirut) Askrida sejak 25 Juni 2020 Nonot Haryoto (Karanganyar, 10 Juli 1972) berkarier sejak awal di Askrida mulai tahun 2008 sebelumnya di Kementerian Keuangan (1994-2008). Direktur Kepatuhan Askrida sejak 17 Mei 2019 Hendro Friendiyanto (Jakarta, 24 September 1968) lulusan STIE Dwipa Kencana Jakarta (2015) mulai berkarier di Askrida sejak 1996 hingga menjadi Dirut Dana Pensiun Askrida sejak 2018. Direktur Teknik Askrida sejak 17 Mei 2019 Abdul Mulki (Padang, 20 November 1973) lulusan Universitas Andalas Padang (1996) berkarier di Askrida sejak 2017. Sebelumnya di PT Reasuransi Indonesia (1999-2012) dan Wicaksana Overseas International Holding Company (1997-1999). Direktur Pemasaran Askrida Bunyamin (Jakarta 12 Juni 1969) sejak 25 Juni 2020 dan berkarier di Askrida sejak 1991. Direktur Operasional Askrida sejak 25 Juni 2020 Wawan Mulyawan (Kuningan 24 Juli 1964). Sebelumnya berkarier di BPD Jawa Barat & Banten (BANK BJB) sejak tahun 2011”.
Dalam Penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi PT ABA diduga mengalami kerugian negara sebesar 4.405 triliun rupiah periode tahun 2018-2022, dimana ada dugaan penerimaan uang komisi atau fee (deviden/ pembagian keuntungan saham) yang diterima oleh Gubernur DKI Jakarta AB sebesar 400 miliar rupiah dengan perhitungan saham 5,5 % milik BPD DKI Jakarta (Bank DKI ) dan saham 4,1 % milik Pemprov DKI Jakarta, Gubernur Jawa Tengah GP sebesar 500 miliar rupiah, diterima Gubernur Jawa Barat RK sebesar 800 miliar rupiah dengan perhitungan saham 13 % milik Dana Pensiunan PT BPD Jabar dan Banten (Dapen Bank BJB) serta saham 9,6 % milik PT BPD Jabar Banten (Bank BJB), diterima Gubernur Sumatera Barat M sebesar 400 miliar rupiah dengan perhitungan saham 15,6 % saham milik Pemprov Sumatera Barat dan saham 7,9% milik Dana Pensiunan PT BPD Sumbar (Bank NAGARI).
KPK telah melakukan pemeriksaan atas dugaan tertuduh dari Askrida MH dan EY dan sempat menghentikan penyelidikan serta pemeriksaan dengan alasan Pemilu 2024 (Pilpres dan Pileg) pada 14 Februari 2024 lalu sejak 2023.
Tahun 2023 RUPS memilih dan mengangkat Dewan Komisaris PT Askrida Rinaldi, Didik Supriyanto, Herry Yanson, Prakoso Budi Wibowo, dan Hadi Susanto. Sedangkan Dewan Direksi Henry Ananda Siregar, Suryadi Apriyanto, dan Mohammad Sjafril Lawado.
Dalam Laporan keuangan audit ternyata Utang Askrida mempunyai utang pada Bank Mandiri sebesar 1,5 triliun rupiah dan Taspen Bank Mandiri sebesar 800 miliar rupiah. Pada
- Tahun 2018 deviden yang dibagikan Rp. 849.726.000.000,- sedangkan laba PT hanya Rp. 162.185.000.000,- artinya ada defisit minus Rp .687.541.000.000,-.
- Tahun 2019 deviden yang dibagikan Rp. 819.751.000.000,- sedangkan laba PT hanya Rp. 79.913.000.000,- artinya defisit minus Rp. 739.838.000.000,-.
- Tahun 2020 deviden yang dibagikan Rp 718.281.000.000,- sedangkan laba PT Rp. 75.949.000.000,- artinya defisit minus Rp. 642.332.000.000,-.
- Tahun 2021 deviden yang dibagikan Rp 941.590.000.000,- sedangkan laba PT hanya Rp. 74.899.000.000,- artinya defisit minus Rp. 866.691.000.000,-.
- Tahun 2022 deviden yang dibagikan Rp. 1.075.714.000.000,- sedangkan laba PT hanya Rp. 93.846.000.000,- artinya defisit minus Rp. 981.868.000.000,-.
Hal itu diungkapkan oleh Dr. Kurnia Zakaria, menurutnya manajemen PT. Asuransi Bangun Askrida disinyalir telah melakukan kegagalan dalam tata kelola yang penuh penyalahgunaan jabatan dan penyelewengan wewenang serta ketidak hati-hatian dalam manajemen risiko perusahaan serta ada dugaan gratifikasi dan sumbangan kampanye Pilpres 2024 yang lalu, dan Pilkada pada 27 November 2024 mendatang.
Permasalahan lainnya :
- Investasi uang nasabah asuransi digunakan dalam perusahaan bermasalah dan berafiliasi dengan manajemen dan pemegang saham seperti PT. Mahanusa Graha Persada,
- Permasalahan keuangan yang defisit serta perusahaan tidak bisa membayar rasio klain dan rasio beban usaha Askrida, artinya ada kemungkinan gagal bayar tagihan.
- Penurunan peringkat hasil resiko underwriting,
- Ketidakmampuan rasio likuiditas
- Ketidakseimbagan angka ROE dan ROA
- Beban klaim retensi lebih besar 88,32% dari aset dan modal PT
- Beban Reasuransi lebih besar dari 11,68% dari aset dan modal PT
- Tagihan klaim lebih besar dari setoran premi
- Pembagian deviden (komisi pemegang saham) lebih besar daripada penerimaan laba,
- Perubahan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) tanpa RUPS tapi memori Direktur saja RKAP Askrida Tahun 2022 dari Rp. 4.233.970.000.000,- menjadi Rp. 4.675.000.000.000,- (adanya penambahan Rp.441.030.000.000,-).
- Pembebanan revisi premi tanpa aturan
- Direksi mengambil keputusan tanpa persetujuan RUPS tentang Perjanjian Kredit (pinjaman) dengan Bank Mandiri sebesar 2,3 triliun rupiah.
Biasanya kejahatan timbul karena dorongan individu untuk memiliki sesuatu yang berharga, apalagi manusia terhadap benda keinginan kemewahan dan kekuasaan tidak akan pernah terpuaskan hingga bisa melebihi orang lain. Sehingga dengan sengaja dan sembunyi-sembunyi akan melakukan pelanggaran hukum, sedangkan demi kekuasaan seorang pejabat dengan terpaksa menuruti keinginan atasan daripada jabatan hilang.
“Permainan laporan keuangan dan kondisi keuangan perusahaan sudah biasa, toh bukan uang milik sendiri. Rugi sedikit yang penting kekuasaan langgeng dan penghasilan diluar gaji semakin besar, anggap saja harus “berbagi jatah” demi keamanan melakukan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Apalagi kalau bisa menutup mulut dan menutup mulut serta telinga oknum Aparat Penegak Hukum (APH) dan pihak berwenang lainnya sudah pasti dijamin aman,” ungkap Kurnia.
Regulasi bisa diatur demi kepentingan merampok uang negara secara bersama-sama. Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) bisa diisi tanpa kejujuran, yang penting membuat laporan, dan bila ada penambahan harta bergerak maupun tidak umumnya diisi dengan asal mula harta dari “Warisan” atau “Hibah” yang tidak perlu ada pembuktian dokumen pendukung. Kejahatan dilakukan untuk meraih kemakmuran secara instan dan mudah.
“Kejahatan Penggelapan jabatan pejabat perusahaan maupun instansi pemerintah karena mempunyai status sosial ekonomi tinggi. Mungkin sangat sulit menemukan Pejabat Jujur dan Bersih. Dorongan tuntutan Istri dan Anak juga menyebabkan para oknum Pejabat menjadi Gelap Mata untuk melakukan korupsi serta “Kebiasaan”, yang tadinya korupsi sekala kecil-kecilan yang ditoleransi akhirnya jadi makin membesar dan demi prestise jabatan, yang penting mau berbagi jatah pada oknum Aparat Penegak Hukum juga dengan kepentingan politis demi meraih jabatan yang lebih tinggi lagi dan langgeng,” ujarnya.
Hasil kejahatan dapat dialihkan namakan atau dialihfungsikan, yang penting dimata masyarakat tampak bersih dan mencerminkan tindakan yang mengatas namakan kepentingan rakyat dan pegawai kelas bawah. Percuma jujur dalam hidup sederhana atau tetap miskin dan sengsara seumur hidup, kebahagiaan biasanya diukur dengan kekayaan serta prestise. Dugaan korupsi Top Manajemen Askrida bukan semata-mata untuk pemegang saham mayoritas tetapi demi sumbangan kepentingan politis semata. Apalagi Askrida bukan BUMN maupun BUMD tetapi perusahaan swasta yang dananya berasal dari APBD dan masyarakat sendiri.
“Biasanya Top manajemen melihat ada uang banyak yang bersifat ‘nganggur’ menjadi punya niat buruk memanfaatkan dimana nasabah membayar premi secara rutin, akan tetapi belum tentu habis masa kontrak tidak mengajukan klaim kerugian, artinya Perusahaan Asuransi mendapatkan Modal Gratis dari Nasabah. Disini kita harus pertanyakan dimana efisien dan efektif adanya Komite Audit dan Komite Pemantau Risiko dibawah koordinator Dewan Komisaris serta Pembiaran Dewan Komisaris terhadap pelanggaran yang dilakukan Dewan Direksi serta keanehan RUPS Askrida, dimana pembagian deviden (komisi) saham lebih besar daripada laba perusahaan,” tegasnya.
KPK jangan hanya memeriksa pejabat Askrida yang menyerahkan uang saja tetapi juga para penerima, apakah menerima sebagai Kepala Daerah Provinsi atau atas nama Pemegang Saham atau atas nama pribadi. Ingat tidak ada makan siang gratis, sesuai janji kampanye Prabowo Gibran saja berubah jadi Sarapan Bergizi Anak Sekolah, dimana anggaran Rp. 15.000,-/hari menjadi Rp. 7.500,-/hari. Artinya jajanan bersifat “mengenyangkan dan bergizi” tidak cukup dengan Makan Snack (minuman mineral gelas ditambah satu lontong dan satu bakwan/ tahu/ tempe goreng ?? Sehat tidak sakit dikemudian hari sudah jelas.
“KPK Harus berani periksa para Komisaris, Direksi serta Manager/ Kepala Bidang Askrida yang menjabat saat periode tahun 2017 hingga 2023 yang namanya sudah disebut diatas, demi bisa memulihkan kepercayaan Masyarakat terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi dan tidak hanya tebang pilih. Juga para Auditor Akuntan Publik serta Notaris pun harus diperiksa dalam waktu segera, kemudian segera tetapkan tersangkanya dalam waktu singkat, jangan ditunda-tunda nanti terburu rakyat lebih fokus menikmati efek domino Film “Vina sebelum 7 hari” dan melupakan keterlambatan pembangunan IKN dan menghidupkan kembali pola KKN dalam Pemerintahan Pusat maupun Daerah serta memunculkan DPA tanpa referendum UUD Tahun 1945,” harap Kurnia.
“Jangan lagi terjadi, Rakyat ‘Turun Jalan’ seperti Tahun 1966 dan 1998. Jangan KPK malah dituntut direformasi karena peminat Pimpinan KPK dan Dewan Pengawas KPK baru saja masyarakat Intelektual tidak berminat dan sepi ikut seleksi Capim Komisioner KK dan Dewas KPK sendiri,” pungkas Kurnia. Editor : Rohman
Komentar