oleh

Semarak Hari Literasi Internasional, Bea Cukai Gelar Festival dan Historia Sejarah Kretek

Cakranusantara.net, Kudus | Untuk pertama kalinya Kantor Pusat Bea Cukai, melalui Direktorat Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa (KBPJ), menggelar Festival Literasi dan Historia Bea Cukai Tahun 2024. Kegiatan itu mengangkat tema “Sejarah Kretek dan Cukai Hasil Tembakau”, 12 September 2024.

Bea Cukai Kudus, selaku kantor yang berkedudukan di Kota Kretek dan membawahi hampir 200 pabrik rokok di wilayah kerjanya, digandeng demi kesuksesan acara.

Acara ini diusung demi menyemarakkan Hari Literasi Internasional menghadirkan Dr. Edy Supratno, penulis buku “Djamhari : Penemu Kretek”, dan Hasan Aoni Aziz, mantan Sekjen GAPPRI sekaligus tim periset sejarah kretek dan cukai hasil tembakau sebagai narasumber diskusi.

Dikutip dari laman www.unesco.org, Hari Literasi Internasional diperingati setiap 8 September dan pertama kali dicanangkan oleh UNESCO pada 1967 dengan tujuan menumbuhkan kesadaran global akan arti penting literasi sebagai fondasi dalam meraih pengetahuan, keterampilan, dan memahami tata nilai kehidupan.

Lebih lanjut, terdapat penelitian yang mengatakan bahwa pada tahun 2022, satu dari tujuh orang dewasa berusia 15 tahun ke atas tidak mempunyai ketrampilan literasi dasar.

Mengawali festival, pada Rabu, 11 September 2024, dipandu komunitas Cerita Kudus Tuwa (CKT), jajaran pimpinan dan pegawai Bea Cukai mengunjungi Museum Kretek dan tempat-tempat bersejarah lain disekitar Kabupaten Kudus, antara lain Kampung Kauman, Gang Pringinan, Langgar Bubrah, Masjid Al-Aqsho Menara Kudus, Masjid Langgardalem, bangunan eks-Fabriek Rokok Kretek Terweloe, dan kediaman Mas Nitisemito “Sang Legenda Rokok Kretek” di dekat Kali Gelis.

Puncak kegiatan dipusatkan di Aula Colo Bea Cukai Kudus pagi ini dengan menggelar diskusi dan pameran benda bersejarah terkait cukai merupakan koleksi Museum Loka Wistara yang dikelola oleh Direktorat KBPJ. Agenda diskusi tersebut diselenggarakan secara hybrid, luring dan daring di akun Youtube Bea Cukai Kudus, yang diikuti oleh masyarakat umum, dan seluruh pegawai Kementerian Keuangan khususnya Bea Cukai se-Indonesia.

Diskusi sejarah kretek dan cukai hasil tembakau ini semakin istimewa karena juga dihadiri oleh Wawang cucu Nitisemito, Rusdi dari CKT, Prayitno budayawan Kudus, dan beberapa pengusaha pabrik rokok di Kudus.

“Festival Literasi dan Historia Bea Cukai 2024 ini selain untuk memperingati Hari Literasi Internasional juga bertujuan meningkatkan literasi para pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengenai sejarah kretek dan cukai di Indonesia,” ujar Nirwala Dwi Heryanto, Direktur KBPJ Kantor Pusat Bea Cukai, dalam sambutannya.

Dalam materinya, Dr. Edy mengisahkan bagaimana Djamhari, yang berasal dari Kudus, kala itu meracik rokok dicampur cengkih yang ketika dibakar mengeluarkan bunyi “kretek kretek” sehingga rokok dengan campuran cengkih kemudian dikenal sebagai rokok kretek.

Selain itu, juga dipaparkan bagaimana peranan Raja Kretek Nitisemito pada era perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Sementara, Hasan Aoni memaparkan, bagaimana pemerintah Hindia Belanda memungut cukai atas hasil tembakau dan dampak ekonominya. Pada masa itu, diantara barang yang ditetapkan sebagai Barang Kena Cukai (BKC) adalah gula dan minyak tanah. Kebijakan pemerintah kolonial sangat memberatkan, dan menyusahkan rakyat, mengingat kedua barang tersebut merupakan kebutuhan sehari-hari masyarakat.

Kemudian, melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai dan terakhir Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, BKC hanya ditetapkan terhadap 3 jenis barang, yaitu Etil Alkohol (EA), Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA atau minuman keras), dan Hasil Tembakau (salah satunya rokok).

Pasal 2 UU Cukai menjelaskan, bahwa filosofi dasar pengenaan cukai adalah sebagai instrumen pengawasan yang dilakukan oleh negara, meskipun kemudian dari cukai negara dapat menghimpun penerimaan guna membiayai pembangunan dan pemerintahan.

Mengingat pentingnya cukai dalam kerangka APBN, dirumuskanlah 4 pilar kebijakan cukai hasil tembakau, yaitu pengendalian konsumsi yang bersinggungan dengan aspek kesehatan, optimalisasi penerimaan negara, keberlangsungan industri terutama berkaitan dengan aspek tenaga kerja, dan penegakan hukum atas peredaran rokok ilegal.

“Marilah menjalankan bisnis pabrik rokok secara resmi!, Legal itu mudah. Perizinan NPPBKC-nya gratis, diajukan di Kantor Bea Cukai. Selanjutnya, jika mengetahui adanya peredaran rokok ilegal tolong informasikan ke kami, komitmen kita semua untuk tidak menjual dan membeli rokok ilegal, sangat berharga sebagai wujud cinta kepada tanah air Indonesia,” pungkas Nirwala. sumber : Humas Bea Cukai Kudus.

Komentar

Tinggalkan Balasan