oleh

Inspektorat Pati Larang Bawa HP, Om Bob Angkat Bicara Perkara Desa Karaban

Pati – Cakranusantara.net | Inspektorat berikan tanggapan terkait dugaan penyalahgunaan anggaran desa yang sempat ramai pada beberapa waktu yang lalu. Ironisnya, tidak boleh membawa Handphone (HP), Minggu (4/6/2023).

Penjabat (PJ( Bupati Pati, Henggar Budi Anggoro melalui Inspektur, Agus Eko Wibowo pada Rabu (17/5/2023) menyampaikan, bahwa terkait permohonan keterangan data atas dugaan pelanggaran penyalahgunaan anggaran pendapatan asli desa (PADes) dan dana desa (DD) berjumlah hingga milyaran juta rupiah yang dilakukan oleh salah satu Oknum Kades di Kabupaten Pati tersebut sudah selesai.

“Dengan cara mengembalikan uang ke kas Pemerintahan dan memang dikembalikan uang,” jelas Inspektorat pada beberapa waktu yang lalu.

Namun berapanya, uang yang di kembalikan ia tidak bisa mengutarakannya, dalam pengembaliannya juga ada surat pertanggung jawaban (SPJ) nya.

“Perkara tersebut sudah selesai, kenapa masih di pertanyakan lagi,” pungkasnya.

Baca Juga : Ini Jawaban Kejari Pati Terkait Penyalahgunaan Anggaran Desa Karaban, Sudah RJ

Baca Juga : Coming soon, Kasus Dugaan Tipikor Rehabilitas Pasar Desa Karaban

Baca Juga : Penghitungan Pasar Desa Karaban Selesai, DPUPR Belum Serahkan ke Kejaksaan

Ironisnya, saat dikonfirmasi pihak Inspektorat tidak memperbolehkan membawa HP kedalam ruangan. Hal itu sangat disayangkan, dan itu juga menciderai tugas jurnalis, karena sebetulnya HP adalah sebuah alat bagi awak media untuk merilis sebuah berita.

“HP merupakan alat nomor satu untuk mereka yang profesi jurnalis, kegunaannya untuk merekam, mengambil video hingga mengambil gambar yang bakal dijadikan DP dalam menerbitkan sebuah berita, sekaligus sebagai alat bukti,” ungkap Slamet Widodo, salah satu pakar hukum yang ada di wilayah Kabupaten Pati yang akrab disapa Om Bob.

Dengan demikian, Inspektorat tidak memahami akan apa peran dan tugas seorang jurnalis yang sebenarnya. Karena disini institusi Inspektorat seakan mengebiri tugas awak media.

“Berarti di wilayah Indonesia, khususnya Pati, Jawa tengah, selain mengebiri awak media juga mengebiri hukum. Untuk sebuah pelanggaran yang dilakukan oleh siapa saja (pejabat) berbentuk korupsi hingga ratusan juta rupiah, asalkan uang sudah di kembalikan maka proses hukumnya bisa berhenti dan tidak ada sanksi apapun,” paparnya.

Khusus di Pati sendiri, ada dugaan indikasi memperbolehkan pada Oknum-Oknum Kades untuk melakukan korupsi, asalkan tidak ketahuan dan bisa mensiasati serta berkoordinasi dengan para oknum yang berkompeten dalam menangani audit dan lainnya.

“Apabila ketahuan tinggal di kembalikan sudah beres, istilah jawanya hukum itu hanya ‘emut emut gulo inilah yang menyebabkan praktik korupsi semakin merajalela. Karena tidak ada penegakan hukum yang benar dan tegas, padahal namanya hukum di negara hukum itu ‘equal be for the low‘,” tegasnya.

Kalau memang begitu, tidak bakal ada Kades yang takut untuk melakukan pelanggaran hukum utamanya perkara Tipikor (memperkaya diri), karena jika tidak diketahui mereka pasti akan aman-aman saja.

“Meskipun sudah diketahui saja, mereka cukup mengembalikan kerugian negara, dan itupun bisa diatur oleh Oknum-oknum pihak terkait untuk meminimkan perhitungannya. Bisa dilakukan dengan main mata ‘bagianku piro‘,” candanya.

Sementara, untuk kejaksaan, perkara Tipikor kok bisa di restoratif justice (RJ). Itu dengan siapa, hal yang patut dipertanyakan adalah ia mendapatkan pengondisian berapa?.

“Kalau tidak ada itu, sudah bisa dipastikan prosesnya tetap masih berjalan. Karena perkara desa Karaban sudah diketahui dengan jelas jika merugikan negara,” tandasnya.

Hingga berita ini diterbitkan, tim investigasi dilapangan masih terus mengembangkan berita ini, dan berita terkait lainnya.

Bersambung

(Tim)