Pati-cakranusantara.net| Anggota Dewan Perwakilan Rakyat-Republik Indonesia (DPR-RI) Riyanta menganggap soal Intruksi Presiden (Inpres) Nomer 1 Tahun 2022 yang mengatur syarat mengurus sejumlah layanan publik seperti jual beli tanah membuat SIM, STNK, SKCK, Haji dan Umrah yang harus terdaftar di BPJS Kesehatan di nilai kurang tepat.
Menurutnya, bicara soal pelayanan publik yang tertera di Undang-Undang 45 Tahun 2009 tentang peraturan publik, kebanyakan yang di keluhkan di pelayanan badan pertanahan nasional (BPN), disana kan ada SOP atau standart pelayanan, di peraturan kepala BPN nomer 1 tahun 2010 disitu tidak ada, makanya beberapa waktu lalu komisi 2 (dua) bertemu langsung dengan mentri kepala BPN agar intinya di tangguhkan sementara.”ungkapnya. Sabtu (26/02/2022).
Sementara itu, Inpres yang akan di laksanakan 1 Maret 2022 itu kurang tepat dan barang kali perlu di luruskan kembali oleh Presiden Jokowi, sesuai dengan ketentuan-kentetuan yang lain.
“Saya pikir Jokowi itu Presiden yang memikirkan masyarakat atau barang kali dengan satu kondisi di BPJS yang ada, Optimalisasi mungkin langkah-langkah secara Pemerintahan bisa di maklumi. Tapi pada umumnya BPJS itu sifatnya iuran masyarakat atau gotong-royong dan sebenernya tidak ada masalah ketika masyarakatnya taat.”tandasnya.
Masih Riyanta, untuk yang di libatkan di Inpres ini ada 30 Kementrian Lembaga. Presiden harus mengevaluasi kembali atau di evaluasi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, di beberapa Komisi sudah mengambil satu langkah-langkah, bagaimana agar Inpres yang berkaitan dengan penggunaan BPJS untuk pelayanan publik itu di sesuaikan dengan ketentuan.
“Kalau bicara tentang BPJS itu tidak susah, karena ini suatu kewajiban hukum dan Undang-Udang, inikan gotong royong, jadi bagaimana Jokowi selaku Presiden agar kebutuhan masyarakat secara umum dapat ter akses dan jangan sampai keuangan BPJS mengalami kesulitan. Semua masyarakat perlu berpikir jernih, karena ke inginan Presiden Jokowi sebenarnya itu bagus. Tetapi ketika Inpres itu dilaksanakan di unit-unit pelayanan publik tentu akan bertentangan dengan Undang-undang pelayanan Publik khusunya yang berkait dengan standart pelayanan.”tegasnya.
(Ts-red)
Komentar