Jakarta – Cakranusantara.net| Beredar kabar berupa video di berbagai media sosial pada aplikasi Facebook, Tiktok, Snack, WhatsApp dan apk lainnya, yang mempertontonkan saat Konferensi Pers Pembunuh begal jadi tersangka di Polres Lombok.
Dengan di sangkakannya seseorang yang dengan sengaja membela diri dari begal atau rampok akan keselamatannya, namun disini ada Oknum anggota Polri diduga sengaja memandulkan Pasal 49 ayat 2 KUHPidana (Kitab Undang-undang Hukum Pidana).
Kemudian beredar kabar Kabareskrim Polri (Kepala Bagian Reserse dan Kriminal Kepolisian Republik Indonesia) Komjen Pol Agus Andrianto meminta kasus korban begal yang justru menjadi tersangka di Lombok Tengah, NTB untuk dihentikan, di lansir dari NKRIPOST.
Hal itu disampaikan Agus lantaran pengusutan kasus tersebut berpotensi membuat masyarakat takut untuk melawan kejahatan.
“Hentikanlah menurut saya. Nanti masyarakat jadi apatis, takut melawan kejahatan. Kejahatan harus kita lawan bersama,” ujar Agus, Kamis (14/4/2022).
Dia berharap tindakan yang dilakukan Polri dalam mengusut kasus jangan sampai merusak keadilan di tengah-tengah masyarakat.“Itu jadi pedoman kita,” ujarnya.
Agus mengatakan sudah memberikan arahan kepada Kapolda NTB untuk meneliti kembali kasus tersebut. Menurutnya, semua mekanisme bisa dilakukan, salah satunya dengan gelar perkara dengan mengundang dan meminta pandangan dari para tokoh masyarakat.
“Bisa ditanyakan ke mereka, layakkah korban yang membela diri justru menjadi tersangka. Agar nantinya keputusan polisi mendapatkan legitimasi dari masyarakat melalui tokoh-tokoh yang diundang dalam gelar perkara,” ujarnya.
“Jangan sampaikan seperti sekarang, jadi tersangka justru menimbulkan reaksi yang cukup keras di masyarakat,” tegasnya.
“Mudah-mudahan tahapan dilakukan gelar perkara dengan tokoh masyarakat bisa melahirkan keputusan yang adil untuk yang bersangkutan,” Pungkasnya.
Pembelaan diri pada Pasal 49 KUHP yang di maksud dibagi menjadi dua yaitu Pembelaan Diri (Noodweer) dan Pembelaan Diri Luar Biasa (Noodweer Excess). Dalam penulisan ini, pembelaan diri luar biasa menjadi fokus utama pembahasan.
Sementara itu, pembelaan luar biasa atau pembelaan di luar batas diatur dalam Pasal 49 ayat (2) KUHP. Pasal 49 ayat (1) KUHP mengatur tentang pembelaan diri berbunyi: “Tidak dipidana, barangsiapa melakukan tindakan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat dan yang melawan hukum pada saat itu.”
Sedangkan Pasal 49 ayat (2) KUHP mengatur tentang pembelaan diri luar biasa berbunyi: “Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.”
Tidak serta merta segala perbuatan pembelaan diri yang dilakukan dapat dijustifikasi oleh pasal ini. Perlu diketahui bahwa terdapat beberapa unsur yang harus dipenuhi seperti:
a. serangan dan ancaman yang melawan hak yang mendadak dan harus bersifat seketika (sedang dan masih berlangsung) yang berarti tidak ada jarak waktu yang lama, begitu orang tersebut mengerti adanya serangan, seketika itu dia melakukan pembelaan;,
b. serangan tersebut bersifat melawan hukum, dan ditujukan kepada tubuh, kehormatan, dan harta benda baik punya sendiri atau orang lain;
c. pembelaan tersebut harus bertujuan untuk menghentikan serangan, yang dianggap perlu dan patut untuk dilakukan berdasarkan asas proporsionalitas dan subsidiaritas.
d. Pembelaan harus seimbang dengan serangan, dan tidak ada cara lain untuk melindungi diri kecuali dengan melakukan pembelaan dimana perbuatan tersebut melawan hukum.
Pasal ini digunakan sebagai alasan pemaaf, tetapi bukan sebagai alasan yang membenarkan perbuatan melanggar hukum, melainkan seseorang yang terpaksa melakukan tindak pidana dapat dimaafkan karena terjadi pelanggaran hukum yang mendahului perbuatan itu atau ada dasarnya.
(*/CN)
Komentar