Hukum – Cakranusantara.net | Dalam KUHP maupun UU ITE tidak ada istilah penghinaan harkat dan martabat, jadi tidak ada batasan, apa itu penghinaan harkat. Yang ada adalah Penghinaan pasal 310, dan unsur fitnah, pasal 311 KUHP serta pasal 313 tentang Pencemaran nama baik.
Pada dasarnya Penghinaan dan lainnya adalah penyerangan terhadap nama baik atau kehormatan seseorang atau lebih, agar masyarakat mengetahui aibnya, kelakuan jelek dari orang yang dihina, agar orang menjauhkan diri dari orang tersebut.
Penghinaan ini dianggap sebagai tindak pidana yang ancaman pidananya ringan, yaitu kurang dari satu tahun. Karenanya putusan Hakim atas kasus penghinaan hanya pidana percobaan saja.
Contoh : Jika Ferdy Sambo menggunakan pelecehan seksual sebagai alasan atau motif melakukan pembunuhan pada almarhum Josua adalah sah-sah saja, tapi bukan sebagai alasan pembenaran atas tindakan pembunuhan tersebut.
Namun dapat menjadi pertimbangan, meringankan bagi hakim jika pelecehan seksual tersebut dapat dibuktikan, karena dapat mengarah pada Pembunuhan dengan sengaja bukan pembunuhan berencana.
Misalnya, pembunuhan sengaja pasal 338 KUHP ancamannya 15 tahun, putusan pidana ini dijatuhkan hakim selama 12 – 13 tahun. Atau jika terbukti Tindak pidana Pembunuhan Berencana pasal 340 KUHP, ancamannya Pidana mati atau pidana Seumur hidup, atau pidana 20 tahun penjara, dalam hal ini Hakim bebas memilih ancaman yang mana yang di jatuhkan.
Sambo Bakal Lepas Dengan Pasal 49 Ayat 1 dan 2
Menurut saya yang harus di jatuhkan adalah pidana penjara 20 tahun, dan berita pelecehan seksual yang mendorong Sambo membunuh dapat menjadi hal meringankan sehingga bukan tidak mungkin putusan Hakim menjadi 18 tahun sampai dengan 20 tahun penjara.
Meskipun berita yang disampaikan oleh PC dan MK tidak benar atau bohong semata. Akan tetapi bagi Sambo berita itu dianggap sebagai hal yang benar, sehingga tersulut memicu emosinya dan berniat untuk melakukan pembunuhan terhadap Josua. Hal ini, menjadi motif dari Pelaku (Sambo).
Oleh sebab itu, mereka yang memprovokasi dengan berita bohong yaitu PC dan MK harus di pertanggungjawabkan atas perbuatannya yang memprovokasi pelaku Sambo dengan pasal 220 KUHP, diluar pasal-pasal yang sudah disangkakan.
Dengan adanya bukti provokasi bohong, terkait pelecehan seksual ini menjadi petunjuk kapan mulai timbul Niat/ mens rea Sambo untuk melakukan Pembunuhan.
Untuk adanya pembunuhan Berencana harus jelas pembuktiannya, dari apa motifnya?. Kapan timbul Niat/ mens rea yang disebabkan oleh motif tersebut, dan kapan dilakukan Perbuatan/ Actus rea, serta kapan timbulnya akibat kematian bagi korban terakhir. Apakah kematian korban sebagai akibat langsung dari Perbuatan pelaku.
Jika diurut syarat ini dengan hasil Rekonstruksi kedua maka diperoleh fakta :
1. Tersangka (tsk) Sambo baru mendengar kabar, adanya pelecehan seksual yang dilakukan oleh Josua alm di rumah dinas Jakarta, melalui kontak telepon oleh PC dan MK. Bukan diperoleh saat berada di Magelang.
2. Tsk Sambo emosi berat dan pulang ke rumah dinas mengumpulkan Brigadir RR, Bharada RE, dan MK, menjelaskan niatnya untuk membunuh Josua alm dengan cara menembak, dan memanggil Josua alm kelantai dua, serta memerintahkan RR, RE dan MK, untuk bunuh Josua alm. Dan Tsk Sambo menembaki dinding agar tampak seperti tembak menembak (baku tembak).
3. Menurut saya, tidak ada tenggang waktu yang cukup antara timbulnya niat membunuh (yang lahir dari motif pelecehan seksual) dengan pelaksanaan niat tersebut atau perbuatan eksekusi.
Niat Tsk (Sambo) untuk membunuh baru timbul setelah PC dan MK mengkontak Tsk (Sambo) bahwa Alm Josua melakukan pelecehan seksual, di rumah dinas Jakarta, dan membuat Tsk (Sambo), emosi hebat dan menyiapkan pistol yang digunakan saat itu juga, dan memerintahkan untuk menembak.
4. Perbuatan Rencana dalam pasal 340 KUHP, dengan ancaman pidana mati, mensyaratkan adanya tenggang waktu yang cukup antara timbulnya niat membunuh dengan pelaksanaan eksekusi membunuh.
Tenggang waktu yang cukup tersebut tidak dirumuskan batasannya dalam KUHP hanya disebut adanya waktu berpikir dengan tenang bagi pelakunya untuk berpikir dengan tenang, menimbang apakah ia akan terus melaksanakan niatnya membunuh, mengetahui apa akibat dari perbuatannya, baik bagi korban dan keluarganya maupun bagi dirinya sendiri dan keluarganya.
Tetapi waktu yang cukup itu tidak digunakan untuk membatalkan niatnya, tetapi niatnya itu diteruskan bahkan disempurnakan, dengan menyusun suatu rencana, seperti kapan di eksekusi, dimana dieksekusi, dicari tempat yang pas, siapa yang mengeksekusi, alat apa yang digunakan untuk eksekusi, dan cara-cara menghilangkan alat bukti dan cara melarikan diri.
5. Dari uraian diatas tampak bahwa memang perencanaan sepertinya terwujud dalam perbuatan Tsk (Sambo), hanya saja jarak waktu yang terjadi antara timbulnya niat dan pelaksanaan eksekusi dihari yang sama, terlalu sempit atau singkat untuk mempersiapkan semua perencanaan tersebut, sehingga bisa saja seperti pembunuhan dengan sengaja atau pembunuhan spontan yang diatur dalam pasal ,338 KUHP dengan ancaman pidana selama 15 tahun.
Maka kita percayakan berdasarkan pembuktian dalam persidangan dengan keyakinan hakim atas putusannya.
Demikian analisa saya atas kasus pembunuhan oleh tsk (Sambo). Sayangnya saya tidak punya akses/ link untuk diminta pendapat ahli pidana dalam kasus ini.
(Red)
Komentar