oleh

Brigadir “J”: Susi Diduga Telah Memberikan Kesaksian Palsu di Persidangan

Jakarta – Cakranusantara.net | Kesaksian Susi atas kasus yang menimpa Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir (J) yang menyebabkan kematian, disinyalir telah memberikan kesaksian palsu atau bohong di Pengadilan.

Dalam kasus dugaan kesaksian palsu termasuk alat bukti sesuai pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), akan membuat persidangan itu menjadi cacat hukum. Agar Majelis Hakim terhindar dari putusan yang salah, karena disuda ada rekayasa, maka perlu menkonfontir keterangan saksi satu dengan saksi lainnya.

“Majelis hakim harus menyakini keterangan saksi yang jujur dan bohong, menyakini fakta-fakta hukum yang sebenarnya terjadi, meninjau fakta persidangan dan berita acara keterangan saksi dan tanggapan terdakwa,” hal itu diungkapkan oleh Dr. Kurnia Zakaria selaku pengamat hukum terkait Kasus Ferdy Sambo (FS).

Dalam mengambil putusan, hakim harus menyakini minimal dua alat bukti yang dihadirkan dalam persidangan dan keyakinan hakim. Susi asisten rumah tangga (art) keluarga FS dan Putri Candrawati (PC), dimana kesaksian dalam persidangan terkesan bertele tele, berbeda antara di persidangan dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

“Susi disaat penyidikan di Bareskrim Polri itu, bisa dikenakan pasal 174 KUHAP, dimana majelis hakim memerintahkan Jaksa penuntut umum (JPU) menahan saksi yang memberikan keterangan palsu. Dan bisa di proses hukum karena melanggar pasal 242 KUHP, karena telah ada dugaan memberikan keterangan palsu atau bohong,” terangnya.

Melihat keterangan Susi, dalam persidangan yang membuat keterangan berdasarkan hafalan, atau bersandiwara di depan persidangan, dan memberi keterangan mengikuti skenario FS, PC dan KM maka dapat dikenakan pasal penyerta menghalangi proses penyidikan dan bersekongkolan jahat.

“Susi dianggap melakukan penghinaan pengadilan dan bisa dianggap kesaksian yang diabaikan. Keterangannya bisa diambil kesimpulan. diatur, harus berkata apa bukan, keterangan saksi yang berdasarkan pengalaman atau pengetahuan keterangan yang dialami, didengar sendiri, di lihat sendiri dan diketahui sendiri,” lanjutnya.

Susi ini terkesan seperti menyembunyikan kejadian yang sebenarnya, menghilangkan/ menutupi fakta hukum yang terjadi dan menambah-nambah kesimpulan atau berpendapat sendiri. Susi bukan saksi ahli, yang seharusnya keterangan berdasarkan apa yang dialami, dilihat, didengar, bukan kesaksian de audisi atau keterangan orang lain.

“Susi dianggap telah melakukan penghinaan pengadilan, karena telah memberikan keterangan palsu dan menghalangi pemeriksaan pengadilan dalam mendapatkan fakta hukum yang sebenarnya. Fakta hukum yang salah mengakibatkan putusan pengadilan yang salah, JPU harus memerintahkan Lembaga Perlindungan Saksi Kunci (LPSK) untuk melindunginya agar berkata jujur, siapa yang memerintahkan dia berbohong,” tutup Dr. Kurnia.

(RN-Red)

Komentar

Tinggalkan Balasan