Jakarta – Cakranusantara.net | Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) dan Universitas Indonesia Watch (UI Watch) melalui koordinatornya Marwan Batubara ke Kantor Perwakilan PBB (UN) di Jakarta 15 November 2022 lalu.
Tentang permohonan Keladilan HAM dimana Divonis Lepasnya Terdakwa Penembakan Enam laskar Front Pembela Islam (FPI) di Tol Jakarta Cikampek KM.50, Karawang pada 7 Desember 2020 yang lalu, baik oleh Mahkamah Agung dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Hasil Tim Investigasi TP3 bahwa ada skenario sebuah lembaga negara khusus diluar institusi resmi TNI-Polri, akan tetapi ada dugaan Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran dan Pagdam V Jaya Mayjen Dudung Abdurachman mengetahui perbuatan Tim Khusus (Timsus) siapa yang melakukan dalam konferensi pers menyatakan/ mengumumkan bahwa telah menembak mati 6 teroris bersenjata api dalam aksi tembak menembak di Tol Karawang.
Yang dikemudian pada awal Agustus 2022 publik menduga, bahwa pelakunya disinyalir anggota Satgasus Merah Putih dibawah komando Irjen Ferdy Sambo (FS) sebagai Kadiv Propam Polri, yang saat itu terekam dan ada saksi mata melihat Mobil SUV premium Toyota Landcruiser Hitam di TKP.
Diketahui, dalam foto CCTV kasus pembunuhan Brigadir Yosua terparkir di garasi terdakwa FS. Dalam kesaksian persidangan terbukti komando lapangan saat itu Kasubdit Resmob Ditserkrimun Polda Metro Jaya AKBP Hendik Zusen.
Sedangkan Brigjen Hendra Kurniawan sebagai Kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Pengamanan dan Profesi Polri diawasi Ketua Harian Kompolnas ditunjuk sebagai Ketua Tim Investigasi Polri, terkait kasus penembakan 6 laskar FPI, yang saat itu dengan hasil menyatakan 3 tersangka anggota Polisi sebagai pelaku penembakan.
TP3 dan UI Watch melaporkan kasus penembakan 6 laskar FPI sebagai perbuatan melanggar HAM Berat dan para terdakwa seharusnya disidang di Pengadilan HAM sesuai UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Dimana, perbuatan para pelaku bisa dianggap melanggar HAM, sesuai dengan aturan dalam Konvensi Wina Tahun 1993 dan Statuta Roma Tahun 1998. Proses eksekusi dianggap sebagai tindakan penyiksaan berdasarkan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment 1984.
Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M. Yusmin Oherella divonis bebas demi Hukum (lepas dari tuntutan Hukum) karena perbuatan pidananya dianggap membela diri, sehingga memenuhi syarat pemaaf, Pasal 1 angka 11 dan pasal 191 ayat (2) KUHAP jo pasal 49 ayat (1) KUHP dan pasal 310 (3) KUHP walaupun Komnas HAM dalam “laporan pemantauan” Tim Investigasinya menduga Penembakan Km.50 ada Pelanggaran HAM oleh polisi reserse Polda Metro Jaya.
Pada peristiwa malam tanggal 6 Desember 2020, 10 mobil rombongan Habib Rizieq (HRS) dari Petamburan Tanah Abang ke Karawang diikuti 3 mobil polisi, kemudian mobil laskar FPI sempat menghalangi 3 mobil yang mengikuti rombongannya di tol Cipali km. 50, dan saat itu terjadi penembakan ke mobil pengawal HRS.
Ketika satu mobil pengawal HRS bisa disergap, setelah menabrak pembatas jalan dua orang tewas ditembak ditempat Andi Setiawan dan Fajar Ahmad Syukur. Sedangkan Empat orang dibawa, dan dimasukkan ke mobil polisi, yang dikemudikan Ipda Yusmin Ohorella.
Sedangkan Ipda Elwira Priadi Z mengapit Luthfi Hakim bersama briptu Fikri Ramadhan. Ditengah jalan balik ke Polda Metro Jaya Ipda Elwira menembak Luthfi Hakim empat kali tembakan dan Akhmad Sofyan dua kali tembakan. Sedangkan Briptu Fikri menembak Muhammad Reza dua kali tembakan dan Suci Khadafi Tiga kali tembakan.
Yasmin dan Fikri didakwa dengan pasal 338 KUHP dan pasal 351 ayat (3) KUHP, juncto pasal 55 ayat ke-1 angka ke-1 KUHP. Sedangkan Ipda Elwira sebelum sidang meninggal dunia karena kecelakaan lalu lintas.
Dalam Penembakan disengaja oleh para pelaku menurut Kuasa Hukum FPI dan Panglima FPI Munawarman saat itu menyatakan :
Klain tembak dari belakang tapi hasil visum et repertum tidak menjelaskan adanya tembakan datang dari belakang tetapi dari depan.
Pengawal HRS tidak membawa senjata api tapi hanya bawa senjata tajam (golok) dan senjata tumpul (tongkat).
Luka tembak dari depan ditunjang dengan tulang rusuk patah seperti akibat pukulan dan tembakan dari depan dan ke enam korban ada luka-luka lecet akibat gesekan aspal maupun luka memar akibat pukulan dan tendangan.
Konferensi Pers Kapolda Metro Jaya dan Pagdam Jaya 12 jam setelah kejadian seperti menunggu “clean and clear” TKP seperti menghilangkan rekaman CCTV atau merusak CCTV dan menghilangkan barang bukti.
Dalam hal terjadi pelanggaran HAM, PBB mengakomodir mekanisme pelaporan melalui cara:
Mekanisme berdasarkan Perjanjian HAM Internasional
Mekanisme berdasarkan Piagam PBB.
Aturan HAM di Indonesia diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM. Mekanisme no.1 bisa dilakukan karena Indonesia meratifikasi International Convenant on Civil and Political Right (ICCPR) tahun 1976 disahkan menjadi UU No.12 Tahun 2005 tentang Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik.
Mekanisme no.2 berdasarkan pasal 55 dan pasal 56 Piagam PBB dapat melalui Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC UN) yang memberi kewenangan kepada Dewan HAM PBB dimana Indonesia sebagai anggota Dewan HAM PBB sendiri sesuai Resolusi 1235 (XLII) tertanggal 6 Juni 1967 dan Resolusi 1503 (XLVIII) tertanggal 27 Mei 1970. Surat TP3 dan UI Watch selain menyerahkan BUKU PUTIH INVESTIGASI TP3 KASUS KM.50 CIPALI juga membuat surat permintaan laporan rekomendasi agar PBB :
Memaksa Pemerintah Indonesia melakukan sidang Pengadilan HAM terhadap para pelaku penembakan dan penyiksaan 6 orang laskar FPI di Tol Jakarta Cikampek Km.50 Karawang,
PBB mendesak Negara Indonesia harus mengakui hak-hak korban dan keluarganya, termasuk menyampaikan permintaan maaf bahwa 6 orang laskar FPI pengawal HRS bukan teroris, menjamin rehabilitasi korban, dan memberikan restitusi bagi korban.
Selain itu mendesak Pemerintah Indonesia harus melakukan Peradilan Ulang bagi pelaku secara adil dan kredibel melalui Pengadilan HAM yang diatur dalam UU No.26 Tahun 2000 serta mencegah Hak Impunitas bagi pelanggar sebagai anggota Polisi maupun bagian dari BNPT,” hal itu diungkapkan oleh Dr. Kurnia Zakaria., MH.
(*/Red)
Komentar