oleh

Diskriminasi Sanksi Hukum Laka Lantas Polres Metro Jakarta Timur, Dr Kurnia Zakaria : “Tumpul Keatas Tajam Kebawah”

Diskriminasi Sanksi Hukum Laka Lantas Polres Metro Jakarta Timur, Dr Kurnia Zakaria : “Tumpul Keatas Tajam Kebawah”

Jakarta – Cakranusantara.net | Dalam kecelakaan lalu lintas di Jl. RA Fadhillah Cijantung Jakarta Timur pada 2 Juli 2022 sekira jam 00.45 WIB, Kendaraan Toyota Kijang Innova warna silver dengan Nopol B 1909 PRL berkecepatan tinggi yang dikendarai inisial ARP (26) menabrak kendaraan Kijang Grand bernopol B 2172 CV yang mogok dan sedang diperbaiki di lajur kanan, menyebabkan Yosep/ Giuseppe Aryana Samino mental didepan kendaraan yang sedang memperbaiki, hingga kakinya patah permanen.

“Orang tuanya tinggal di Cilandak, Jakarta Selatan hendak ke Batang Jawa Tengah untuk berobat, Sedangkan ayahnya Samino Mendje yang sedang mencoba hidupkan mobil mental jatuh ke jalan dan pingsan, Ibunya yang sakit duduk ditengah mobil, Maryani Damian luka ringan terbentur kursi didepannya. Ketiganya dibawa mendapatkan pengobatan ke IGD ke RSUD Pasar Rebo Jakarta Timur. Kasus itu baru dilaporkan ke Gakkum laka lantas, Polres Metro Jakarta Timur pada 10 Juli 2022,” hal itu diungkapkan oleh Dr Kurnia Zakaria selaku pakar hukum dan juga salah satu Dosen di UI.

Saat mediasi di kantor polisi pada 18 Maret 2023 gagal dan penyidik melimpahkan kasus ini menjadi P 21 tahap 2 Kejaksaan Negeri Jakarta Timur pada 8 Mei 2023 lalu. ARP sendiri tidak ditahan walaupun diduga melanggar pasal 310 ayat (3) UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ).

“ARP tidak ditahan baik oleh Penyidik Polres Metro Jakarta Timur maupun jaksa penuntut umum, karena dinilai tidak akan melarikan diri dan dijamin oleh bapaknya yang juga sebagai anggota polisi yang bertugas di Polda Metro Jaya,” lanjutnya.

Dalam Pasal 1 angka 24 UU No.22 Tahun 2009 tentang UULLAJ bahwa kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan atau pengguna jalan lain yang menyebabkan korban manusia bisa luka ringan maupun luka berat dan meninggal dunia dan kerugian harta benda. Penyebab faktor kecelakaan lalu lintas adalah
Manusia, dimana sangat tergantung psikisnya seperti sedang stres, dan kecanduan/ madat ataupun tidak konsentrasi dalam mengendarai karena sedang tidak melihat ke depan namun melihat Hp, maenkan sound system mobil, mengobrol.

“Sedangkan kondisi fisik seperti ngantuk, sakit, mabuk, pusing, jantungan/kena stroke mendadak. Kendaraan sendiri misalnya rem tidak berfungsi normal, mogok, kondisi ban gundul, slip dan tiba-tiba tidak terkendali, kecepatan tinggi atau ngebut, modifikasi mobil, tidak lagi sesuai standar pabrik, karena berlubang, rusak, licin, jalan lurus panjang, tanjakan atau turunan curam, kabut yang membuat gelap, tidak ada petunjuk jalan, marka jalan, tidak ada penerangan dan lain sebagainya,” ujarnya.

Seharusnya Penyidik dan JPU juga memakai pasal 229 UULLAJ jo Pasal 359-361 KUHP. Bila ARP diduga melanggar Pasal 310 ayat (3) UU LLAJ dan Pasal 229 ayat (4) UU LLAJ juncto Pasal 359 KUHP, karena kelalaian mengakibatkan kecelakaan lalu lintas menyebatkan 3 orang terluka dimana satu korban luka cacat permanen (Giuseppe Aryana Samino). Dalam UU No.1 Tahun 1960 ada perubahan tentang pemberat hukuman dalam Pasal 359 KUHP.

“Kurnia sependapat dengan pendapat Roeslan Saleh pakar hukum Pidana, dalam bukunya suatu Orientasi Hukum Pidana bahwa kenyataan hidup dalam masyarakat telah berubah sesuai kemajuan jaman dan kecanggihan teknologi tetapi tidak diikuti nilai-nilai hukum dan norma sistematis yang berlaku. Keresahan masyarakat melihat aparat penegak hukum (Polisi dan Jaksa) hanya berdasarkan Pasal-pasal yang ada (normatif perundang-undangan) semata-mata padahal nilai-nilai kehidupan masyarakat sudah berubah, teknologi semakin canggih, jumlah penduduk semakin meningkat, jumlah kendaraan juga semakin banyak dan semakin canggih teknologinya,

Sedangkan, jumlah jalan tidak berubah malah dirasakan tidak memadai sehingga menimbulkan kemacetan. Rekayasa lalu litas bersikap diskriminatif, penggunaan polisi pengawal tidak sesuai prosedur dan kegunaannya. Diduga ada uang dan kemewahan serta jabatan bisa mengatur hukum menjadi tajam kebawah tumpul ke atas.

“UU LLAJ harus dipakai menggunakan pasal berlapis, tidak perlu dirubah tetapi memakai peraturan khusus lainnya, seperti UU No.8b tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, PP No. 34 tahun 2006 tentang perparkiran dan Perda Kabupaten/ Kota Tegal sendiri. KUHP yaitu UU No.73 tahun 1958 sudah ketinggalan walaupun ada UU No.1 tahun 1960, sedangkan UU NO.1 tahun 2023 tentang KUHP baru akan berlaku tahun 2025,” terangnya.

Bandingkan dengan sopir bus Duta Wisata yang lalai dalam kecelakaan, terguling di tempat parkiran Wisata Guci Tegal, Jawa Tengah diamankan, padahal KNKT belum dan Korlantas Polda Jateng belum menyimpulkan siapa tersangka dalam kecelakaan tersebut, yang menyebabkan 36 orang lebih luka berat maupun ringan dan 2 orang tewas, rombongan wisata warga Tangerang Selatan, Banten.

“KNKT sudah menyatakan pemeriksaan awal bus dalam kendaraan rem tangan berfungsi baik dimana ban belakang dalam keadaan tidak bisa digerakkan dan lampu hazard menyala. Kondisi mesin mobil hidup, AC hidup. Akan tetapi sopir dan kenek tidak ada didalamnya, sedang minum kopi di warung sebelum berangkat kembali. Sedangkan bus kedua, rombongan yang sama belum dinyalakan mesinnya persis parkir disamping bis ke satu yang kecelakaan,” tutup Dr. Kurnia Zakaria mengakhiri pembicaraannya.

(Rmn)

Komentar

Tinggalkan Balasan