Jakarta – Cakranusantara.net | Dr. Kurnia Zakaria., SH., MH., angkat bicara terkait kasus dugaan Pembunuhan Icha di Apartemen Green Pramuka yang mayatnya dibuang di Kalimalang, Pondok Gede pada 17/10 yang lalu.
Dr. Kurnia Zakaria., SH., MH pengamat hukum yang juga Pengacara Peradi dan Dosen di Universitas Jakarta mengatakan, jika Pendeta Christian Pendetarudolf Tobing (CPT) tidak bisa dituntut atas dugaan pembunuhan berencana terhadap Ade Yunia Rizabani (Icha) di apartemen itu. Pasalnya, ia mengidap kebutuhan khusus.
“Pelaku CPT jamaat GBI Kelapa Gading, Jakarta Utara, DKI Jakarta diduga membunuh karena sakit hati lantaran di bullying. Sebelumnya, pelaku sewaktu kecil menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Namun ia sempat SMA dan Sekolah teologi di Amerika Serikat tetapi di deportasi karena masalah imigrasi,” kata Dr. Kurnia.
Dalam analisanya, pelaku mengalami traumatis dan punya kecenderungan psikopat, karena pengalaman masa kecil hingga dewasa, jadi korban KDRT dengan kekerasan fisik. Maka apabila pelaku merasa punya dendam atau niat jahat dan sadistis akan timbul, namun pelaku bisa dengan tenang dalam perencanaan untuk melakukan kejahatan dan apabila terlaksana ia merasa puas dan tidak ada rasa bersalah.
“Pelaku merasa puas dan happy tanpa merasa bersalah. CPT seorang lulusan sekolah teologi di Jakarta dan menjadi pendeta, akan tetapi suatu waktu bisa menjadi penjahat. Ketika membuang mayat korban dengan membawa trolly saat di lift bertemu orangpun tersenyum dan tenang,” lanjutnya.
Berlainan, saat keluar masuk lift bersamaan dengan korban tidak tenang dan gelisah. Tapi dia mengarah jika korban dianggap paling mudah untuk dieksekusi, karena dua calon korban lain tidak bisa bertemu dan tidak bisa dihubungi.
“CPT juga merampas harta milik korban dan tertangkap saat mau menjualnya. Saat itu, ia dengan sengaja menyewa kamar apartemen yang se lantai. Pelaku psikopat bisa punya gangguan jiwa yang bisa dikendalikan dalam waktu bersamaan (bisa menjadi baik dan jahat), tetapi bukan orang yang mempunyai kepribadian dua,” terangnya.
Dengan demikian. CPT tidak bisa digolongkan orang gila, sehingga bisa lolos dengan alasan pasal 44 KUHP. Karena yang bersangkutan adalah orang normal tapi memiliki penyakit kejiwaan.
“Perilaku menyimpang, sehingga sebelum persidangan harus ada pemeriksaan psikiater dan harus diperiksa oleh penyidik yang mengerti bagaimana memeriksa tersangka pengidap psikopat,” tandas Dr. Kurnia Zakaria Dosen Universitas Bung Karno (UBK).
Sementara itu, menurut pendeta Gilbert Lumoindong menambahkan, jika tidak mungkin CPT itu pelaku pembunuhan Icha. Namun, bukti digital CCTV pada apartemen itu membuktikan jika ia pelakunya, dan harta milik korban juga ada padanya.
“Pelaku disinyalir mengidap penyakit psikopat, yang juga bisa bertingkah laku normal, alim, sopan. Selain itu, ia juga seorang berpendidikan. Tapi bila melakukan kejahatan dia rencanakan secara detail, disertai alibi menghilangkan jejak, agar terkesan korban tindak kejahatan perampokan dan pembunuhan,” tambah Gilbert.
(RN/Red)
Komentar