Semarang – Cakranusantara.net | Budi Gunadi Sadikin Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Menkes RI) telah mengadakan konperensi pers berkaitan dengan melonjaknya pasien penyakit Gagal Ginjal Akut (GGA) pada Anak yang mulai terdeteksi sejak Agustus 2022 sampai bulan Oktober 2022 dengan jumlah pasien sebanyak 241 orang, dengan kondisi 133 orang meninggal per Selasa 18 Oktober 2022.
Hal itu disampaikan, Menkes RI pada Jum’at (21/10) bertempat di Gedung Adhyatma Kemenkes Jakarta Selatan menyampaikan, bahwa awalnya menduga penyebab GGA tersebut adalah adanya infeksi organisme kecil atau pathogen. Namun setelah mendapatkan informasi kasus yang sama terjadi di Gambia disebabkan karena adanya senyawa kimia.
Pada 5 Oktober 2022, kemenkes mulai melakukan pendalaman kembali, dan menemukan kasus GGA. Diduga disebabkan senyawa dengan Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) diatas ambang batas, pada obat-obatan yang dikonsumsi.
Itupun diketahui berdasarkan penelitian dengan mendalami keluarga pasien, sehingga sampai pada kesimpulan bahwa penyebab GGA pada anak bukan karena pathogen tetapi karena toksik.
Pemerintah melalui Kemenkes RI telah mengeluarkan Instruksi, agar seluruh apotik yang beroperasi di Indonesia untuk sementara ini, tidak menjual obat bebas dalam bentuk sirup kepada masyarakat.
Sementara itu, untuk tenaga kesehatan (Nakes) diminta tidak lagi memberikan resep obat sirup kepada pasien. Instruksi tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor: SR.01.05/III/3461/2022.
SE itu tentang kewajiban penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus gangguan GGA Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada Anak, yang ditanda tangani oleh Plt Direktur Pelayanan Kesehatan Murti Utami tertanggal 18 Oktober 2022.
Dengan munculnya SE itu, dan konperensi pers yang dilakukan oleh Menkes telah menimbulkan reaksi dari berbagai pihak, serta menimbulkan kepanikan di kalangan masyarakat. Sehingga menjadi isu liar, yang berkembang dan menjadi misleading information (informasi menyesatkan) khususnya terkait larangan penggunaan obat jenis sirup.
Tanggapan dari Aspek Hukum dan Masyarakat, meskipun Menkes sedah menggelar konperensi pers yang telah menyatakan, terpaksa mengambil kebijakan konservatif terhadap larangan
penggunaan obat jenis sirup pada anak, bukan berarti Menkes bisa lepas dari tanggung jawab, atas akibat yang terjadi kemudian.
Hal ini dikarenakan :
1. Kebijakan konservatif tersebut seolah-olah menjadi alat pembenar, satu kesimpulan bahwa, seluruh obat jenis sirup yang beredar diduga mengandung EG dan DEG, sehingga mengeluarkan kebijakan melarang penjualan obat jenis sirup tersebut di Apotik, serta melarang nakes memberikan resep sirup.
2. Kebijakan konservatif tersebut telah menafikkan keberadaan lembaga lain yang berkompeten dalam badan pengawas obat dan makanan (BPOM). Langkah yang seharusnya diambil Kemenkes RI adalah bekerjasama dengan BPOM melakukan penelitian atau pengujian terhadap obat jenis sirup yang diduga mengandung atau setidaknya tercemar EG dan DEG, setelah diketahui hasilnya maka bersama-sama dengan BPOM melakukan konperensi pers terkait adanya cemaran EGbdan DEG, pada obat sirup tertentu.
3. Masyarakat terlanjur takut untuk mengkonsumsi obat jenis sirup sebagai akibat adanya larangan dari Kemenkes tersebut, meskipun dari BPOM sendiri telah mengeluarkan rilis, mengenai obat sirup yang dalam batas aman dikonsumsi oleh masyarakat, sesuai aturan pemakaian. Karena sudah sesuai standar Kesehatan yang berlaku secara internasional.
Bikin Geram, Dr. Hansen Pakar Hukum Kedokteran dan Kesehatan Angkat Bicara
Rekomendasi :
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka ada Dua (2) rekomendasi yang bisa diberikan kepada Pemerintah, khususnya bagi Kemenkes RI cq Menteri Kesehatan, yaitu:
1. Kemenkes RI agar lebih bijak, matang dan berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, tidak hanya mempertimbangkan dari aspek kesehatan saja, tetapi juga dari aspek sosial, aspek ekonomi dan sebagainya mengingat dampak dari kebijakan yang kurang tepat tersebut dapat berpengaruh pada stabilitas sosial, ekonomi bahkan keamanan dan ketertiban masyarakat.
2. Kemenkes RI perlu melakukan kajian lebih dalam secara komprehensif terkait kasus GGA pada anak, sehingga diperoleh hasil kajian yang bisa dipertanggungjawabkan
secara empiris, medis dan ilmiah. Tidak hanya berdasarkan informasi dan uji klinis partial yang pada akhirnya bisa dijadikan sandaran dalam mengambil kebijakan hukum. Senin (24/10/2022).
Sumber : file Kabid Advokasi
LBH ADVOKASI KEADILAN (AKAD)
dr. Hansen, S.Ked., S.H., M.H.
Ketua Presidium
Brojol Heri Astono, S.H.
(RN-Red)
Komentar