oleh

Uri-uri Budaya Jawa, Desa Cabak Ritual Sedekah Bumi

 

PATI – Cakranusantara.net | Sedekah Bumi merupakan salah satu warisan Budaya dan Adat peninggalan leluhur Jawa yang harus terus dilestarikan bagi seluruh komponen masyarakat Jawa, khususnya Desa Cabak, Kecamatan Tlogowungu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.

Tradisi Sedekah Bumi juga merupakan salah satu bentuk ritual tradisional yang sudah berlangsung secara turun temurun. Karena itu merupakan wujud rasa syukur manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa (YME) yang telah memberikan rejeki melalui hasil bumi.

Kepala Desa (Kades) Cabak Suroto., S.H., kepada media mengatakan, sebebagian besar lahan di wilayah Cabak ini didominasi dengan tanah pertanian, artinya; pertanian merupakan sumber penghidupan tebesar bagi masyarakat Desa Cabak.

“Dengan itu, Desa cabak dapat menjadi sebuah sentra pangan bagi masyarakat itu sendiri khususnya, apabila lahan pertaniannya di kelola dengan baik, selain pertanian, alam dan lingkungan juga menjadi sumber kehidupan bagi manusia.” Jelas Suroto.

Acara sedekah Bumi, merupakan agenda rutin tahunan Pemdes (Pemerintah Desa) dan masyarakat, yang dilaksanakan setiap bulan Apit-Jawa (Zulqo’dah-arab) tepatnya mengambil setiap hari Sabtu Kliwon. Sedekah Bumi merupakan tradisi masyarakat yang dilakukan secara turun-temurun dari nenek moyang selama puluhan tahun.

“Dalam mewujudkan rasa syukur itu dilakukan serangkian acara Do’a bersama di Makam/ Punden leluhur Desa Cabak yang diiringi pertunjukan sejumlah hiburan seperti wayang kulit (tadi malam/ 17 Juni) dan tayuban (18/6), sekaligus sebagai upaya melestarikan budaya, dalam menjalin silaturahmi masyarakat Desa Cabak.” Tambah Kades yang biasa di panggil ki suro, yang bertepatan saat ini menempuh pendidikan S2 Magister Ilmu Hukum di Untag Semarang.

Selanjutnya Suroto berharap, tradisi Sedekah Bumi ini dapat terus dilestarikan oleh masyarakat, karena ini merupakan salah satu budaya lokal peninggalan leluhur.

“Tradisi ini di lakukan sekaligus sebagai bentuk edukasi kepada generasi muda tentang budaya lokal yang ada, karena memang syarat dengan unsur-unsur ke gotong-royongan, persatuan, dan rasa syukur,” tutupnya.

(MH-CN)

Komentar

Tinggalkan Balasan