Jakarta – Cakranusantara.net | Kasus Tewasnya Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) akibat ditembak Bharada Richard Eliezer (Bharada E) oleh Senjata Glock 17 semakin jelas terbukti, akan tetapi Dokter Forensik dalam Otopsi Ulang belum menjelaskan apakah Brigadir J meninggal akibat tembakan atau penyiksaan?
“Jika akibat tembakan, yang mana yang fatal, hingga Brigadir J tewas, karena perkembangan penyelidikan Komnas HAM dalam Otopsi ulang ada luka tembak dibelakang kepala, luka itu diduga ada tembakan dalam jarak dekat bukan dari atas tangga, seperti pengakuan Bharada E di Komnas HAM yang menyatakan menembak berkali-kali guna memastikan kematian Brigadir J yang sudah tergeletak di lantai rumah,” hal itu di ungkapkan oleh Dr. H. Kurnia Zakaria., SH., MH., selaku pengamat kasus terbunuhnya Brigadir J rumah dinas Ferdy Sambo Waktu itu dan juga Salah satu Pengacara di Jakarta Pusat.
Masih lanjutnya, Pernyataan Ferdy Sambo menurut mantan Kapolres Metro Jakarta Selatan tidak dirumah sedang tes PCR di rumah sakit tapi ternyata tes PCR dilakukan di rumah singgah menurut keterangan Komisioner Komnas HAM.
“Tim Gabungan Penyidik harus bisa menemukan latar belakang Brigadir J meninggal, karena diduga telah melakukan pelecehan seksual kepada Putri Candrawati Ferdy Sambo, namun apakah itu benar dilakukan Brigadir J yang baru datang bersama-sama dari Sekolah Taruna Nusantara Magelang menengok anaknya,” lanjutnya.
Sementara itu, bukti rekaman CCTV ternyata Irjen Ferdy Sambo pulang duluan dengan pesawat dan tiba di rumah dinas Duren Tiga Pancoran Jakarta Selatan Pukul 15.30 WIB, setelah rombongan Candrawati datang kemudian melakukan tes PCR bersama di rumah singgah.
“Yang menjadi pertanyaan, apakah Irjend Ferdy Sambo ada ditempat saat kejadian itu atau sengaja pergi?,” lanjut Kurnia.
Pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak mengungkapkan, kenapa jarinya Brigadir J patah semua, juga ada luka sayatan, akibat Otopsi oleh pihak kedokteran forensik RS Sukanto yang dilem dari bawah pusar tidak lurus hingga dibawah jangkut leher mayat.
“Menurut keterangan polisi luka tembakan mengenai jari tangan, lengan di tangan, dua luka di dada, tetapi tidak dinyatakan ada luka di muka?, akan tetapi bukti saat peti mati Brigadir J dibuka ternyata ada luka sayatan di bawah mata dan di bawah bibir? Hasil Autopsi ulang ada luka tembakan di belakang kepala mengenai tulang hidung, ada luka di kaki,” ungkapnya.
Dalam Kasus ini, ahli Ilmu forensik harus bekerja sama dengan ahli Ilmu Balistik, apakah benar otak bisa terbawa peluru yang mengenai dinding, otak masuk ke lubang hidung terus masuk ke lubang pernafasan sehingga otak berada di bahu dalam dada mayat.
“Ahli forensik dan ahli balistik bersama ahli inafis serta ahli tosiklogi yang bisa menjelaskan, apakah akibat tembakan atau akibat siksaan pakreas dan kantong kemih tidak ada ditempat yang semestinya, tetapi sudah berpindah tempat? Mengapa Candrawati tidak bisa memberikan keterangan secara rekaman maupun tertulis jika keadaannya tidak memungkinkan hadir secara fisik baik di Bareskrim, Komnas HAM maupun minta assemen di LPSK, bukan Psikolog maupun Kuasa Hukumnya saja,” tambahnya.
Kasus ini semakin berkembang dan menjadi rumor liar, sebetulnya kasus ini berlatar belakang Perselingkuhan atau Rahasia besar lainnya yang hanya diketahui Brigadir J, menurut pengakuan pacar Brigadir J mengatakan, bahwa almarhum dulu pernah mengatakan putus saja atau berpisah untuk mencari penggantinya, karena merasa jika diteruskan bisa pacarnya terancam jiwanya.
“Kemudian viral rekaman pembicaraan terakhir Brigadir Yosua dengan seseorang yang diduga sebelum kejadian berlangsung, ternyata 3 HP Brigadir J hilang serta baju terakhir yang dipakai Brigadir J tidak disertakan sebagai barang bukti (BB), dan tidak jelas keberadaan?,”
Dalam ilmu kriminologi memang kejahatan pembunuhan biasanya korban dan pelaku saling kenal dan ada niat untuk menghilangkan nyawa orang lain baik dengan senjata tumpul maupun senjata tajam.
“Korban harus jelas penyebab kematiannya, apakah akibat kehabisan nafas karena tercekik atau dibekap atau akibat sakit dan lainnya,” tanya Kurnia.
Ahli balistik harus menjelaskan luka akibat tembakan senjata api jenis apa atau luka akibat senjata tajam jenis sajam apa?.
“Ahli digital elektronik yang bisa menjelaskan data digital rekaman CCTV maupun HP orang-orang yang diduga sebagai saksi baik langsung maupun tidak langsung,” lanjutnya.
Sebelumnya saya sudah menduga dari awal jika Bharada E bisa dijadikan Tersangka karena yang bersangkutan tanpa hak kok bisa pegang senjata Glock 17 yang minimal senjata api itu hanya bisa pegang minimal berpangkat AKP.
Selain itu, tidak mungkin semua tembakan mengenai Brigadir J dengan tepat sedangkan yang bersangkutan diatas tangga dan tidak ada yang mengenai dia. Ternyata ada pengakuan yang bersangkutan menembak berkali-kali pada Brigadir J yang sudah tergeletak/ meninggal dunia.
Mungkin, tersangka lain bila Bharada ELiezer “bernyanyi” tidak mau dikorbankan jadi tumbal karena pasti ada orang kuat yang terlibat di balik itu. Bila Bharada Eliezer bersedia jadi “tumbal/ kambing hitam” diduga pasti ada kompensasi-kompensasi yang diterimanya maupun keluarganya. Karena Prajurit harus tunduk dan patuh pada perintah Komandan/ atasannya,” tandas Dr. H. Kurnia Zakaria. SH., MH.
(RN-REDCN)
Komentar