Jakarta – Cakranusantara.net | Komaruddin Simanjuntak memohon kepada Kapolri Jendral Pol. Listsyo Sigit Prabowo untuk melibatkan Tim Koneksitas Penyidik. Pasalnya, proses penyidikan Terbunuhnya Brigadir Yosua di Duren Tiga Pancoran pada Jumat (8/7/2022) terkesan lambat.
Setelah Kuasa Hukum keluarga korban menerima SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) secara berkala, setelah 36 saksi diperiksa dengan hasil Bharada Richard Eliezer menjadi tersangka yang diduga telah melanggar pasal 338 KUHP jo Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP,” Ungkap Dr. H. Kurnia Zakaria., SH., MH., yang sejauh ini sudah mengamati kasus Brigadir J, Jum’at (5/8/2022).
Kadiv Propam Dilema, Sebagian Isi Rekaman CCTV di Hapus
Uang Bumdesma dibuat Bancakan, Penanganan Lambat: Sisanya Kurang dari 2 Milyar
Kapolri memutasi 25 personil Kepolisian karena dianggap melanggar kode etik keprofesional kepolisian dimana diduga telah menghalang-halangi penyidikan, merusak/ menghilangkan/ menyembunyikan barang bukti baik disengaja maupun tidak sengaja dan inkonsistensi sendiri keterangan Divisi Humas Mabes Polri dan Polres Metro Jakarta Selatan (Jaksel) membuat ketidakjelasan kejadian itu, sehingga membuat rumor liar dikalangan masyarakat dan kalangan internal Kepolisian sendiri tentunya.
Ketua Komnas HAM periode 2017-2022 Ahmad Taufik Damanik meragukan adanya peristiwa tembak menembak antara Brigadir J dengan Bharada Eliezer karena kesaksian Bripka Ricky hanya mendengar teriakan Putri Candrawati dan suara tembakan, kemudian melihat Brigadir J yang sudah tergeletak di lantai dan Bharada Elieser turun tangga.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu juga meragukan Bharada Eliezer menembak jitu di institusi polisi karena baru belajar bongkar pasang pistol revolver, dia di Brimob baru bulan November 2021 dan baru belajar menembak jitu bulan Maret 2022.
Jadi kapan dia juara menembak jitu di internal Brimob? dan sejak kapan Bharada Eliezer sudah jadi instruktur Survival rescue? Jadi tidak saksi aksi tembak menembak dan aksi pelecehan seksual kecuali oleh korban Putri Candrawati sendiri.
Fee 20 Persen, Bendahara P3A Desa Wonorejo Diduga di Pecat
Kasus Baku Tembak Antar Anggota Polri Terus Jadi Perbincangan Publik
Kapolda Jambi Kirim Tim Trauma Healing Untuk Keluarga Brigadir J
Kasus Tewasnya Brigadir J, Jaga Kepercayaan Masyarakat Terhadap Institusi Polri
Kasus Tewasnya Brigadir J, Jaga Kepercayaan Masyarakat Terhadap Institusi Polri
Saya berpendapat sebaiknya Tim Gabungan Penyidik dibawah pimpinan Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono periksa 25 personil baik secara proses verbal (BAP) maupun periksa rekam digital elektronik media sosial maupun rekam telekomunikasi masing-masing selain milik Putri Candrawati dan Brigadir J.
Sehingga rumor liar perselingkuhan dan kejadian sebelum di Magelang apakah itu benar atau tidak, setelah hasil autopsi ulang semakin menambah dugaan Brigadir J ditembak dari jarak dekat disertai ada bukti penganiayaan berat, belum lagi ditunjang hasil Tim Inafis dan Balistik yang membuktikan peluru dari senjata glock 17 sama yang dipegang Bharada Eliezer atau bukan?
Membuktikan Bharada Eliezer menjadi tersangka karena membela diri atau atas Perintah Komandannya? Bukti rekaman digital alat komunikasi HP Brigadir J masih aktif pada (8/7/2022) pukul 16.15 WIB dan viral chat Putri Candrawathi saat ulang tahun Brigadir J menulis pesan “Kamu Pengawal terbaikku aku bersyukur memilikimu”.
Saya khawatir Bharada Eliezer ini bernasib sama dengan AKBP Dalizon Kasubdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumatera Selatan (Sumsel), mantan Kapolres Ogan Komering Ulu pada Juni 2021 lalu, yang harus bertanggung jawab sendiri karena menguasai uang sebesar Rp. 2,5 milyar yang disimpan di kardus dalam rumahnya, itu uang hasil suap terdakwa lainnya Bupati Non aktif Musi Banyuasin Sumsel Dodi Reza Noerdin dalam kasus suap Dinas PUPR Musi Banyuasin yang akan diberikan kepada atasannya Kombes Anton Setiawan Direktur Ditreskrimsus Polda Sumsel.
Menengok kebelakang pada puluhan tahun lalu, pada 1972 terjadi Brigadir Pol. Djani Maman Surjaman harus menanggung sendiri vonis hukuman Mahkamah Militer 1 tahun 6 bulan karena dianggap pelaku penembak dan pengeroyokan tewasnya mahasiswa “gondrong” ITB Rene Louis Concrad yang dikeroyok rombongan konvoi Taruna Akademi Kepolisian Sukabumi, pulang kembali ke barak di Babakan siliwangi Jl. Ganesha Asrama F, mahasiswa Bandung setelah terjadi keributan seusai pertandingan persahabatan sepakbola antara AKPOL Vs ITB yang dimenangkan ITB 2-0 pada 6 Oktober 1970 lalu.
Pertandingan sepakbola persahabatan yang berakhir ricuh, sebetulnya cara Kapolri Hoegeng Imam Santoso dan Gubernur Akpol Irjen Awaluddin Djamin dan Rektor ITB Prof Dr. Doddy Achdiat Tisna Amidjaja meredam aksi razia mahasiswa gondrong oleh pihak aparat keamanan sejak 1967 karena dianggap bukti perlawanan mahasiswa terhadap pemerintahan Soeharto.
Atau kasus Pembunuhan Polisi yang tidak terungkap, Kasus Penembakan anggota Provost Polair Baharkam Mabes Polri Bripka Supardi itu yang tewas ditembak di Jl. Rasuna Said Kuningan persis didepan kantor KPK pada 10 September 2013 malam, kejadian itu saat mengawal konvoi 6 truk yang mengangkut elevator part proyek Rasuna Tower diatas kendaraan motor Honda Supra X-125 TXL yang ditembak oleh orang tidak dikenal (OTK).
Kasus kedua Bharada Rizky Dwi Wicaksono anggota Detasemen B Satuan III Pelopor Brimob Kelapa Dua Depok dikeroyok 10 orang hingga tewas di depan Halte UI Depok “dini hari” pada 1 Juli 2014 saat naik taksi Indah Family B 2614 BL ketika akan pulang ke Pasuruan yang dihadang 5 motor didepan halte UI, korban dipaksa turun dan dikeroyok 10 OTK hingga tewas, kemudian dibawa Lettu Marinir Ikpan setelah korban tergeletak berlumuran darah dan meninggal saat menuju RS Bhayangkara Polri Brimob Kelapa Dua Depok.
Belajar dari Dua kejadian itu hingga sekarang belum terungkap dan dianggap dibunuh oleh Teroris, padahal saya anggap pembunuhan kedua polisi itu ada dugaan masalah pembagian perebutan bisnis lahan “fee atau job” diluar dinas yang tidak resmi, karena tidak cukup bukti perbuatan teroris,” hal itu semua diungkapkan Dr. H. Kurnia Zakaria., SH., MH.
(RN-RedCN)
Komentar