Jakarta, Cakranusatara.net | Pakar hukum Tipikor dari Universitas Bung Karno (UBK), Dr. Kurnia Zakaria mengaku pelik dalam memahami jalan pikir legislator senayan. Menurutnya, DPR dan pemerintah semestinya tidak hanya mengebut pembahasan hingga mengesahkan revisi UU Desa, tapi juga mempercepat pembahasan hal yang lebih penting.
Diketahui, bahwa DPR RI telah resmi mengesahkan Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pada rapat paripurna, Kamis (28/3/2024). Salah satu perubahannya ialah masa jabatan kepada desa menjadi 8 tahun dan dapat dipilih paling banyak 2 kali masa jabatan.
Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, atau RUU Masyarakat Hukum Adat, sama-sama masuk Program Legislasi Nasional DPR. Namun jalannya lelet kayak ‘siput’, itu diduga karena takut miskin. Padahal DPR telah menerima Surat Presiden (Surpres) Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset sejak 4 Mei 2023, ada apa nih kok lebih cepat revisi UU Desa itu disahkan. Apa mungkin ada kaitannya dengan pemilu bulan lalu,” kata Kurnia Zakaria, Jum’at (29/3/2024) siang.
Dengan ini, Kurnia menduga telah terjadi praktik politik transaksional, antara kepala desa dan pimpinan DPR menjadi upaya melanggengkan autocratic legalism, fenomena penegakan hukum diarahkan untuk memperbesar kekuatan eksekutif dan menghapus akuntabilitas yang dapat mengarah pada rezim otoriter.
“Autocratic legalism menjadikan undang-undang disandera kepentingan elite politik, bukan kepentingan rakyat. Dampaknya, legitimasi pemilu dipertaruhkan dengan cara buruk dan penuh kecurangan. Dugaan politik transaksional antara pimpinan DPR dan kepala desa membuahkan hasil buruk terhadap kualitas demokrasi dan kepercayaan publik terhadap parlemen. Maka masyarakat tidak akan lagi mempercayai mereka krena praktik lancung ini,” jelasnya.
Secara sederhana RUU Perampasan Aset bertujuan untuk menghadirkan cara agar dapat mengembalikan kerugian negara (recovery aset) sehingga kerugian negara dapat dikurangi. RUU Perampasan Aset sejak tahun 2010 sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Kurnia menduga para anggota DPR terpilih kembali maupun yang tidak dalam Pemilu 2024 takut juga terkena UU ini bila diduga terbukti melakukan Tindak Pidana Khusus. karena menggunanakan asas pembuktian terbalik.
“Pihak Tersangka harus dapat membuktikan harta kekayaan yang dimiliki tidak berasal dari hasil kejahatan. Pihak aparat penegak hukum tidak perlu menunggu putusan pengadilan untuk melakukan perampasan aset dan kekayaan para pejabat negara koruptor. Walaupun dalam penguasaan dipihak ketiga, dan ada penyatuan lembaga APH khusus yang berwenang, dan mengelola harta rampasan aset para koruptor, pengemplang pajak, penggelapan kepabeanan, dan pemberantasan kejahatan ekonomi lainnya termasuk hasil kejahatan narkoba, penjualan gelap miras dan perdagangan orang. Dalam hal ini, Presiden Jokowi harus berani mengeluarkan Perpu Perampasan Aset,” tegas Kurnia.
Sebelumnya, dalam video yang beredar bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan Surpres tentang RUU Perampasan Aset sudah dikirimkan ke DPR. Nasib RUU Perampasan Aset saat ini ada di DPR.
“RUU Perampasan aset, saya itu sudah mendorong tidak hanya sekali, dua kali. Sekarang itu posisinya ada di DPR,” kata Jokowi di Pidie, Aceh, Selasa (27/6/2023).
“Pemerintah tidak mungkin terus-menurus mengulangi soal RUU Perampasan Aset itu. Jokowi meminta publik mendorong pihak DPR. Masa, saya ulang terus, saya ulang terus. Sudah di DPR, sekarang dorong saja yang di sana,” tegasnya. (Rohman)
Komentar