oleh

Brigadir J, 56 Oknum Anggota Polri Diperiksa GPK, 3 di Antaranya Jenderal Polisi

 

Jakarta – Cakranusantara.net | Kapolri Jendral Listyo Sigit Pranowo di Mabes Polri Jl, Trunojoyo Blok M Kebayoran Baru Jakarta Selatan pada Selasa (9/8/2022) telah mengumumkan menetapkan Irjen Ferdy Sambo mantan Kadiv Propam Mabes Polri sebagai Aktor intelektual yang menyuruh dan membuat skenario rekayasa Kejadian Perkara penembakan Brigadir J.

Bripka Ricky Rizal (RR) disitu turut membantu dan menyaksikan dalam penyiksaan dan penembakan Brigadir J, Bharada Richard disitu juga turut membantu dan/ atau diduga pelaku penembakan korban, dan sopir Kuwat tutut serta membantu. Pasal yang disangkakan pada keempatnya  dikenai pasal 340 KUHP subsidair pasal 338 KUHP jo Pasal 55 KUHP dan pasal 56 KUHP.

Tim Gabungan Penyidik Khusus (GPK) yang dipimpin Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono sejauh ini telah memeriksa 56 personel anggota polisi yang diduga telah ikut merekayasa akan kejadian itu dengan 31 orang anggota terbukti melanggar kode etik, 11 orang diantaranya telah dilakukan penahanan secara khusus dimana (1 personel Irjen Pol, 2 personel bintang Brigjen Pol, 2 personel kombes, 3 personel AKBP, 3 personel Kombes, 2 personel Kompol, 1 personel AKP.

Saya melihat ada beberapa dugaan kesalahan prosedur penyelidikan dan penyidikan;

Pertama, adanya upaya menghilangkan barang bukti dan merekayasa dalam kejadian itu.

Kedua, tidak ditemukannya fakta dalam peristiwa saling tembak menembak itu.

Ketiga, pengakuan Bharada Eliezer mengaku telah menembak Brigadir Yosua atas perintah Irjen Pol Ferdy Sambo.

Keempat, pernyataan saksi bahwa Irjen Pol Ferdy Sambo menembak senjata pistol Brigadir Yosua ke tembok seakan-akan ada aksi tembak menembak.

Kelima, motif penembakan diduga akibat kemarahan Irjen Ferdy Sambo karna cemburu, dendam dan emosional terhadap Yosua yang diduga melakukan hubungan ‘khusus’ dengan Putri Candrawathi dan bertindak diluar komando.

Keenam,  Pembunuhan Berencana Brigadir Yosua diduga disertai dengan Tindakan Penyiksaan sebelum ditembak mati oleh Bharada Eliezer.

Ketujuh, rekayasa adanya Pelecehan Seksual Brigadir Yosua terhadap Putri Candrawathi istri Ferdy Sambo diragukan kebenarannya.

Kedelapan, hasil Autopsi Pertama di RS Polri Jendral Sukanto Kramatjati Jakarta Timur dianggap melanggar prosedur forensik kedokteran dan adanya dugaan Malpraktek Kedokteran Forensik,

Kesembilan, tidak adanya pemeriksaan Balistik Forensik pada tubuh korban.

Kesepuluh adanya dugaan upaya tekanan dan intimidasi terhadap keluarga korban, para saksi dan para personil anggota polisi yang telah membantu rekayasa kejadian atas perintah atasan.

Sehingga tepat jika di tetapkan pada pasal 55 KUHP dimana diantara pelaku ada kerjasama secara sadar dan ditekan karena jabatan dan pelaksanaan dilakukan secara fisik. Pelaku diduga lebih dari satu orang, lebih dari Ke-4 orang Tersangka tetapi Pelaku Utama atau Aktor Intelektual jelas Irjen Pol Ferdy Sambo dengan kekuasaannya sebagai Kadiv Propam Mabes Polri dan Ketua Tim Satuan Tugas Khusus Merah Putih Mabes Polri yang menangani Kasus Khusus. Kategori kasus Besar bertaraf Nasional juga Internasional.

Rumornya Irjen Ferdy Sambo diduga sebagai pelindung Kasus Perjudian Online dan Penipuan Online, diduga melindungi DPO “khusus”.

Doen pleger Pelaku Penyuruh selain Irjen Ferdy juga bisa Pelaku lainnya yang belum ditetapkan sebagai Tersangka. Bharada Eliezer dianggap mededader/ medepleger, Pelaku yang turut serta dalam melakukan atau diperintah menembak Brigadir Yosua yang sudah tidak berdaya akibat dugaan siksaan penganiayaan.

Para pelaku lainnya terutama 10 personel anggota polisi sebagai pelaku yang membujuk dan Medeplichtige sesuai pasal 56 KUHP termasuk digolongkan 31 personel Polri yang dianggap melanggar Kode Etik.

Saya melihat 31 personel anggota polisi melanggar Perkap Kapolri No. 6 tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana dianggap menghilangkan Barang Bukti saat Penyidikan dan merekayasa kasus tembak menembak dimana seolah-olah Brigadir Yosua telah dianggap melakukan Pelecehan seksual dengan ancaman kekerasan terhadap Drg. Putri Candrawathi. Pasal yang disangka seharusnya diterapkan Pasal 233 KUHP penghilangkan barang bukti di TKP karena jabatan jo Pasal 221 (1) angka 2 KUHP.

Dalam Pengertian berencana adanya pernyataan bahwa antara timbulnya maksud atau kehendak untuk membunuh dengan pelaksanaan ada tempo (waktu) sehingga pelaku atau pembuat dapat berpikir dengan tenang dari waktu yang singkat sebelum atau sesaat melakukan perbuatan dan disadari.

Sebelumnya diduga Ferdy Sambo telah datang duluan dengan Pesawat, pulang dari menengok anak bersama ibu dan bersama ke-8 ajudan Kaviv Propam dari Magelang (SMA Taruna Nusantara).

Unsur pembunuhannya yaitu menghilangkan nyawa orang lain apalagi antara pelaku dengan korban saling mengenal. Motif pembunuhan diduga karena asmara dan wanita, dimana pelaku seperti Psikopat yang melakukan kejahatan secara sadis dan bisa bertindak biasa, wajar kembali setelah melakukan perbuatan jahat dan bila pelaku yang berkarakter pendiam dan tidak mudah marah secara kriminologis akan lebih berbahaya dibandingkan dengan orang yang tempramental emosional dan panikan karena pelaku pendiam dan tenang akan melakukan pengendalian diri niat jahatnya dan penuh dengan perencanaan secara detail mulai “Plan A dan Plan B“ sudah dipikirkan.

Mayat Brigadir J yang diautopsi ulang dimana seharusnya Tim Dokter Forensik Gabungan, Tim Inafis dan Balistik dapat menjelaskan secara gamblang dimuka umum “konferensi pers” bagaimana brigadir J meninggal dunia, apakah akibat tembakan yang menghentikan sistem pernafasan dan jantung berhenti berdetak, praktis denyut urat nadi berhenti berdenyut atau karena penganiayaan.

Tim Digital Forensik juga dapat memeriksa secara teliti Barang bukti rekam digital CCTV dan alat telekomunikasi ke 31 personil anggota polisi yang terlibat itu, termasuk telekomunikasi korban Putri Candrawathi sehingga dapat mengungkap latar belakang kejadian-kejadian dan motif para tersangka.

Saya harapkan, Penyidik bertindak profesional, obyektif, prediktif, responsibilitas, dan tranparansi berkeadilan (Presisi). Polisi dianggap belum lulus jika kasus para tersangka menjadi Terpidana dimana Perkara Pidana sudah berkekuatan Hukum Tetap dan Tuntas. Apakah benar kasus Perselingkuhan ataukan ada motif lain penyebab kematian Korban.

Penulis ; Dr. H. Kurnia Zakaria., SH., MH.

Editor ; Rohman

(RN-RedCN)

Komentar

Tinggalkan Balasan