oleh

Om Bob Angkat Bicara : Audiensi di DPRD Pati Terkait Perbup Nomor 55 dan 56, Itu Hanya Politik

                               Photo Om Bob 

Pati – Cakranusantara.net | Om Bob angkat bicara terkait Ratusan Kepala Desa (Kades) yang menggeruduk Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Itu hanya Politik.

Baca juga : Ratusan Peserta Capraga Gelar Demo di Alun-alun Pati

Pengisian Perades Masih Menyisakan Luka Hati, Ada Dugaan Kongkalikong Hingga Jual Beli Jabatan

Audiensi Calon Perangkat Gagal di Pendopo Pati

Dugaan Kecurangan Pengisian Perangkat Desa Ngemplak Kidul Resmi di Polisikan

Slamet Widodo., SH, yang akrab disapa Om Bob kepada media mengatakan, terkait kabar akan di revisinya Peraturan Bupati (Perbub) no 55 dan 56 tentang pelaksanaan pengisian Perangkat Desa. Menurutnya itu hanya strategi politik cuci tangan, bersih-bersih yang disinyalir dilakukan oleh Ketua Pasopati.

“Kenapa sekarang bilang itu merampas hak Kades saat pelaksanaan pengisian perangkat desa sudah terlaksana. Sedangkan dulu, saat terjadi protes suara itu tidak ada,” cetusnya.

Pengisian Perangkat Desa 2022 Diduga di Jadikan Ajang Pungli

Audiensi, Pengisian Perangkat Desa “Diobok-obok” Pemda

Pengisian Sekdes Tlogorejo Disinyalir ada Kongkalikong, Ini Jawaban Kades

Pemda Tidak Mengambil Alih Kewenangan Desa Dalam Pengisian Perangkat

Perades 2022 Mendapat Apresiasi Kemendagri, Ini Jawaban Kabag Tapem

Seakan cenderung lebih mendukung perbub 55 dan membackup apa yg menjadi kehendak Bupati saat itu, akan tetapi kenapa sekarang baru ramai-ramai meminta dewan untuk melakukan revisi.

“Perbub itu bukan ranah dan wewenang dewan, kalau Peraturan Daerah (Perda) baru DPRD ada andil dalam pembuatannya, kalau mau revisi Perbub ya harus di PTUN kan dulu, baru bisa dijadikan acuan dalam revisi, apabila keputusan dalam PTUN dimenangkan oleh penggugat,” lanjut Om Bob.

Apa yang dilakukan Pasopati itu sebenernya mau membuka tabir kesalahan dalam penyalahgunaan kewenangan dan jabatan atau abuse of power, yang dilakukan oleh bupati pada saat itu.

“Karna alasan dari pasopati ada kewenangan atau/ hak atas nama UU yang di rampas oleh Bupati atas kewenangan tentang proses pengisian perangkat desa,” ujarnya.

Sesuai dengan Undang-undang (UU) tentang desa yang mengatakan, “bahwa pengisian, pengangkatan serta pemberhentian perangkat desa adalah kewenangan desa secara officio kades, menjadi figur atas jabatan di desa yang akan memproses hal tersebut.

“Jadi jelas perbub itu bisa diduga telah menabrak UU tentang desa dalam hal pengisian perangkat desa,” lanjutnya.

Bentuk konsekwensi jabatan Kades itu tidak hanya jam kantor, kalau mau di lihat dalam segi pelayanan. Karna secara filosofis dan defakto kades itu berhadapan langsung dengan dinamika rakyatnya sendiri.

“kades juga bukan ASN yang diatur dalam perundang undangan tentang ASN, secara administrasi pelayanan memang di sesuaikan di kantor. Akan tetapi secara faktual kebutuhan dan permasalahan masyarakat di lingkungan desa itu 24 jam harus terlayani di luar administrasi yang umum,” tuturnya.

Hal yang perlu diingat, rakyat yang membayar aparatur desa secara sah. Bentuknya apa?. Ada tunjangan dan ada yang mendapat bengkok, dan lain-lain yang di hasilkan dari pajak.

“Kades itu sifatnya adalah pelayanan dan pengapdian murni di desa, jadi kalau ketua pasopati itu merasa keberatan tentang jam kerja, harusnya dilihat dulu sejarah dan historisnya, tentang jabatan kades itu bagaimana awalnya, jangan kalau kampaye mau pilkades semboyannya pengadian penuh kemasyarakat atau kewarganya, namun setelah jadi malah keberatan tentang jam kerja yang diatur oleh Perbup Nomor 56,” tandasnya.

(Mh/Red)

Komentar

Tinggalkan Balasan