oleh

Tipiter, Tindak Pidana Menghilangkan Nyawa Orang

 

Hukum – Cakranusantara.net | Tindak pidana terhadap “Nyawa” dalam KUHP dimuat pada Bab XIX dengan judul “Kejahatan Terhadap Nyawa Orang” yang diatur dalam Pasal 338 sampai dengan Pasal 350. Mengamati pasal-pasal tersebut maka KUHP mengaturnya sebagai berikut:

1. Kejahatan yang ditujukan terhadap jiwa manusia.

2. Kejahatan yang ditujukan terhadap jiwa anak yang sedang / baru dilahirkan.

3. Kejahatan yang ditujukan terhadap anak yang masih dalam kandungan.

Jenis Tindak pidana atau Kejahatan ini disebut jenis Delik Materil, artinya untuk terpenuhinya unsur tindak pidana pembunuhan ini harus di penuhi, dibuktikan, siapa yang melakukan perbuatan, apa saja perbuatan yang dilakukan, apa jenis alat bantu yang digunakan misalnya senjata tajam, senjata api, dimana barang bukti senjata tersebut, termasuk selongsong peluru yang digunakan, dimana TKP nya, siapa saja saksi yang melihat mendengar dan merasakan perbuatan tersebut, dan terakhir harus dibuktikan apakah perbuatan yang dilakukan pelaku tersebut yang mengakibatkan matinya si korban, atau adakah faktor lain yang menyebabkan kematian korban, hubungan perbuatan dan akibat kematian dibuktikan dengan visum et repertum yang memuat hasil otopsi luar maupun otopsi dalam seperti pemeriksaan organ dalam tubuh korban dan dokter forensik menyimpulkan apa yang menjadi penyebab kematian korban.

Jika misalnya ada penyakit dalam tubuh korban yang menjadi pemicu akumulasi sikorban meninggal maka pertanggungjawaban atas kematian korban tidak bisa dibenankan seluruhnya pada pelaku, sehingga pelaku hanya bisa di jerat dengan pasal penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian pasal 354 ayat (2) KUHP bukan dengan pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan.

Dilihat dari segi “Kesengajaan” (dolus) maka tindak pidana terhadap nyawa ini terdiri atas:

Yang dilakukan dengan sengaja disertai kejahatan berat. Yang dilakukan dengan direncanakan lebih dahulu atas keinginan yang dibunuh, termasuk menganjurkan atau membantu orang untuk bunuh diri.

Kejahatan terhadap nyawa yang dimuat KUHP adalah sebagai berikut:

1. Pembunuhan (Pasal 338)

2. Pembunuhan dengan pemberatan (Pasal 339)

3. Pembunuhan berencana (Pasal 340)

4. Pembunuhan bayi oleh ibunya (Pasal 341)

5. Pembunuhan bayi berencana (Pasal 342)

6. Pembunuhan atas permintaan yang bersangkutan (Pasal 344)

7. Membujuk / membantu orang agar bunuh diri (Pasal 345)

8. Pengguguran kandungan dengan izin ibunya (Pasal 346)

9. Pengguguran kandungan tanpa izin ibunya (Pasal 347)

10. Matinya kandungan dengan izin perempuan yang mengandungnya (Pasal 348)

11. Dokter / Bidan / Tukang obat yang membantu pengguguran / matinya kandungannya (Pasal 349).

Pada RUU – KUHP 1993, terhadap beberapa perubahan, antara lain sebagai berikut:

1. Unsur sengaja pada pembunuhan, dihapuskan (Pasal 443)

2. Pembunuhan berencana, dihapuskan

Selain dari pada itu, pada RUU – KUHP 1993 tersebut, sanksi yang terberat adalah hukuman penjara seumur hidup. Terhadap sanksi-sanksi yang dimuat dalam KUHP maupun RUU – KUHP yang akan datang, perlu dipertimbangkan dengan cermat sehingga penjatuhan hukuman / pidana atua perumusan sanksi, benar-benar dirasakan masyarakat “Setimpal dengan kesalahannya”.

1. PEMBUNUHAN SENGAJA (MURDER)

Hal ini diatur oleh Pasal 338 KUHP yang bunyinya sebagai berikut:

“Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang dihukum karena bersalah melakukan pembunuhan dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”.

Unsur-unsur pembunuhan adalah :

Barang siapa : ada orang tertentu yang melakukannya dengan sengaja : dalam ilmu hukum pidana, dikenal 3 (tiga) jenis bentuk sengaja (dolus) yakni: Sengaja sebagai maksud.

1. Sengaja dengan keinsyafan pasti.

2. Sengaja dengan keinsyafan atau kemungkinan / dolus eventualis yang menghilangkan nyawa orang lain.

Pada dasarnya Kesengajaan baik sebagai Maksud, sebagai Keinsyafan atau kepastian, sebagai kemungkinan adalah bahwa seseorang atau si pelaku mengetahui dengan jelas bahwa perbuatanya tersebut melanggar hukum, mengetahui bahwa perbuatannya tersebut dapat mengakibatkan kematian bagi orang lain, dan ia meneruskan pengetahuannya itu hingga orang lain mati maka pelaku dianggap menghendaki akibat kematian yang terjadi.

Sehingga kesalahan dalam bentuk sengaja ini disebut dengan teori Mengetahui dan Menghendaki. Jiak pelaku tidak mengetahui perbuatannya dapat menimbulkan kematian, dan tidak menghendaki kematian si korban, maka kesalahan pelaku disebut kelalaian atau kurang berhati-hati, pasal 359 KUHP.

Sebagian pakar mempergunakan istilah “Merampas jiwa orang lain”. Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan / merampas jiwa orang lain adalah pembunuhan.

Perbuatan yang mana yang dapat merampas / menghilangkan jiwa orang lain, menimbulkan beberapa pendapat diantaranya :

1. Teori Aequivalensi dari Von Buri yang disebut juga Teori Conditio Sine Qua Non yang menyamaratakan semua factor yang turut serta menyebabkan suatu akibat.

2. Teori Adaequate dari Van Kries yang juga disebut dengan teori keseimbangan yakni perbuatan yang seimbang dengan akibat.

3. Teori Individualis dan Teori Generalis dari Dr. T. Trager yang pada dasarnya mengutarakan bahwa yang paling menentukan terjadinya akibat tersebut itulah yang menyebabkan, sedang menurut Teori Generalisasi, berusaha memisahkan setiap aktor yang menyebabkan akibat tersebut.

Pada teks RUU-KUHP 1993 masih menggunakan istilah “Merampas Nyawa Barang Lain”. Rumusan tersebut, perlu mendapat perhatian, karena dengan kata “Membunuh” persepsi masyarakat umum, telah jelas.

Kata “Murder” pada “The Lexicon Webster Dictionary”, dimuat artinya sebagai berikut:

The act of unlawfully killing a human being being by another human with premeditated malice”. “The act of unlawfully” (perbuatan melawan hukum) seyogianya dimuat dalam rumusan “pembunuhan” sebab jika membunuh tersebut dilakukan dengan tanpa melawan huku, misalnya, melaksanakan hukuman mati, maka hal tersebut bukan “Pembunuhan”.

Kata-kata “Menghilangkan nyawa orang lain” atau “merampas nyawa orang lain”, sudah saatnya dipikirkan untuk diganti dengan istilah yang lebih realistis.

2. PEMBUNUHAN DENGAN PEMBERATAN

Hal ini diatur oleh Pasal 339 KUHP yang bunyinya sebagai berikut:

“Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh kejahatan dan yang yang dilakukan dengan maksud untuk memudahkan pembuatan itu, atau jika tertangkap tangan, untuk melepaskan diri sendiri atau pesertanya daripada hukuman, atau supaya barang yang didapatnya dengan melawan hukum tetap ada dalam tangannya, dihukum dengan hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selama- lamanya dua puluh tahun”.

Perbedaaan dengan pembunuhan Pasal 338 KUHP ialah : “diikuti, disertai, atau didahului oleh kejahatan.”

Kata “diikuti” dimaksudkan diikuti kejahatan lain. Pembunuhan itu dimaksud untuk mempersiapkan dilakukannya kejahatan lain”. Misalnya: A hendak membunuh B; tetapi karena B dikawal P maka A lebih dahulu menembak P, baru kemudian membunuh B.

Kata “disertai” dimaksudkan, disertai kejahatan lain: pembunuhan itu dimaksudkan untuk mempermudah terlaksananya kejahatan lain itu. Misalnya: C hendak membongkar sebuah bank. Karena bank tersebut ada penjaganya, maka C lebih dahulu membunuh penjaganya.

Teks Pasal 339 KUHP tersebut, diambil alih oleh RUU – KUHP 1993 dan tampaknya perumusannya tidak berubah kecuali sanksinya yang memuat sanksi paling rendah yakni 5 (Lima) tahun. Ancaman hukuman (sanksi) bagi pembunuhan yang dilakukan dengan pemberatan tersebut, perlu dikaji ulang secara seksama dengan mempedomani Pancasila, khususnya dalam pelaksanaan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang wajib tidak membenci sesama manusia sehingga penilaian terhadap “Jiwa” atau “Nyawa” manusi tidka boleh lebih rendah nilainya dari harta atau kekayaan. Tampaknya akhir-akhir ini tendensi pengutamaan materi atau harta kekayaan semakin kuat sehingga penilaian terhadap nyawa atau jiwa manusia, memperlihatkan kecenderungan menurun. Hal yang demikian sudah saatnya diwaspadai.

3. PEMBUNUHAN BERENCANA

Hal ini diatur oleh Pasal 340 KUHP yang bunyinya sebagai berikut:

“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain dihukum karena salahnya pembunuhan berencana, dengan hukuman mati atau hukuman seumur hidup atau penjara sementatra selama-lamanya dua puluh tahun”.

Pengertian “Dengan rencana lebih dahulu” menurut M.v.T. pembentukan Pasal 340 diutarakan, antara lain:

“Dengan rencana lebih dahulu” diperlukan saat pemikiran dengan tenang dan berpikir dengan tenang. Untuk itu sudah cukup jika si pelaku berpikir sebentar saja sebelum atau pada waktu ia akan melakukan kejahatan sehingga ia menyadari apa yang dilakukannya.

Mr.M.H. Tirtaamidjaja mengutarakan “direncanakan lebih dahulu” antara lain sebagai berikut:

“bahwa ada suatu jangka waktu, bagaimanapun pendeknya untuk mempertimbangkan, untuk berpikir dengan tenang”.

4. PEMBUNUHAN BAYI OLEH IBUNYA

Hal ini diatur oleh Pasal 341 KUHP yang bunyinya sebagai berikut:

“Seorang ibu yang dengan sengaja menghilangkan jiwa anaknya pada ketika dilahirkan atau tidak berapa lama sesudah melahirkan karena takut ketahuan bahwa ia sudah melahirkan anak dihukum karena pembunuhan anak dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun”.

Pasal ini oleh RUU-KUHP 1993, diambil alih pada Pasal 444 (19.02). Pada penjelasan resmi, antara lain diutarakan:

“…………………….keadaan kejiwaan (psikologik) si wanita pada saat itu maka suatu ancaman pidana yang lebih ringan adalah wajar. Tidaklah relevan disini untuk membedakan apakah wanita itu sudah menikah (kawin) atau belum. Redaksi pasal ini mensyaratkan bahwa bayi yang dilahirkan haruslah dalam keadaan hidup.Untukmenentukan hal itu, wajib dimintakan visum dari yang berwenang. Apabila bayi itu dilahirkan dalam keadaan tidak bernyawa atau sudah mati, maka Pasal ini yang diterapkan”.

Pada penanganan kasus pembunuhan bayi oleh ibunya, agar diarahkan atau disubsidairkan dengan Pasal 181 KUHP. Hal ini perlu, jika pada pemeriksaan persidangan ternyata bayi tersebut telah meninggal dalam kandungan.

PEMBUNUHAN BAYI OLEH IBUNYA SECARA BERENCANA

Hal ini diatur oleh Pasal 342 KUHP yang bunyinya sebagai berikut:

“Seorang ibu yang dengan sengaja akan menjalankan keputusan yang diambil sebab takut ketahuan bahwa ia tidak lama lagi akan melahirkan anak, menghilangkan jiwa anaknya itu pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian daripada itu dihukum karena membunuh bayi secara berencana dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun”.

Pasal 342 KUHP dengan Pasal 341 KUHP bedanya adalah bahwa Pasal 342 KUHP, telahdirencanakan lebih dahulu artinya sebelum melahirkan bayi tersebut, telah dipikirkan dan telah ditentukan cara-cara melakukan pembunuhan itu dan mempersiapkan alat-alatnya.

Tetapi pembunuhan bayi yang baru lahir, tidak memerlukan peralatan khusus sehingga sangat rumit untuk membedakan dengan Pasal 341 KUHP khususnya dalam pembuktian karena keputusan yang ditentukan hanya si ibu tersebut yang mengetahuinya dan baru dapat dibuktikan jika si ibu tersebut telah mempersiapkan alat-alatnya. Hal ini yang dapat membuat dugaan bahwa RUU-KUHP 1993, tidak memuat Pasal 342 KUHP. Bahwa kemungkinan terjadi pelanggaran Pasal 342 KUHP, masih tetap ada dan jika dapat dibuktikan bahwa “pembunuhan bayi tersebut dilakukan secara berencana” maka wajar jika diancam dengan hukuman yang lebih berat. Oleh karena itu, perlu dikaji ulang tentang penghapusan Pasal 342 KUHP. Sebaiknya Pasal 341 dan Pasal 342 dirumuskan dalam satu pasal yang terdiri dari ayat (1) dan ayat (2).

PEMBUNUHAN ATAS PERMINTAAN SENDIRI

Hal ini diatur oleh Pasal 344 KUHP yang bunyinya sebagai berikut:

“Barangsiapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang lain itu sendiri, yang disebutkan dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun”.

Pasal 344 KUHP, diambil alih RUU-KUHP 1993 pada Pasal 445 (19.02). Untuk jelasnya perlu diamati penjelasan resmi Pasal 19.02 yang rumusannya sebagai berikut:

“Pasal ini hampir sama dengan Pasal 344 KUHP lama. Pasal ini menunjuk pada bentuk euthanasia aktif. Tidak dirumuskan bentuk euthanasia pasif, oleh karena dunia kedokteran dan masyarakat tidak menganggap hal itu sebagai perbuatan anti sosial. Meskipun ada kata-kata “atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati”, namun perbuatan itu tetap diancam dengan pidana. Hal ini untuk mencegah kemungkinan yang tidak dikehendaki. Misalnya, oleh si pembuat justru diciptakan suatu keadaan yang demikian rupa sehingga timbul permintaan untuk merampas nyawa dari yang bersangkutan. Ancaman pidana disini tidak ditunjukan terhadap kehidupan seseorang, melainkan ditujukan terhadap penghormatan kehidupan manusia pada umumnya, meskipun dalam kondisi pasal ini, orang tersebut sangatlah menderita, baik secara fisik, maupun secara rohani”.

5. PENGANJURAN AGAR BUNUH DIRI

Hal ini diatur oleh Pasal 345 KUHP yang bunyinya sebagai berikut:

“Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang suapya membunuh diri, atau menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberi ikhtiar kepadanya untuk itu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun, kalau jadi orangnya bunuh diri”.

Pada RUU-KUHP 1993, pasal ini diambil alih pada Pasal 446 (19.04) yang penjelasan resminya berbunyi sebagai berikut:

“Pasal ini hampir sama dengan Pasal 345 KUHP lama. Diadakannya pasal ini berdasarkan pertimbangan terhadap penghormatan kehidupan manusia. Apabila orang yang didorong atau yang ditolong untuk bunuh diri itu, tidak mati, maka yang mendorong atau menolong, tidak kena ancaman pidana pasal ini. Dalam hubungan ini, perhatikan kata-kata pada akhir redaksi pasal ini “……………kalau orang itu jadi bunuh diri”. Hal tidak dikenal ancaman pidana dalam pasal ini kalau orang itu tidak jadi bunuh diri, didasarkan atas pertimbangan bahwa bunuh diri bukanlah suatu tindak pidana. Oleh sebab itu, percobaan yang bertalian dengan kualifikasi pasal ini, tidak diancam dengan pidana”.

6. PENGGUGURAN KANDUNGAN

Kata “pengguguran kandungan” adalah terjemahan dari kata “abortus provocatur” yang dalam Kamus Kedokteran diterjemahkan dengan : “membuat keguguran”. Pengguguran kandungan diatur dalam KUHP pleh Pasal-pasal 346, 347, 348, dan 349. jika diamati pasal-pasal tersebut maka akan dapat diketahui bahwa ada 3 (tiga) unsur atau faktor pada kasus pengguguran kandungan yakni:

– Janin

– Ibu yang mengandung

– Orang ketiga yaitu yang terlibat pada pengguguran tersebut.

Tujuan pasal-pasal tersebut adalah untuk melindungi janin. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia dimuat arti “janin” sebagai berikut: “1. Bakal bayi (masih di kandungan) 2. Embrio setelah melebihi umur 2 bulan.”

Pengaturan KUHP mengenai “pengguguran kandungan” adalah sebagai berikut:

a. Pengguguran Kandungan oleh si Ibu

Hal ini diatur oleh Pasal 346 KUHP yang bunyinya sebagai berikut:

“Perempuan dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya atau menyuruh orang lain menyebabkan itu dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.”

Pada RUU-KUHP 1993, pasal ini diambil alih pada Pasal 447 (19.05) ayat (1).

b. Pengguguran Kandungan oleh Orang Lain Tanpa Izin Perempuan yang Mengandung

Hal ini diatur Pasal 347 KUHP yang bunyinya sebagai berikut:

Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan seorang perempuan tidak dengan izin perempuan itu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.

Jika perbuatan itu berakibat perempuan itu mati, ia dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.

c. Pengguguran Kandungan dengan Izin Perempuan yang Mengandungnya

Hal ini diatur oleh Pasal 348 KUHP yang bunyinya sebagai berikut:

Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mata kandungan seorang perempuan dengan izin perempuan itu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan.

Jika perbuatan itu berakibat perempuan itu mati, ia dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 7 tahun. Perlu pula diperhatikan Pasal-pasal 349 dan 350 KUHP yang memuat pemberatan-pemberatan hukuman.

“Pasal ini hampir sama dengan Pasal 349 KUHP lama. Oleh karena perbuatan-perbuatan seperti yang dimaksud diancam dengan pidana maka sudah seharusnya apabila dokter, bidan, atau juru obat yang melakukan atau membantu melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang itu, juga diancam dengan pidana.

Mengingat tujuan dan sifat pekerjaan (profesi) mereka demikian mulia, wajarlah kalau ancaman pidana terhadap mereka dapat ditambah dengan sepertiga serta dapat dicabut hak mereka untu berpraktek. Ancaman pasal ini tidak berlaku terhadap dokter yang melakukan abortus provocatus dengan pertimbangan medis……………”

(Dikutip dari tulisan … Advokat di Bali I Made Adi Seraya| Website by Eka Graphic)

(Red)

Komentar

Tinggalkan Balasan