oleh

Kasus Migor “CPO” Sangat Membutuhkan Kesaksian Mantan Mendag

Jakarta – Cakranusantara.net | Kesaksian Muhammad Lutfi mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Sangat di butuhkan terkait meningkatnya harga minyak goreng dalam negeri akibat pemberian fasilitas ekspor minyak goreng tahun 2021/2022 oleh Dirjen dahulu Kemdag (Kementerian Perdagangan) dalam menerbitkan persetujuan ekspor komoditi minyak goreng (Migor) Cride Palm Oil (CPO) kepada tiga perusahaan swasta yang diduga tidak memenuhi syarat melakukan eksport tersebut. Hal itu diungkapkan Kurnia Zakaria Selaku pengamat kasus itu dan juga selaku salah satu Advokat di Indonesia.

Dalam Hukum pidana khususnya dalam delik materiil maka harus dibuktikan perbuatan manakah yang menjadi penyebab dari suatu akibat, maka perbuatan tersebut yang dipertanggung jawabkan/ dihukum.

Dalam kasus ini, digunakan teori hubungan Kausalitas, yang menemukan relasi antara faktor sebab, perbuatan dan akibat, jika digunakan teori Qinditio sine qua non, dari Von Buri, bahwa semua sebab adalah faktor untuk timbulnya akibat, kelemahannya memperluas pertanggung jawaban pidana, sehingga tidak diterapkan kecuali dalam hal yang mendesak, karena sulit dan sukar menemukan tikusnya maka lumbung padi nya dibakar, akan tetapi yang menjadi korban tidak hanya tikus yang diburu, juga kacoak dan lainnya.

Karena itu, digunakan teori Individualisir dengan menerapkan teori Adequat dan Relevan, manakah faktor yang paling dekat dan relevan dari semua faktor, di identifikasi dan itulah sebagai penyebab yang di pertanggung jawabkan. Ternyata ada beberapa faktor yang menjadi penyebab dalam kelangkaan Migor di dalam Negeri yang akhirnya menaikkan harga Migor seperti keterangannya saat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI bulan Maret 2022 yang lalu.

Mantan Mendag berkata bahwa kenaikan harga Migor disebabkan oleh kenaikan harga CPO hingga Januari 2022 yang harga rata-rata CPO dunia mencapai Rp. 13. 244 ribu rupiah per kilogram. Adanya perang Ukraina dengan Rusia mempengaruhi jalur distribusi CPO, adanya epidemi yang melanda hampir seluruh Negara membuat berbagai pembatasan dan adanya program biodisel oleh pemerintah indonesia membuat semakin langkanya minyak goreng, perlu ditanggulangi secara komprehensip.

Maka kesaksian Mantan Mendag sangat diperlukan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), apakah ada hubungan ML atas persetujuan Eksport pada perusahaan yang dianggap tidak layak itu. Jika ML dianggap merupakan bagian dari pelaku yang sudah ditetapkan sebagai tersangka maka harus diperiksa pasal 55 KUHP tentang Turut Serta, salah satu syarat pokok adanya turut serta/ mededader ini, harus ada kesepakatan.

“Bukan hanya pemufakatan jahat tentang kejahatan atau perbuatan apa yang dilakukan, bagaimana cara melakukannya, siapa yang melakukannya dan apa alat yang di butuhkan untuk melakukannya dan sebagainya, jika dianggap sebagai pembantuan dan menjuntokan dengan pasal 56 KUHP, maka diperiksa peranan bantuannya apa, apakah itu signifikan atau tidak.

Sebab, hal itu setahu saya, penunjukan dan persetujuan Eksport cukup dengan keputusan Dirjen Perdagangan saja, jadi dimana titik bantuannya?. Karena itu Dirjen yang sudah ditetapkan sebagai Tersangka akan di putus dengan pasal 3 UU Tipikor, penyalahgunaan wewenang, karena perbuatan tersangka adalah berwenang memberikan persetujuan eksport tapi melebihi kewenangannya, karena sudah diberikan kepada pihak yang tidak layak.

Sedangkan pasal 2 UU Tipikor mensyaratkan perbuatan adalah sama sekali melawan Hukum sehingga berdasarkan mata Hukum, pemberi persetujuan tersebut, ancaman pidananya lebih berat daripada tersangka, yang ancamannya 2 tahun sampai dengan seumur hidup,” Tandas Kurnia Zakaria.

(Rn/Red)

Komentar

Tinggalkan Balasan