Jakarta – Cakranusantara.net | Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) menilai bahwa rencana gugatan kecurangan hasil pemilihan presiden (Pilpres) rawan kandas, meskipun selisihnya jauh. Pasalnya, berdasarkan data sementara, capres dan cawapres nomor urut 02 Prabowo-Gibran unggul.
Jika dilihat dari situs pemilu2024.kpu.go.id, per Jum’at (23/2/2024) pukul 23.00 WIB, data real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang masuk berasal dari 619.579 TPS atau 75,26% dari total 823.236 TPS se-Indonesia.
Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar: 26.581.455 (24,06%)
Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka: 65.049.492 (58,89%)
Ganjar Pranowo-Mahfud Md: 18.833.011 (17,05%).
Real count yang ditampilkan KPU bukan hasil resmi Pilpres 2024. Hasil resminya akan ditetapkan lewat proses rekapitulasi manual pada 15 hingga 20 Maret 2024 mendatang.
Sementara, jika melihat hasil hitung cepat (quick count), Prabowo-Gibran mendapat 57 sampai 58 persen suara. Untuk mengubah hasil, para pemohon harus memiliki data yang bisa mengurangi angka hasil hitung cepat Prabowo-Gibran.
“Setidaknya para pemohon memiliki data lebih dari 9 persen surat suara yang dicurangi. Harus dibuktikan betul-betul sampai ratusan ribu dulu. Namun jika selisihnya jauh sekali, maka tidak diperiksa MK. Sebab, MK akan memeriksa sengketa jika perbedaannya hanya sekian persen,” katanya, Minggu (25/2/2024).
Merespon kubu paslon yang merasa tidak puas dan ingin melakukan gugatan ke MK, bagi kurnia, dalam kasus-kasus sengketa yang selisih antar kandidat terpaut jauh, maka kandidat yang merasa dicurangi biasanya sulit mencari bukti.
“Pembuktian terhadap sangkaan-sangkaan itu. Pihak penggugat harus mengantongi bukti valid dan telah dikonfirmasi kebenarannya. Buktinya, ya saksi, dokumen, rekaman, dan itu harus terklarifikasi secara betul. Kalaupun ada laporan media massa harus sudah dibuktikan, dikuatkan dengan saksi yang mengatakan bahwa apa yang disampaikan media massa itu benar,” ujarnya.
Untuk membuktikan kecurangan yang dapat mempengaruhi hasil pemilu, maka harus membuktikan hingga ratusan ribu TPS. Jika kita hitung selisih suara nomor urut 01, 02 dan 03, selisih suara kurang lebih ada 30 % an, atau setara 200 an ribu TPS, sekarang mereka bisa nggak membuktikan itu?”
“Tim hukum nomor urut 01 dan 03, Anies, minggu-minggu ini sibuk untuk mengumpulkan bukti-bukti terjadinya kecurangan yang bersifat terstruktur, sistemtis, dan masif atau TSM dalam pelaksanaan Pemilu Presiden 2024. Bahkan, paslon nomor urut 03 membentuk tim khusus ”Tim Pembela Demokrasi dan Keadilan” untuk mengusut dugaan kecurangan tersebut. Tak main-main, tim tersebut dipimpin oleh dua advokat senior, Todung Mulya Lubis selaku ketua dan Henry Yosodiningrat wakil ketua,” terangnya.
Sementara timnas Amin pekan lalu juga mengungkap indikasi kuat pelanggaran TSM. Tak main-main, disitu ada Hamdan Zoelva, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), yang pernah memimpin persidangan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) tahun 2014 serta banyak perkara sengketa pilkada.
“Selain itu, ada mantan Ketua KPK Abraham Samad, mantan Wakil Ketua KPK dan Ketua Tim Hukum Sengketa Pilpres Prabowo-Sandiaga Uno pada Pilpres 2019 yang lalu,” tandas Kurnia Zakaria, (MI/ Rmn)
Komentar